KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kini berada di titik krusial. Pada penutupan perdagangan Selasa, 16 Juli 2025, indeks ditutup persis di level 7.140. Ini adalah angka yang oleh banyak analis teknikal dianggap sebagai “pintu masuk” menuju fase penguatan berikutnya.
Dalam sesi perdagangan, Kiwoom Sekuritas melihat IHSG sempat menyentuh level tertinggi harian di 7.161, namun gagal mempertahankan momentumnya hingga akhir sesi.
Kini, pasar menunggu konfirmasi, apakah resistance 7.140 ini bisa dilewati, atau justru akan menjadi titik balik menuju konsolidasi baru? Jawabannya bisa datang dalam 24 jam ke depan, dengan dua faktor penting yang akan sangat menentukan arah pasar.
Yang pertama adalah kabar dari Washington. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan bahwa tarif impor barang dari Indonesia akan diturunkan dari 32 persen menjadi 19 persen.
Langkah ini merupakan bagian dari kesepakatan dagang yang lebih besar antara kedua negara, dan bisa menjadi angin segar bagi sektor ekspor nasional. Bagi pasar, kabar ini bisa dibaca sebagai sinyal bahwa hubungan dagang Indonesia-AS mulai mencair, dan itu membuka ruang optimisme baru, khususnya di tengah ketidakpastian global.
Tapi yang mungkin lebih krusial bagi pelaku pasar domestik adalah keputusan suku bunga dari Bank Indonesia yang akan diumumkan hari ini.
Konsensus memperkirakan ada peluang BI memangkas suku bunga acuan (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen, seiring inflasi yang mulai terkendali dan kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat di semester kedua tahun ini.
Meski begitu, tak sedikit yang melihat BI masih akan memilih menahan suku bunga di level 5,50 persen. Salah satunya adalah Kiwoom Sekuritas.
Dalam catatannya, mereka menyebutkan bahwa posisi nilai tukar rupiah yang relatif stabil di kisaran Rp16.254 per dolar AS belum cukup menjadi alasan untuk terburu-buru menurunkan bunga. Apalagi, yield US Treasury tenor 10 tahun dan indeks dolar (DXY) sedang menunjukkan tren naik.
Bila spread antara suku bunga Indonesia dan AS menyempit terlalu cepat, bisa menurunkan daya tarik pasar obligasi domestik bagi investor asing.
Stabilitas rupiah tetap jadi prioritas utama Bank Indonesia. Dan dalam konteks ini, kebijakan moneter yang terlalu agresif justru bisa kontraproduktif.
Performa Solid IHSG Secara Teknikal
Secara teknikal, IHSG menunjukkan performa yang cukup solid. Setelah berhasil keluar dari pola downtrend yang terbentuk sejak Februari hingga awal April, indeks beranjak naik dalam tren yang konsisten.
Harga kini sudah bertengger di atas seluruh garis moving average utama (MA10, MA20, dan MA50), sebuah sinyal bahwa tekanan beli masih mendominasi. Indikator RSI juga berada di level 63—cukup sehat, belum jenuh beli, tapi menunjukkan bahwa momentum masih mengarah ke atas.
Bila IHSG mampu menembus 7.140 dengan dukungan volume dan sentimen yang kuat, target jangka pendek berikutnya berada di kisaran 7.200 hingga 7.240. Namun jika gagal bertahan di atas level ini, ada potensi indeks kembali ke jalur konsolidasi dengan area support terdekat di 7.000 dan 6.950.
Bagi investor, hari ini bukan sekadar soal grafik, tapi tentang bagaimana pasar membaca dua narasi besar, arah kebijakan moneter dan dinamika geopolitik yang sedang bergeser. Jika keduanya bersinergi ke arah yang mendukung, maka jalan menuju breakout bisa terbuka lebar.
Dan jika tidak, pasar akan kembali menunggu, seperti biasa, dengan napas pendek dan mata tajam, mencari arah berikutnya.(*)