KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah. Hingga akhir sesi I perdagangan Rabu, 18 Juni 2025, IHSG terkoreksi 44 poin atau turun 0,61 persen ke level 7.112.
Pelemahan tersebut mencerminkan kehati-hatian pelaku pasar di tengah derasnya arus ketidakpastian, baik dari dalam maupun luar negeri.
Data perdagangan menunjukkan volume transaksi mencapai 104,14 juta lot, dengan nilai transaksi sebesar Rp5,83 triliun. Meski angka itu mencerminkan likuiditas pasar yang tetap terjaga, tekanan jual pada saham-saham sektor tertentu masih mendominasi sentimen di lantai bursa.
Sektor barang konsumen primer menjadi pemberat utama IHSG hari ini. Indeks sektor ini anjlok 1,13 persen, terdalam di antara sektor lainnya.
Sebaliknya, sektor transportasi justru tampil sebagai penopang dengan kenaikan 0,90 persen, mengindikasikan bahwa sebagian investor mencari perlindungan di sektor yang masih berkaitan dengan kebutuhan dasar dan distribusi logistik.
Dari sisi emiten, saham-saham seperti ASPI, MTFN, KRYA, MKAP, SSIA, BTEK, dan HALO mencatatkan kenaikan tertinggi (top gainers), sementara ENRG, ANTM, BBRI, BRMS, PGEO, KRAS, dan BUMI menjadi saham-saham yang paling aktif ditransaksikan hari ini.
Pergerakan ini mencerminkan konsentrasi minat investor masih tertuju pada sektor energi, pertambangan, dan keuangan.
Bursa Asia Naik Turun
Sementara itu, pasar regional di Asia bergerak tidak searah. Indeks saham Jepang memimpin penguatan dengan Nikkei 225 naik 0,68 persen dan Topix menguat 0,56 persen. Di Korea Selatan, Kospi turut menanjak 0,34 persen, diikuti oleh Taiex Taiwan yang naik 0,40 persen.
Namun, pasar China dan Hong Kong justru melemah. Indeks Hang Seng anjlok 1,17 persen, sedangkan Shanghai Composite dan CSI300 masing-masing terkoreksi 0,20 persen dan 0,07 persen.
Salah satu penyebab ketidakpastian pasar hari ini datang dari eskalasi geopolitik di Timur Tengah. Ketegangan antara Israel dan Iran kembali meningkat setelah pernyataan keras dari mantan Presiden AS Donald Trump yang menyerukan "penyerahan tanpa syarat" dari pihak Iran.
Pernyataan itu disampaikan melalui akun Truth Social miliknya dan langsung memicu kekhawatiran bahwa keterlibatan militer AS dalam konflik kawasan bisa meningkat dalam waktu dekat.
Dari Jepang, data ekspor menunjukkan penurunan 1,7 persen pada Mei 2025 secara tahunan. Meski lebih baik dari ekspektasi pasar yang memproyeksikan penurunan 3,8 persen, data tersebut tetap memberi sinyal pelemahan.
Pada saat yang sama, impor turun lebih dalam, yakni 7,7 persen. Situasi ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi Jepang yang tercatat minus 0,2 persen pada kuartal I 2025—kontraksi kuartalan pertama sejak setahun terakhir.
Pergerakan mata uang Asia pun cenderung beragam. Yen Jepang menguat 0,23 persen menjadi 144,95 per dolar AS. Dolar Singapura dan dolar Australia juga terapresiasi. Namun rupiah justru tertekan, melemah 0,28 persen ke posisi 16.334 per dolar AS.
Tekanan pada rupiah menjadi perhatian tersendiri bagi investor, terutama karena pelemahan tersebut bisa berdampak pada beban impor dan tekanan inflasi.
Secara keseluruhan, pasar sedang menghadapi kombinasi tekanan dari ketegangan geopolitik dan data ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Investor tampaknya lebih memilih menahan diri dan menunggu arah yang lebih jelas, sembari mencermati potensi risiko lanjutan yang bisa datang sewaktu-waktu.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.