KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa Singapura membutuhkan pasokan listrik dari Indonesia. Oleh karena itu, ia mengundang produsen tenaga surya asal China untuk terlibat dalam upaya ini.
Salah satu upaya yang diajukan adalah dengan mendirikan pabrik panel tenaga surya di Indonesia.
"Dengan potensi tenaga surya yang besar yang dimiliki Indonesia, yakni mencapai 3000 GW, serta permintaan signifikan dari negara tetangga seperti Singapura sebesar 11 GW hingga tahun 2035, saya mendorong produsen tenaga surya dan rantai pasokan dari Tiongkok untuk mendirikan pabrik di Indonesia," ujar Luhut dikutip dari akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan pada Senin, 17 Juni 2024.
Ajakan ini disampaikan Luhut saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri China, H.E Wang Yi, di kawasan Geopark Changai Shan, China. Keduanya membahas beberapa hal terkait usulan kerja sama tiga arah yang disepakati dalam pertemuan High Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) Indonesia-China keempat di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada April 2024.
Dalam pertemuan tersebut, Luhut juga menekankan dua langkah penting dalam meningkatkan kerja sama antara Indonesia dan China. Pertama, pembentukan gugus tugas untuk mendorong kerja sama di bidang ketahanan pangan dan kesehatan.
Kedua, kerja sama di tiga bidang, yaitu pembangunan hijau, pembangunan digital, dan kesejahteraan rakyat, yang diarahkan untuk implementasi berbagai MoU antar pemerintah (G2G) yang telah ditandatangani pada tahun 2023, mencakup kerja sama ekonomi digital, transisi energi, dan hilirisasi.
"Saya juga mendorong perusahaan-perusahaan Tiongkok yang telah bekerja sama dengan Indonesia dalam investasi energi hijau, untuk mengundang pemasoknya berinvestasi di tanah air, terutama di industri baterai berbasis nikel yang memanfaatkan produksi nikel di Indonesia," jelas Luhut.
Selain itu, Luhut meminta bantuan China untuk mendukung upaya Indonesia dalam meningkatkan kualitas udara, terutama melalui bantuan teknis untuk mengurangi polusi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap.
Luhut juga mengundang pemerintah China untuk berpartisipasi dalam Indonesia International Sustainability Forum yang akan diadakan pada 5-6 September 2024 mendatang.
Luhut menambahkan bahwa pada tahun 2025, Indonesia dan China akan merayakan 75 tahun hubungan diplomatik. Ia berharap kedua negara dapat terus saling mendukung dan bersama-sama mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
"Seperti dua batang bambu yang tumbuh berdampingan dan menjulang tinggi mencapai langit. Model kemitraan strategis komprehensif yang telah kami bangun bersama selama ini diharapkan menjadi contoh solidaritas untuk mewujudkan masa depan bersama bagi negara berkembang lainnya," pungkasnya.
Subsidi Listrik 2025 Capai Rp88 Triliun
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian ESDM menegaskan komitmennya dalam menyediakan subsidi listrik yang berdampak nyata bagi masyarakat.
Kementerian ESDM memastikan memantau jumlah pelanggan yang menerima subsidi serta anggaran yang dialokasikan, dengan tujuan untuk memastikan bahwa manfaatnya benar-benar dirasakan oleh yang membutuhkan.
Data Subsidi Listrik Kementerian ESDM terbaru menunjukkan pada 2024, jumlah pelanggan subsidi listrik diperkirakan akan mencapai 42,08 juta.
Angka ini diharapkan akan tetap bertahan pada 2025. Kategori pelanggan yang menerima subsidi mencakup berbagai sektor seperti rumah tangga, bisnis kecil, industri kecil, pemerintah, dan sosial.
Subsidi listrik ini sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Sejak 2017, terjadi perubahan signifikan dalam kebijakan subsidi listrik. Jumlah pelanggan yang menerima subsidi untuk kategori R-1/450 VA terus meningkat sekitar 0,9 persen per tahun. Sementara itu, pelanggan R-1/900 VA mengalami lonjakan yang lebih tinggi dengan kenaikan rata-rata 7 persen per tahun.
Peningkatan ini didorong oleh perluasan akses listrik dan mutasi pelanggan yang lebih tepat sasaran.
Pada 2025, jumlah pelanggan yang menerima subsidi listrik untuk kategori R-1/450 VA diproyeksikan mencapai 24,94 juta pelanggan, meningkat dari 24,77 juta pada 2024. Di sisi lain, jumlah pelanggan R-1/900 VA juga diperkirakan meningkat menjadi 10,28 juta pada 2025, dari 9,71 juta pada 2024. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah dalam memperluas akses listrik bagi masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta rumah tangga yang tidak mampu.
Besaran Subsidi dan Parameter Ekonomi
Besaran subsidi listrik menunjukkan tren yang stabil dengan sedikit fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022, subsidi listrik mencapai Rp63,17 triliun, sedikit meningkat dari Rp58,83 triliun pada tahun 2021.
Pada tahun 2023, besaran subsidi listrik diperkirakan mencapai Rp69,85 triliun berdasarkan data yang belum diaudit.
Pada 2024, besaran subsidi listrik diproyeksikan mencapai Rp73,24 triliun, dengan volume penjualan subsidi mencapai 73,24 TWh. Pemerintah terus berupaya mengendalikan besaran subsidi listrik melalui berbagai kebijakan, termasuk pengaturan specific fuel consumption (SFC), susut jaringan, penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT), dan Domestic Market Obligation (DMO).
Untuk 2025, kebutuhan subsidi listrik diperkirakan akan berada di kisaran Rp 83,02 hingga Rp88,36 triliun. Kenaikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi makro seperti nilai tukar rupiah yang diperkirakan berada di kisaran Rp15.300 hingga Rp16.000 per dolar AS, harga minyak dunia (ICP) sebesar USD75-85 per barrel, dan inflasi sebesar 1,5-3,5 persen.
Adapun alokasi subsidi listrik 2025 berdasarkan kategori pelanggan sebagai berikut:
- Sosial: Rp12,16-13,08 triliun (14,65-14,80 persen dari total subsidi)
- R1/450 VA: Rp38,18-40,16 triliun (45,46-45,99 persen dari total subsidi)
- RI/900 VA: Rp15,75-16,68 triliun (18,88-18,97 persen dari total subsidi)
- Bisnis Kecil: Rp9,39-10,18 triliun (11,31-11,52 persen dari total subsidi)
- Industri Kecil: Rp5,93-6,51 triliun (7,15-7,37 persen dari total subsidi)
- Pemerintah: Rp0,36-0,39 triliun (0,44-0,45 persen dari total subsidi)
- Lainnya: Rp1,24-1,34 triliun (1,49-1,52 persen dari total subsidi).
Dalam upaya menjaga agar subsidi listrik tepat sasaran, pemerintah terus memperbaiki mekanisme dan sistem pengawasan. Subsidi listrik hanya diberikan kepada golongan yang berhak, yaitu rumah tangga miskin dan rentan. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong transisi energi yang lebih efisien dan adil dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, fiskal, dan lingkungan.
“Subsidi listrik diberikan kepada golongan yang berhak; Subsidi listrik untuk Rumah Tangga diberikan kepada Rumah Tangga miskin dan rentan; dan Mendorong transisi energi yang lebih efisien dan adil dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, fiskal, dan lingkungan,” demikian kebijakan subsidi listrik untuk tahun 2025 yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.