KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG dibuka menghijau dengan kenaikan 0,16 persen atau 11 poin ke level 6.884 pada sesi I perdagangan Rabu, 19 Februari 2025. Mengutip RTI Business, Seiring penguatan IHSG, sebanyak 187 saham turut berada di zona hijau, sementara 56 saham melemah, dan 249 saham mengalami stagnan.
Volume perdagangan di awal sesi I mencapai Rp357.907 juta dibarengi transaksi sebesar Rp234.595 miliar dengan frekuensi perdagangan senilai 19,128.
Sementara merujuk Stockbit, saham PT Dwi Guna Laksana Tbk (DWGL) menjadi top gainer dengan kenaikan sebesar 35 persen atau 56 poin ke level 216.
Selain DWGL, beberapa saham lainnya juga mengalami lonjakan harga yang cukup signifikan. Seperti PT Sarana Mitra Luas Tbk (SMIL) tercatat naik 14,63 persen menjadi 282, sementara PT Remala Abadi Tbk (DATA) meningkat 13,68 persen ke level 1.620.
Saham PT Mitra Tirta Buwana Tbk (SOUL) juga mengalami kenaikan sebesar 9,68 persen menjadi 34, sedangkan PT Panca Anugrah Wisesa Tbk (MGLV) naik 8,99 persen ke level 97.
Di sisi lain, beberapa saham mengalami penurunan cukup tajam. PT Era Digital Media Tbk (AWAN) memimpin daftar top loser dengan penurunan sebesar 10,06 persen atau turun 34 poin ke level 304.
Disusul oleh PT Abadi Nusantara Hijau Investama Tbk (PACK) yang anjlok 9,87 persen menjadi 1.780. PT Manggung Polahraya Tbk (MANG) juga mengalami penurunan sebesar 8,96 persen ke level 61.
Selain itu, PT Perdana Bangun Pusaka Tbk (KONI) dan PT Megapower Makmur Tbk (MPOW) masing-masing mengalami penurunan sebesar 5,31 persen dan 5,26 persen.
Adapun, Reliance Sekuritas memproyeksikan IHSG akan bergerak di kisaran support pada level 6,807 dan resistance pada level 6,951 dengan kecenderungan menguat.
"Secara teknikal, candle IHSG berbentuk inverted hammer, berhasil menembus MA5 serta indikator Stochastic golden cross pada area oversold. Ini mengartikan IHSG berpeluang besar melanjutkan kenaikannya," tulis Reliance dalam risetnya kepada KabarBursa.com.
Sementara itu analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, mengatakan posisi IHSG saat ini berada di fase awal dari wave B dari wave (Y), yang berarti masih ada peluang untuk melanjutkan penguatan menuju kisaran 6.912-7.036 sebelum terjadi koreksi jangka pendek ke 6.759-6.794.
“IHSG masih berpeluang menguat untuk menguji 6.912-7.036 terlebih dahulu,” ujar Herditya dalam riset hariannya yang diterima KabarBursa.com di Jakarta, Rabu, 19 Februari 2025.
Dari sisi teknikal, support IHSG berada di level 6.679 dan 6.509, sementara resistance di level 6.933 dan 7.046.
IHSG Terus Menguat, Kapan Tembus Level 7.000?
Founder Stocknow.id Hendra Wardana, mengatakan sentimen utama yang mendorong penguatan IHSG beberapa hari terakhir berasal dari aksi beli investor asing yang mencatatkan net buy senilai Rp975 miliar pada perdagangan sebelumnya.
“Dengan saham-saham perbankan jumbo seperti BBRI, BMRI, BBCA, dan TLKM menjadi incaran utama,” ujarnya saat dihubungi KabarBursa.com di Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025.
Selain itu, Hendra melihat faktor fundamental juga turut menopang penguatan pasar, terutama menjelang musim pembagian dividen di sektor perbankan.
Bank BRI, misalnya, berencana membagikan dividen jumbo dengan rasio 80-85 persen dari laba tahun buku 2024. Sementara BNI dan Bank Mandiri juga memperkirakan rasio dividen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
“Ditambah lagi, rencana buyback saham oleh BBRI, BMRI, dan BBNI semakin meningkatkan daya tarik saham perbankan di mata investor,” terangnya.
Dalam kondisi pasar yang sedang bergairah ini, Hendra menyebut IHSG berpotensi menembus level psikologis 7.000 dalam waktu dekat.
Secara teknikal, dia menjelaskan IHSG akan menguji resistance di level MA20 pada 6.955, dan jika mampu menembusnya dengan volume transaksi yang kuat, maka target 7.000 menjadi semakin realistis.
Meski terdapat angin segar, pelaku pasar tetap perlu mencermati sejumlah sentimen yang bisa menjadi penghambat laju penguatan IHSG.
“Dari dalam negeri, investor masih menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan diumumkan Rabu ini, apakah BI akan kembali memangkas suku bunga setelah sebelumnya menurunkannya ke level 5,75 persen pada Januari lalu,” jelasnya.
Selain itu, implementasi aturan baru terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang mewajibkan penempatan 100 persen selama 12 bulan, kata Hendra, juga menjadi perhatian karena dapat mempengaruhi likuiditas di pasar keuangan.
Wall Street Pecah Rekor Lagi
[caption id="attachment_119471" align="alignnone" width="680"] Aktifitas depan Papan Pantau Saham di Main Hal Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (11/2/2025). Hari ini Papan Pantau terlihat Panah Merah. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji[/caption]
Di pasar saham Amerika, Wall Street kembali mencetak rekor setelah S&P 500 naik tipis 0,2 persen di perdagangan Selasa waktu Amerika atau Rabu, 19 Februari 2025, dini hari WIB yang relatif sepi.
Indeks utama Wall Street ini akhirnya menutup perdagangan di atas rekor tertinggi sebelumnya yang dicapai bulan lalu, setelah sepanjang hari bolak-balik di sekitar level tersebut.
Dilansir dari AP, Dow Jones Industrial Average juga ikut naik, meski cuma 10 poin atau kurang dari 0,1 persen, sementara Nasdaq menguat tipis 0,1 persen. Salah satu yang jadi bintang di perdagangan kali ini adalah Entergy, perusahaan listrik yang melayani pelanggan di Arkansas, Louisiana, Mississippi, dan Texas. Sahamnya melesat 6 persen setelah melaporkan laba kuartalan yang lebih tinggi dari ekspektasi analis.
Di sisi lain, Conagra Brands justru merosot 5,5 persen setelah memangkas proyeksi keuntungan dan target keuangan lainnya. Perusahaan makanan ini mengaku masih menghadapi gangguan pasokan, terutama pada produk makanan beku berbasis ayam dan sayuran. Ditambah lagi, fluktuasi nilai tukar mata uang asing makin menekan laba mereka.
Meta Platforms, induk Facebook dan Instagram, juga bikin pasar sedikit lesu setelah turun 2,8 persen. Ini adalah penurunan pertama Meta sejak 16 Januari, setelah sebelumnya melesat lebih dari 20 persen dalam 20 hari beruntun.
Meskipun ada berbagai gejolak yang sempat bikin pasar deg-degan, Wall Street tetap berhasil merangkak ke level tertinggi. Salah satu pendorong utamanya adalah laporan laba perusahaan yang lebih kuat dari perkiraan.
Ancaman perang dagang global akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump masih menghantui. Tapi, pelaku pasar tampaknya semakin santai menanggapinya. Banyak yang percaya bahwa tarif ini lebih sebagai alat negosiasi ketimbang kebijakan jangka panjang yang benar-benar akan mengguncang ekonomi.
Selain itu, kemunculan DeepSeek, startup kecerdasan buatan (AI) asal China, sempat bikin heboh. Mereka mengklaim bisa menyamai performa raksasa AI AS tanpa perlu menggunakan chip kelas atas. Ini sempat memicu kekhawatiran bahwa investasi AI di AS bakal melambat, padahal sektor ini menjadi salah satu motor utama kenaikan pasar dalam beberapa tahun terakhir.(*)