KABARBURSA.COM - Indonesia berencana menjalin kemitraan baru dengan China dalam sektor pertanian padi dengan tujuan meningkatkan ketahanan pangan. Namun strategi ini membuat beberapa pengamat menyatakan kekhawatiran. Satu alasannya yaitu akan menimbulkan ketegangan dalam hubungan bilateral kedua negara.
Rencana kolaborasi yang ambisius ini dibahas dalam pertemuan bilateral bulan lalu. Indonesia berencana untuk mengembangkan satu juta hektar lahan persawahan di Kalimantan Tengah, dengan China memberikan teknologi pertanian padi mereka.
Di satu sisi, petani setempat menyambut baik inisiatif ini, namun di sisi lain, para pengamat memperingatkan bahwa akan ada tantangan seperti perbedaan kondisi lahan, kekurangan infrastruktur, dan biaya yang tinggi. Selain itu, pengamat juga menyoroti ketidakmerataan dalam sejarah pertanian Indonesia, dan khawatir bahwa langkah baru ini mungkin akan mengulangi kegagalan yang terjadi selama tiga dekade terakhir.
Meskipun jika berhasil, beberapa pengamat khawatir bahwa kerja sama ini dapat mengganggu keseimbangan hubungan bilateral antara Indonesia dan China, terutama jika proyek ini melibatkan penggunaan padi hibrida dari China.
"Jika Indonesia bergantung pada ekspor benih padi hibrida dari China, maka negara tersebut akan terkait secara signifikan dengan China karena kontrol utama benih tersebut berada di bawah pengawasan China," kata ahli pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dwi Andreas Santosa, seperti dikutip dari CNA.
Andreas meyakini China akan membantu Indonesia mengembangkan padi hibrida. Menurut dia, China adalah pelopor padi hibrida, hasil persilangan dari dua varietas induk yang berbeda. Jika ditanam dalam kondisi yang sama dengan varietas padi murni, padi hibrida dapat menghasilkan panen 30 persen lebih banyak.
"Inilah kekuatan China. Mereka mulai mengembangkan padi hibrida pada tahun 70-an dan berhasil menyelamatkan produksi beras China," kata Andreas.
Namun Andreas memperingatkan bahwa tidak mudah mengembangkan padi hibrida di Indonesia dengan kondisi iklim yang berbeda dengan China.
Lebih lanjut, para pengamat khawatir program ini hanya akan mengulangi berbagai kegagalan sebelumnya dalam 30 tahun terakhir, ketika Indonesia berupaya untuk swasembada dengan mengembangkan lahan pertanian besar untuk padi dan tanaman lainnya.
"Memperkenalkan sistem pertanian, seperti membawa teknologi atau benih dari negara lain seperti China, tidak selalu solusi yang baik, efisien dan dapat langsung diterapkan," ujar Khudori, pakar pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).
Baik Andreas dan Khudori sama-sama mencontohkan apa yang terjadi pada 2007. Wakil Presiden Indonesia ketika itu, Jusuf Kalla, berkunjung ke China dan menyatakan ketertarikannya dengan padi hibrida. Indonesia lalu menjalin kerja sama dengan perusahaan China untuk mengembangkan padi hibrida, tapi ternyata gagal.
"Setelah benih padi hibrida diimpor dan dipasarkan sebagai bagian dari bantuan benih untuk petani, hasilnya tidak memuaskan. Di beberapa tempat, padi hibrida yang ditanam terkena penyakit," kata Khudori.
Di samping itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Pandjaitan memaparkan rincian kerja sama pertanian dengan China pada 21 April lalu, selang beberapa hari setelah dia memimpin pertemuan keempat Dialog Tingkat Tinggi dan Mekanisme Kerja Sama (HDCM) dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi.
Dalam pertemuan tahunan yang kali ini digelar di Labuan Bajo itu, kedua negara melakukan peninjauan, perencanaan dan koordinasi kerja sama di berbagai bidang.
"Kita minta mereka memberikan teknologi padi mereka, di mana mereka sudah sangat sukses menjadi swasembada," kata Luhut di akun media sosialnya.
"Dan mereka bersedia. Tinggal kita sekarang menjadi local partner-nya untuk membuat di Kalteng karena tanahnya dari zaman dulu sudah ada, hingga satu juta hektare," imbuhnya.
Luhut menambahkan bahwa proyeknya akan dilakukan berangsur-angsur mulai dari 100.000 hektare, tanpa merinci tenggat waktunya. Dia juga mengatakan bahwa Bulog yang akan menjadi pembeli hasil panennya, dan diharapkan proyek ini bisa dimulai dalam enam bulan lagi.
Jodi Mahardi, juru bicara Luhut, mengatakan bahwa akan dibentuk satuan tugas untuk kerja sama ini, berada di bawah HDCM Indonesia-China. Selain padi, pemerintah juga ingin China akhir tahun ini bisa membantu pengembangan tanaman cabai keriting, bawang putih, durian dan rumput laut.
"Jadi secara teknis, belum ada informasi yang bisa kami ungkapkan secara detail," kata Jodi, beberapa waktu lalu.
Mengapa Harus China?
Menurut Luhut, China dipilih sebagai mitra karena negara itu berhasil mencapai swasembada produksi beras. China adalah negara pusat produksi beras, yang menyumbang sekitar 28 persen dari pasokan global. Menurut artikel yang dirilis Forum Ekonomi Dunia, China memproduksi lebih dari 211 juta ton beras pada 2019.
Tingkat swasembada beras, gandum dan jagung China mencapai rata-rata 97 persen dan tidak ada ketergantungan impor, seperti dilaporkan oleh Global Times pada 2020.
Sementara Indonesia, yang menyandang status produsen beras terbesar ketiga dunia, bahkan belum swasembada.
"Produksi beras Indonesia, yang 93 persennya untuk memenuhi pasar domestik, selalu tidak mencukupi kebutuhan konsumsi," bunyi kutipan di sebuah tajuk oleh para peneliti ISEAS-Yusof Ishak Institute bulan lalu. Untuk menutupi kekurangan tersebut, Indonesia setiap tahunnya mengimpor beras.
"Padi ini menurut saya menjadi sangat serius karena selalu masalah kita adalah padi. Beras, selalu kita impor, 2 juta lah, 1,5 juta lah," kata Luhut.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memproduksi sekitar 53,6 juta ton beras tahun lalu.
Luhut mengatakan bahwa target saat ini adalah memproduksi tambahan 4 hingga 5 juta ton beras per tahun. Dia mencontohkan, 400.000 hektare sawah di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, bisa memproduksi tambahan 2 juta ton padi.
"Jadi kalau program ini jalan, dan menurut saya harus jalan, kita sebenarnya minta 4-5 ton aja sudah selesai masalah ketahanan pangan kita untuk beras," tandas Luhut.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.