KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan aktivitas yang cukup bersemangat pada perdagangan sesi I, Kamis, 13 Juni 2024.
Hal ini terjadi setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) mengeluarkan proyeksi yang menunjukkan adanya kemungkinan pemangkasan suku bunga pada tahun ini.
Pukul 10:13 WIB, IHSG menguat 0,23 persen ke posisi 6.865,92. Meskipun mengalami kenaikan, IHSG masih belum mampu mencapai level psikologis 6.900.
Transaksi indeks pada sesi I hari ini mencapai sekitar Rp7 triliun dengan volume transaksi mencapai 30 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 276.800 kali.
Secara sektoral, sektor energi menjadi penopang terbesar IHSG di sesi I hari ini dengan kenaikan mencapai 1,07 persen.
Beberapa saham juga turut menjadi penopang IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftar saham-saham tersebut:
Saham pertambangan mineral Grup Salim, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), menjadi penopang terbesar IHSG di sesi I hari ini dengan kenaikan mencapai 5,1 indeks poin.
IHSG menunjukkan aktivitas yang bersemangat setelah data inflasi AS menunjukkan penurunan. Data inflasi AS pada Rabu malam menunjukkan hasil yang lebih baik dari perkiraan, dengan inflasi periode Mei 2024 turun menjadi 3,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dari perkiraan pasar di 3,4 persen yoy. Inflasi inti juga mencatat hasil lebih baik dari konsensus pasar, turun menjadi 3,4 persen yoy.
Setelah rilis data inflasi, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan untuk tidak menurunkan suku bunga pada saat ini. Meskipun melihat adanya kemajuan dari data inflasi yang menurun, Chairman The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa keputusan untuk melonggarkan kebijakan belum diambil pada saat ini.
Dalam pernyataan resminya, The Fed menegaskan bahwa komite tidak akan menurunkan suku bunga sampai mereka lebih percaya diri melihat inflasi bergerak menuju target 2 persen secara berkelanjutan.
Dalam rapat FOMC, The Fed juga merilis dokumen dot plot yang menunjukkan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga. Median proyeksi The Fed mengindikasikan kemungkinan pemangkasan suku bunga sekali sebesar 25 bps pada tahun ini, paling lambat pada Desember 2024. Proyeksi ini jauh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang mengindikasikan tiga kali pemotongan suku bunga dengan besaran 75 bps.
Sikap The Fed yang lebih konservatif ini dapat memicu sentimen negatif bagi aset berisiko seperti saham, terutama dengan probabilitas pemangkasan suku bunga yang hanya sekali. Namun, hal ini juga dapat memberikan stabilitas dan kepastian bagi pasar keuangan dalam jangka panjang.
Prediksi IHSG di Tengah Kinerja dan Sentimen Negatif
Diberitakan sebelumnya, IHSG terus mengalami tekanan. Pada Selasa, 11 Juni 2024, IHSG turun sebesar 0,95 persen dan ditutup di level 6.855. Berdasarkan data dari RTI, IHSG telah mengalami penurunan 3,43 persen dalam satu minggu terakhir dan 3,29 persen dalam satu bulan terakhir. Secara year to date (ytd), IHSG sudah tergerus 5,74 persen. Pada hari yang sama, dana asing yang keluar dari pasar reguler mencapai Rp1,23 triliun.
Pasar saham Indonesia juga mendapat kabar buruk dengan penurunan peringkat menjadi “underweight” oleh Morgan Stanley.
Mengutip Bloomberg, penurunan ini disebabkan oleh penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah, yang meningkatkan risiko berinvestasi di pasar saham Indonesia.
Ketidakpastian terkait kebijakan fiskal selama masa transisi pemerintahan juga menambah volatilitas pasar.
Program makan siang gratis yang diusulkan oleh presiden terpilih Prabowo Subianto dinilai Morgan Stanley berpotensi membebani kondisi fiskal Indonesia.
Budi Frensidy, pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia, menyatakan bahwa penurunan rating tersebut memang dikhawatirkan oleh banyak pihak.
“Saat ini, lebih banyak harga saham yang turun dibandingkan yang naik. Volatilitas meningkat dan nilai transaksi menurun selama empat hari terakhir,” ujarnya, Selasa, 11 Juni 2024.
Budi menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan IHSG hari ini, termasuk aliran dana asing yang keluar, pelemahan rupiah, defisit transaksi berjalan, dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang negatif, serta penerapan mekanisme full call auction (FCA).
“Dana asing diperkirakan mengalir ke Malaysia, Taiwan, dan bursa regional lainnya, sementara sebagian lainnya kemungkinan berpindah ke surat berharga negara (SBN),” katanya.
Selain itu, penurunan IHSG juga disebabkan oleh sentimen negatif dari saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang masih berada di papan pemantauan khusus (PPK). Beberapa saham lainnya seperti BBNI, BBRI, ASII, TLKM, BMRI, PTRO, SMGR, dan GOTO juga ikut melemah sejak pekan lalu.
Budi memperkirakan IHSG bisa turun hingga ke level 6.500 pada akhir Juni 2024, bahkan lebih rendah jika mekanisme FCA tidak dibatalkan atau direvisi.
“Banyak investor yang malas bertransaksi di pasar saham akibat mekanisme FCA,” jelasnya.
Reza Priyambada, Investment Consultant dari Reliance Sekuritas Indonesia, melihat masih banyaknya sentimen negatif yang membuat pelaku pasar cenderung beralih ke instrumen lain seperti obligasi. “Para investor mungkin masih wait and see dengan kondisi yang ada,” katanya.
Menurut Reza, salah satu kriteria FCA memberikan kesan adanya pembatasan jika terjadi kenaikan harga saham tertentu.
“Ini mungkin yang membuat pelaku pasar tidak banyak bertransaksi. Mereka khawatir saham tersebut bisa disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan masuk ke FCA,” jelasnya.
Reza juga mencatat bahwa sentimen global seperti ketidakpastian hasil rapat FOMC dan pelemahan nilai tukar rupiah turut mempengaruhi kinerja IHSG.
“Pergerakan IHSG saat ini berhubungan dengan persepsi dan asumsi pelaku pasar,” terangnya.
Sementara, Daniel Agustinus, Certified Elliott Wave Analyst Master dari Kanaka Hita Solvera, mengamati bahwa aliran dana asing keluar berpengaruh signifikan terhadap melemahnya IHSG. Para investor cenderung beralih ke instrumen safe haven seperti emas dan dolar AS.
“Asing juga tercatat menjual saham-saham perbankan seperti BBRI, BBCA, BBNI, dan BMRI,” tuturnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.