KABARBURSA.COM - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut pulau-pulau kecil di Indonesia bisa memanfaatkan air laut sebagai sumber kehidupan.
Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Medrilzam, menuturkan pihaknya sangat konsen dengan isu air bersih, terutama di pulau-pulau kecil tanah air.
"Kita ingin mengangkat betul persoalan air bersih di pulau-pulau kecil ini karena urgensinya sudah ada," katanya di acara ‘Peran PBB dan Indonesia dalam World Watter Forum’ di Jakarta, Kamis, 16 Mei 2024.
Untuk merealisasikan itu, Medrilzam mengatakan, pemerintah tengah menggodok pemanfaatan air laut sebagai sumber kehidupan di pulau-pulau kecil di Indonesia.
Sebenarnya, kata dia, Indonesia telah memiliki teknologi bernama reverse osmosis yang sudah ada sejak tahun 1960-an. Akan tetapi, teknologi ini belum bisa dimanfaatkan dengan baik.
"Untuk manfaatkan air laut kita sudah punya teknologinya, walaupun susah berkembang di Indonesia," ungkapnya.
Medrilzam menyatakan penggunaan reverse osmosis sudah mulai diterapkan lagi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Menurut dia, teknologi ini memang sudah harus dimanfaatkan betul di Indonesia.
"Kuncinya adalah bagaimana kita bisa me-manage stok air pada saat kelebihan kita simpen. Saat kekeringan kita pakai," jelasnya.
Sementara itu Penasihat Senior United Nations Development Programme (UNDP) Ansye Sopacua membeberkan penerapan teknologi dalam memanfaatkan air laut tidak mudah untuk diterapkan.
Ansye mengatakan, pihaknya telah menerapkan teknologi pemanfaatan air hujan dan laut beberapa daerah di Indonesia. Namun menurut dia, masyarakat belum bisa menerima inovasi yang ada.
"Teknologinya sebenernya sudah ada, tapi tidak dengan mudah diterima masyarakat. Kami sudah bikin, di Selatan Pulau Timor, itu setiap rumah dikasih. Karena tidak biasa orang mandi dari air hujan yang memang berbeda," ujar dia.
Adapun sebagaimana diketahui, isu krisis air menjadi fokus pada gelaran World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali mendatang pada 18-25 Mei 2024.
WWF merupakan pertemuan internasional yang melibatkan sejumlah pemangku kepentingan di sektor sumber daya air, mulai dari pemerintah, parlemen, pemimpin politik, lembaga multilateral, politisi, akademisi, masyarakat sipil, dan pelaku usaha.
Acara ini akan menjadi platform untuk membahas masalah kritis terkait air, termasuk pengelolaan air yang berkelanjutan, adaptasi terhadap perubahan iklim, dan air dan sanitasi.
Forum Air Dunia ke-10 ini mengusung enam sub tema, yakni ketahanan dan kesejahteraan air, air untuk manusia dan alam, pengurangan dan pengelolaan risiko bencana, tata kelola, kerja sama, dan hidro-diplomasi, pembiayaan air berkelanjutan, dan pengetahuan dan inovasi.
Tahun 2050 air jadi barang langka
Direktur Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Medrilzam, mengatakan bumi memiliki ketersediaan air yang banyak, namun tidak banyak yang bisa dimanfaatkan. Kondisi ini membuat kelangkaan air di bumi.
“Dari neraca yang ada, bumi kita memang airnya banyak, tapi ternyata fresh water yang bisa dimanfaatkan itu terlihat kecil,” kata Medrilzam di acara ‘Peran PBB dan Indonesia dalam World Water Forum’ di Jakarta, Kamis, 16 Mei 2024.
Dari ketersediaan yang ada, ungkap Medrilzam, fresh water di bumi hanya sekitar 2,5 persen. Hal inilah yang menyebabkan air di bumi tidak bisa dimanfaatkan dengan banyak.
Dia melanjutkan, ada beberapa analisa yang menyebut pada 2050 tahun mendatang, penduduk dunia bakal mengalami water tress atau kelangkaan air.
“Beberapa analisa menyebut bahwa nanti di 2050 water tress besar sekali,” ungkapnya.
Menurut Medrilzam, kejadian itu bisa terjadi lantaran air di dunia semakin banyak digunakan penduduk di bumi.
“Kebutuhan air yang tadi hanya sedikit sekali, tapi semakin lama kebutuhan semakin besar,” katanya.
Medrilzam mengatakan, permasalahan itulah menjadi perhatian khusus pihaknya selama gelaran World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali mendatang.
Sebagai informasi, World Water Forum akan digelar pada 18-25 Mei 2024 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali.
World Water Forum merupakan pertemuan internasional yang melibatkan sejumlah pemangku kepentingan di sektor sumber daya air, mulai dari pemerintah, parlemen, pemimpin politik, lembaga multilateral, politisi, akademisi, masyarakat sipil, dan pelaku usaha.
Acara ini akan menjadi platform untuk membahas masalah kritis terkait air, termasuk pengelolaan air yang berkelanjutan, adaptasi terhadap perubahan iklim, dan air dan sanitasi.
Forum Air Dunia ke-10 ini mengusung enam sub tema, yakni ketahanan dan kesejahteraan air, air untuk manusia dan alam, pengurangan dan pengelolaan risiko bencana, tata kelola, kerja sama, dan hidro-diplomasi, pembiayaan air berkelanjutan, dan pengetahuan dan inovasi.
Hasil forum diharapkan dapat menghasilkan komitmen dan tindakan nyata untuk mencapai pengelolaan air yang lebih baik dan berkelanjutan.
Sementara itu Spesialis Water, Sanitation, Hygiene Unicef, Maraita Listyasari menyebut keseriusan Indonesia dalam mengatasi sumber air bersih sudah baik. Menurutnya, pemerintah sudah mampu meningkatkan akses layanan air minum dan sanitasi dasar.
“Data yang ada menyebutkan dari tahun 2000 hingga 2023, sudah cukup tinggi signifikan peningkatan akses kelahiran sanitasi,” tutur dia dalam kesempatan yang sama.
Pemerintah Indonesia, jelas Maraita, sudah berkomitmen dalam memenuhi target tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Dengan ini, dia berujar target yang ingin dicapai pemerintah kini mempunyai standar kualitas yang lebih tinggi.
“karena ingin memberikan banyak manfaat yang lebih baik untuk masyarakat maka berbagai hal perlu ditingkatkan di area inilah yang kami lakukan bagaimana untuk mendukung pemerintahan Indonesia dalam mengatasi kendala-kendala yang ada dihadapi khususnya dalam menyediakan akses air minum,” pungkas dia.