KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah sebesar 1,05 persen atau turun 68 poin ke level 6.417 pada sesi I perdagangan Jumat, 28 Februari 2025.
Merujuk data perdagangan RTI Business, Volume perdagangan dibuka sebesar Rp401.742 juta, sedangkan transaksi Rp416.722 miliar dengan frekuensi perdangan senilai 28,773.
Seiring dengan melemahnya IHSG, sebanyak 172 saham berada di zona merah, 111 saham menguat, dan 208 saham mengalami stagnan.
Sementara mengutip Stockbit, TAPG menjadi saham dengan kenaikan terbesar, menguat +11,69 persen ke level 860. Disusul oleh LABA yang naik +10,88 persen ke harga 326, serta NAYZ yang mengalami lonjakan +9,76 persen ke 90.
Saham lainnya yang juga mencatatkan kenaikan signifikan adalah LIVE dan RONY, yang masing-masing naik +9,09% dan +8,70 persen.
Sebaliknya, daftar top loser dipimpin oleh LION yang anjlok -17,78 persen ke level 555. Saham OBAT juga mengalami tekanan besar, turun -15,44 persen ke 575.
Saham lain yang mengalami pelemahan tajam adalah GMTD yang turun -12,88 persen, diikuti MSIN yang melemah -12,00 persen, serta BAIK yang turun -10,34 persen.
Adapun Reliance Sekuritas memproyeksikan IHSG hari ini akan bergerak di kisaran support pada level 6,443 dan resistance pada level 6,547 dengan kecenderungan melemah.
"Secara teknikal, candle IHSG berbentuk black spinning top, di bawah MA5 serta Stochastic mengindikasikan akan dead cross pada area oversold. Ini mengartikan IHSG berpeluang besar melanjutkan penurunannya," tulis Reliance dalam risetnya.
Apa yang Harus Dilakukan Investor?
Sementara itu Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan tekanan pada IHSG saat ini dipengaruhi oleh aksi jual asing, ketidakpastian global, dan faktor domestik.
Meski IHSG saat ini tengah mengalami tekanan besar, Hendra menegaskan masih ada secercah harapan bagi para investor.
"Peluang tetap ada bagi investor yang mampu melihat momentum. Dengan strategi yang tepat dan pendekatan yang disiplin, volatilitas pasar bisa menjadi peluang, bukan ancaman," ujarnya kepada Kabarbursa.com, Jumat, 28 Februari 2025.
Meskipun tekanan jual masih mendominasi, kata dia, kondisi ini juga membuka peluang bagi investor yang jeli dalam mencari saham berfundamental kuat dengan valuasi menarik.
Menurut Hendra, terdapat beberapa saham yang bisa dipertimbangkan untuk akumulasi. Salah satunya yakni EMTK dengan target harga 600, PSAB di level 290, dan ANTM dengan target 1.745.
"Sektor tambang, terutama emas dan nikel, menjadi pilihan defensif di tengah ketidakpastian pasar, mengingat harga komoditas ini cenderung bertahan kuat saat pasar ekuitas melemah," jelasnya.
Dari sisi teknikal, Hendra memandang IHSG saat ini berada dalam tren turun dengan kecenderungan menguji support psikologis di level 6.400. Jika level ini tidak mampu bertahan, lanjutnya, tekanan jual bisa semakin besar.
"Namun, jika muncul sentimen positif, rebound teknikal masih berpotensi terjadi dengan resistance di 6.600. Dalam kondisi seperti ini, strategi terbaik bagi investor adalah tetap selektif dalam memilih saham, menghindari kepanikan, dan fokus pada saham dengan prospek jangka panjang yang kuat," pungkasnya.
Beberapa waktu lalu Pengamat Pasar Modal, Desmond Wira menyarankan agar para investor tidak perlu panik dengan penurunan IHSG saat ini. Menurutnya, banyak investor cemas dan terburu-buru menjual saham ketika pasar turun tajam.
"Namun, ini sering kali bukan keputusan yang bijak, terutama jika perusahaan yang dimiliki memiliki fundamental yang kuat," ujar dia kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.
Isu Jangka Panjang
Dalam kondisi ini, para investor dituntut untuk tetap tenang dan mengevaluasi apakah penurunan tersebut bersifat sementara atau berkaitan dengan isu jangka panjang.
Lalu kemudian, investor juga perlu mengevaluasi kembali portofolio mereka. Desmond menganjurkan para investor untuk meninjau kembali kondisi fundamental dari saham-saham yang telah dimiliki.
"Jika ada saham yang masih memiliki prospek jangka panjang yang baik, mungkin ini adalah waktu untuk tetap menyimpan atau membeli lebih banyak. Sebaliknya jika ada saham yang fundamentalnya memburuk, bisa dilepas," jelasnya.
Selain itu, Desmond menyarankan para investor fokus kepada investasi jangka panjang. Dia menuturkan investor tidak perlu terlalu fokus pada fluktuasi harian atau mingguan.
Lebih lanjut, Desmon juga menjelaskan terkait strategi pengelolaan risiko yang efektif selama periode volatilitas ini. Dia mengakui jika selama pasar saham turun tajam, pengelolaan risiko menjadi sangat penting untuk melindungi portofolio dan meminimalkan kerugian.
"Yang pertama selalu pakai uang dingin untuk investasi. Hindari menggunakan utang atau dana marjin karena market sedang sangat volatil," terang dia.
Yang kedua adalah diversifikasi risiko. Langkah ini, kata Desmond, bisa dengan melakukan diversifikasi pada kelas aset berbeda seperti saham, obligasi, komoditas, real estat.
Kemudian yang terakhir, dia menganjurkan investor melakukan DCA (Dolar Cost Averaging) jika membeli saham dan membelinya secara bertahap dalam periode tertentu.
"Melakukan DCA ini juga merupakan salah satu cara mengurangi risiko, sehingga tidak terjebak di harga terlalu tinggi. Walaupun juga tidak mendapatkan harga terlalu rendah," pungkasnya.(*)