KABARBURSA.COM - Pada penutupan perdagangan Jumat, 3 Januari 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatatkan keuntungan yang tipis, dengan meningkat sebesar 1.22 poin atau 0.02 persen, berakhir di level 7,164.43.
Posisi ini menandakan stabilitas pasar meskipun volume transaksi yang terlibat cukup signifikan. IHSG dibuka di level 7,163.21, mengalami sedikit pergerakan dari harga penutupan sebelumnya yang tercatat 7,163. Walaupun dampaknya tidak terlalu besar, pergerakan yang sangat tipis menunjukkan sebuah ketahanan pasar dalam menghadapi berbagai dinamika.
Selama sesi perdagangan, IHSG sempat mencatatkan level tertinggi pada angka 7,197.01, menggambarkan adanya upaya dari para pelaku pasar untuk mencari level puncak dan optimisme tertentu di pasar.
Di sisi lain, indeks juga sempat merosot sedikit menuju level terendah di 7,135.28, yang menandakan ketidakpastian jangka pendek dan beberapa tekanan yang muncul akibat aksi jual.
Sementara itu, frekuensi transaksi saham hari ini mencapai angka lebih dari satu juta dengan lebih dari 1,000,000 transaksi tercatat. Meski volume perdagangan besar, pengaruhnya terhadap pergerakan indeks terbilang moderat, dengan nilai jual bersih (foreign buy dan sell) yang signifikan – lebih dari Rp2 triliun di kedua sisi, menunjukkan dominasi investor asing yang mungkin memainkan peranan dalam pergerakan harga hari ini.
Meskipun keuntungan yang dicatat relatif kecil, penguatan IHSG di awal tahun ini dapat menjadi tanda positif, dengan harapan adanya pemulihan dan momentum pasar yang terus berlanjut di sepanjang 2025. Namun, perlu diwaspadai bahwa volatilitas pasar yang terjadi ini juga mencerminkan adanya ketidakpastian yang perlu diperhatikan lebih dalam, baik di level domestik maupun dari dampak global.
Kinerja ini merupakan bagian dari gambaran lebih besar mengenai bagaimana investor merespons situasi pasar saat ini, dengan tetap melihat adanya faktor eksternal yang turut mempengaruhi tren ke depan.
Mengutip data Stockbit, lima besar top gainers diisi oleh PT Duta Anggada Realty Tbk (DART) yang naik 34,94 persen atau setara dengan 58 poin menuju level Rp224. Kemudian ada MPX Logistic International Tbk (MPXL) yang melesat 34,86 persen atau setara dengan 38 poin dan bertengger di level Rp147.
Saham Semacom Integrated Tbk (SEMA) terbang 34,52 persen atau setara dengan 29 poin ke level Rp113. Sementara, saham Satria Antaran Prima Tbk (SAPX) melompat 24,32 persen atau 405 poin ke level Rp2.070. Dan saham Sumber Mineral Global Abadi Tbk (SMGA) naik 20,69 persen atau 12 poin di level Rp70.
Sedangkan untuk top losersnya diisi oleh PT Indo Straits Tbk (PTIS) yang turun 16,78 persen, PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) melemah 15,07 persen, PT Indah Prakasa Sentosa Tbk (INPS) terjun 13,29 persen, PT Era Graharealty Tbk (IPAC) anjlok 9,80 persen, dan PT Soraya Berjaya Indonesia Tbk (SPRE) turun 9,76 persen.
Wall Street Anjlok
Pada pembukaan perdagangan hari ini, Wall Street mengalami penurunan. Dow Jones Industrial Average, yang terdiri dari 30 saham unggulan, turun 152 poin atau 0,4 persen. Begitu pula dengan indeks acuan S&P 500 yang turun 13 poin atau 0,2 persen, sementara indeks teknologi Nasdaq Composite merosot 30 poin atau 0,2 persen.
Penurunan ini dipicu oleh turunnya saham Tesla lebih dari 6 persen setelah produsen mobil listrik ini melaporkan penurunan penjualan tahunan pertama, meskipun telah melakukan serangkaian pemotongan harga dan promosi untuk meningkatkan permintaan.
Di sisi lain, ada sejumlah data ekonomi yang mencatatkan perbaikan. Klaim tunjangan pengangguran baik awal maupun lanjutan di Amerika Serikat mengalami penurunan minggu lalu, yang memberikan harapan bagi pasar bahwa Federal Reserve (bank sentral AS) mungkin akan mempertahankan suku bunga tanpa perubahan pada pertemuan kebijakan bulan ini.
Sementara itu, para investor menantikan angka-angka terkait aktivitas manufaktur AS untuk bulan Desember. Indeks manajer pembelian (PMI) sektor manufaktur yang dikeluarkan oleh Institute for Supply Management (ISM) diperkirakan sedikit mendingin menjadi 48,2 dari 48,4 pada November.
PMI di bawah angka 50 mengindikasikan adanya kontraksi, meskipun ini sudah menjadi bulan kedelapan berturut-turut PMI berada di bawah 50, angka ini tetap berada di atas level 42,5, yang menurut ISM menandakan adanya ekspansi ekonomi yang lebih luas.
Tungguannya kini beralih pada data pesanan baru dan apakah terdapat pelonggaran kendala biaya input menuju pemerintahan pro-bisnis di bawah presiden Donald Trump. PMI sub-indeks pesanan baru yang naik menjadi 50,5 pada November menjadi sinyal positif karena ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur mungkin kembali mengalami ekspansi untuk pertama kalinya sejak Maret.
Di luar data ekonomi, perhatian pasar juga tertuju pada isu politik yang berkembang di Amerika Serikat. Presiden Joe Biden dikabarkan akan memblokir akuisisi U.S. Steel oleh Nippon Steel Jepang.
Keputusan ini terpicu oleh kekhawatiran bahwa akuisisi tersebut dapat mengancam pasokan baja domestik AS dan berdampak pada kapasitas produksi baja yang ada di Amerika Serikat. Penentangan datang dari beberapa anggota legislatif serta serikat pekerja, yang memperingatkan bahwa hal itu dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja.
Sementara itu, pasar saham AS diperkirakan akan pulih pada perdagangan Jumat mendatang, dengan saham berjangka AS menunjukkan sedikit kenaikan. Meskipun sentimen pasar sempat terganggu oleh revisi penurunan estimasi produk domestik bruto (PDB) oleh Federal Reserve Atlanta, yang menunjukkan bahwa ekonomi AS melambat menjelang akhir 2024, Wall Street masih mencatatkan kinerja yang sangat baik sepanjang tahun 2024.
Pasar Asia Berjaya
Di pasar Asia, sebagian besar bursa saham mengalami kenaikan pada perdagangan hari ini, kecuali saham-saham China yang terus menurun. Investor mengamati pergerakan Beijing yang mengindikasikan kemungkinan pemotongan suku bunga di 2025 serta rencana penerbitan obligasi jangka panjang dan peningkatan konsumsi untuk merangsang perekonomian.
Ini memberikan sinyal bahwa kelemahan pasar global mungkin mulai mereda, seiring para investor bersiap dengan strategi alokasi aset untuk 2025.
Sementara itu, pasar Eropa bergerak sedikit lebih rendah dengan awal yang penuh gejolak pada 2025, diwarnai oleh ketidakstabilan politik di Prancis, pemilihan umum yang akan datang di Jerman, dan potensi tarif dari pemerintahan Trump.
Fokus perhatian investor kini tertuju pada data pengangguran di Jerman dan Spanyol serta angka inflasi di Turki dan Polandia, yang diperkirakan akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai prospek ekonomi di kawasan Eropa.(*)