KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat merah minggu ini, sedangkan nilai transaksi harian juga menurun, namun hal ini dijelaskan sebagai bagian dari mekanisme pasar yang tidak dapat diintervensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI, menyatakan bahwa kondisi pasar yang lesu minggu ini adalah hasil dari dinamika pasar yang terbentuk oleh permintaan dan penawaran yang ada. Menurut Jeffrey, BEI tidak memiliki kewenangan atau kemampuan untuk mengendalikan IHSG.
Menurutnya, yang bisa dijaga oleh BEI saat ini adalah likuiditas pasar. Salah satu upaya yang dimaksud adalah kebijakan liquidity provider atau market maker. Setidaknya kebijakan terkait liquidity provider akan mengerek rata-rata nilai transaksi harian atau RNTH. “Kira-kira itu (market maker) nanti akan meningkatkan likuiditas, jadi kita tidak bicara naik turun IHSG tapi kami fokus pada peningkatan likuiditas,” ungkapnya.
Seperti yang diketahui, pada pekan ini IHSG kembali ke bawah 6.900an. Selama sepekan ini, IHSG turun sebesar 1,04 persen menjadi berada pada level 6.897,950 dari 6.970,730 pada penutupan pekan yang lalu. Kapitalisasi pasar bursa selama sepekan juga lesu, yaitu sebesar 2,85 persen menjadi Rp11.488 triliun dari Rp11.825 triliun pada sepekan lalu.
Rata-rata frekuensi transaksi selama sepekan berubah sebesar 17,94 persen menjadi 927 ribu kali transaksi dari 1,13 juta kali transaksi pada sepekan lalu. Sedangkan rata-rata volume transaksi harian selama sepekan mengalami perubahan sebesar 23,82 persen menjadi 15,79 miliar lembar saham dari 20,73 miliar lembar saham pada sepekan lalu.
Rata-rata nilai transaksi harian pekan ini amblas 42,69 persen, yaitu menjadi Rp10,39 triliun dari Rp18,12 triliun. Pergerakan investor asing hari ini mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp894,24 miliar dan sepanjang tahun 2024 investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp8,59 triliun.
Isu Mekanisme FCA
Ketika ditanya tentang kemungkinan penyebab lesunya pasar, termasuk penggunaan papan pemantauan khusus (PPK) dan mekanisme full call auction (FCA), Jeffrey menegaskan bahwa masih terlalu awal untuk membuat kesimpulan.
Jeffrey menyebutkan saat ini pihaknya secara internal sedang mengumpulkan masukan serta saran dari pelaku pasar dan stakeholder terkait mengenai PPK FCA yang berlaku sejak Maret lalu. Evaluasi aturan ini diharapkan selesai sesegera mungkin. “Kita harapkan segera, tunggu saja,” kata Jeffrey, dikutip Minggu, 9 Juni 2024.
Ketika dipertegas waktu penyelesaian di kuartal III 2024, Jeffrey tidak menampik atau mengaminkan pertanyaan wartawan. Dia hanya menyebutkan saat ini pihaknya sedang melakukan evaluasi dan hasilnya akan diumumkan secepat mungkin. Lebih jelas, Jeffrey menyebutkan seluruh peraturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan Bursa, dalam konteks ini adalah PPK FCA akan dilakukan reviu setelah penerapan dilakukan.
Dia juga mengklaim segala jenis masukan dari pelaku pasar kepada bursa baik melalui penyampaian langsung, media sosial atau bentuk apa pun akan didengar dan diperhatikan.
FCA di Mata Investor
Investor berharap BEI mengevaluasi penerapan kebijakan PPK dengan sistem perdagangan FCA yang memiliki dampak luas terhadap kondisi pasar saham saat ini. Evaluasi dan komunikasi yang transparan diperlukan untuk memulihkan kembali kepercayaan investor serta stabilitas pasar saham.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana menyatakan sentimen pada saham BREN, yang masuk dalam papan pemantauan khusus PPK FCA telah berdampak signifikan terhadap perdagangan saham di BEI. Hal ini pun menjadi satu indikator kepercayaan investor yang perlu dicermati otoritas Bursa.
“Jika sentimen negatif, hal ini dapat menurunkan minat investor bukan hanya terhadap saham BREN tetapi kepercayaan terhadap BEI,” ujarnya.
Di sisi lain, kata Hendra, kebijakan PPK FCA yang diterapkan untuk mengendalikan volatilitas harga saham justru direspons negatif oleh pasar dan meningkatkan volatilitas di BEI. Apalagi, dengan kapitalisasi pasar BREN yang turun dari Rp1.505,09 triliun menjadi Rp809,46 triliun, mencerminkan hilangnya likuiditas dari pasar. Hilangnya kapitalisasi pasar sebesar Rp695,63 triliun itu akhirnya berdampak negatif terhadap perdagangan saham di BEI.
“Likuiditas pasar berkurang, volatilitas IHSG meningkat, dan sentimen pasar menjadi negatif. Untuk mengatasi tantangan ini, Bursa perlu mengevaluasi kebijakan FCA dan berkomunikasi secara transparan dengan investor untuk memulihkan kepercayaan pasar,” tuturnya.
Hendra menambahkan bahwa implementasi PPK FCA juga meningkatkan ketidakpastian di kalangan investor. Kebijakan tersebut acap kali dipandang sebagai tanda adanya masalah mendasar dengan saham yang bersangkutan, sehingga memicu aksi jual lebih lanjut dan menurunkan kepercayaan investor terhadap pasar saham secara keseluruhan.
“Hal ini terbukti pada kasus saham BREN, di mana implementasi FCA berkontribusi pada penurunan drastis harga saham dan kapitalisasi pasar. Alih-alih menerapkan FCA untuk melindungi investor, malah menjadi bulan- bulanan kritik para investor,” pungkasnya.
Sementara itu, dia menilai IHSG masih akan dibayangi sentimen negatif terkait dengan kebijakan PPK FCA. Hendra memperkirakan pergerakan indeks komposit selama sepekan akan menguji area gap pada level 6.862 hingga 6.906. (*)