Logo
>

IMF Pangkas Biaya Pinjaman untuk Negara-negara dengan Utang Terbesar: Siapa Saja?

Ditulis oleh Pramirvan Datu
IMF Pangkas Biaya Pinjaman untuk Negara-negara dengan Utang Terbesar: Siapa Saja?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dana Moneter Internasional (IMF) telah mengurangi biaya pinjaman untuk beberapa negara dengan utang terbesar di dunia, merespons kritik yang menyebut biaya tersebut sebagai hukuman yang tidak adil di tengah kenaikan suku bunga global.

    Dewan Eksekutif IMF menyetujui pemangkasan biaya tambahan, yang biasanya dikenakan di luar bunga reguler bagi negara-negara yang meminjam lebih dari kuota atau membutuhkan waktu lebih lama untuk melunasi utangnya kepada IMF.

    Negara-negara yang paling merasakan beban biaya tambahan ini termasuk Argentina, Mesir, Ukraina, dan Ekuador. Menurut Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, langkah ini akan menurunkan total biaya pinjaman IMF sebesar 36 persen, atau setara USD1,2 miliar per tahun. "Jumlah negara yang harus membayar biaya tambahan pada tahun fiskal 2026 akan berkurang dari 20 menjadi 13," ungkap Georgieva, dikutip oleh The Business Times pada Senin, 14 Oktober 2024.

    Namun, meskipun ada pemotongan ini, masih belum jelas apakah langkah tersebut cukup untuk memuaskan para pengkritik program. Beberapa pemimpin negara seperti Argentina dan Brasil telah secara terbuka menyerukan agar biaya tambahan ini ditangguhkan. Keringanan yang diberikan pun tampak kecil dibandingkan dengan total utang global yang berdenominasi dolar, yang mencapai USD1,62 triliun di pasar negara berkembang, dengan USD132 miliar di antaranya jatuh tempo tahun depan.

    Georgieva akan memimpin pertemuan para pemimpin keuangan global di Washington bulan ini, dan berharap dapat menunjukkan kesediaan IMF untuk merespons kekhawatiran negara-negara yang sedang terjebak utang. Ia juga menegaskan bahwa reformasi ini akan menaikkan ambang batas untuk dikenakannya biaya tambahan, serta mengurangi margin di atas suku bunga yang berlaku.

    Keluhan Sistem Biaya

    International Monetary Fund (IMF) tengah mempertimbangkan serangkaian opsi untuk meringankan beban utang yang dikenakan kepada negara-negara yang mencari dukungan keuangan. Rencana ini muncul sebagai tanggapan terhadap keluhan bahwa sistem biaya saat ini terlalu memberatkan, terutama bagi negara-negara yang berada dalam situasi keuangan yang sulit.

    Dewan eksekutif IMF mengadakan pertemuan untuk membahas potensi perubahan terhadap sistem surcharge yang diterapkan pada negara-negara peminjam. Surcharge adalah biaya tambahan yang dikenakan kepada negara-negara yang menggunakan lebih dari alokasi sumber daya IMF atau yang memakan waktu lebih lama untuk membayar kembali pinjaman.

    Menurut sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, belum ada keputusan akhir yang dibuat, dan opsi perubahan dapat diterapkan secara bersamaan atau terpisah.

    Respons terhadap Kondisi Global

    Amerika Serikat, sebagai pemegang saham terbesar IMF, telah menunjukkan kesediaan untuk mempertimbangkan perubahan ini. IMF sebelumnya menyatakan bahwa “sejumlah” direktur terbuka untuk meninjau kebijakan surcharge ini. Setiap perubahan yang diusulkan memerlukan dukungan 70 persen suara dari anggota IMF.

    Diskusi mengenai pengurangan biaya ini berlangsung menjelang pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia yang dijadwalkan pada minggu ketiga bulan Oktober. Kenaikan suku bunga yang telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir, sekarang di atas 8 persen untuk beberapa pinjaman, semakin menjadi sorotan.

    Kritikus, termasuk progresif di AS dan pemimpin negara lain seperti Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, menilai bahwa kondisi ini menciptakan beban berat bagi negara-negara yang justru membutuhkan bantuan

    IMF saat ini mengenakan suku bunga sebesar 200 basis poin (2 persen) pada pinjaman yang melebihi 187,5 persen dari “kuota” pembiayaan IMF suatu negara. Jika pinjaman tetap melebihi ambang batas tersebut setelah tiga tahun, suku bunga dapat meningkat menjadi 300 basis poin.

    Beberapa usulan yang tengah dipertimbangkan mencakup menaikkan ambang batas suku bunga yang lebih tinggi menjadi 300 persen dari kuota dan menurunkan suku bunga untuk utang yang telah melebihi ambang batas lebih dari tiga tahun.

    Indonesia Bebas Utang IMF

    Utang Indonesia kembali menjadi sorotan di media sosial setelah pemerintah mengumumkan bahwa total utangnya per 30 April 2024 mencapai Rp8.338,43 triliun.

    Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memulai periode keduanya, total utang negara mengalami peningkatan signifikan sekitar Rp3.551,85 triliun. Pada tahun 2019, total utang berada di angka Rp4.786,58 triliun.

    Setelah 2019, utang terus meningkat. Pada tahun 2020, total utang meloncat menjadi Rp6.079,17 triliun, mencatatkan kenaikan 27,01 persen. Di tahun berikutnya, jumlah utang meningkat lagi menjadi Rp6.913,98 triliun, dan pada tahun 2022 mencapai Rp7.776,74 triliun. Pada tahun 2023, total utang mencatat angka Rp8.163,07 triliun.

    Walaupun utang pemerintah Indonesia terus mengalami kenaikan, penting untuk dicatat bahwa Indonesia tidak lagi memiliki utang kepada International Monetary Fund (IMF), yang telah dilunaskan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

    Bagi banyak negara, International Monetary Fund (IMF) berfungsi sebagai lembaga yang dapat diandalkan selama masa-masa krisis ekonomi. Ketika sebuah negara memerlukan dukungan finansial, IMF memberikan pinjaman untuk membantu memulihkan stabilitas mata uang, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan mendukung pembelian impor yang diperlukan.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.