KABARBURSA.COM - Transaksi kripto mengalami lonjakan signifikan pada periode Januari-Maret 2024. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat sejak tahun 2022 hingga Maret 2024, total pajak dari perdagangan aset kripto mencapai Rp580,21 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bappebti, Kasan, menyatakan bahwa sebagai upaya untuk mengoptimalkan peran perdagangan aset kripto dalam penerimaan negara, regulasi terkait perpajakan juga sedang dievaluasi dan disempurnakan.
“Transaksi kripto pada periode Januari-Maret 2024 tercatat mencapai Rp158,84 triliun, meningkat sekitar 400 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya,” kata Kasan dalam siaran persnya secara tertulis, Selasa, 7 Mei 2024.
Kasan menekankan bahwa saat ini Indonesia menduduki peringkat ke tujuh di dunia dalam jumlah pelanggan aset kripto menurut Global Crypto Adoption Index 2023, dan hal ini harus dijadikan momentum bagi industri aset kripto untuk bergerak maju.
Dia juga menyampaikan beberapa hal yang menjadi fokus dalam ekosistem aset kripto saat ini. Pertama, implementasi regulasi/kebijakan yang sesuai dengan ketentuan, dengan menekankan perlunya integrasi sistem secara penuh dalam ekosistem aset kripto.
Selain itu, optimalisasi peran Komite Aset Kripto diperlukan untuk mendorong kegiatan pembinaan dan pengembangan industri.
“Kedua, terdapat 35 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) yang terdaftar di Bappebti, dan mereka harus segera menyelesaikan proses menjadi Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) berdasarkan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Lalu, ketiga, saat ini telah diterbitkan izin untuk 545 koin aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia.
Dengan potensi peningkatan perdagangan aset kripto di Indonesia pada tahun ini, pengembangan produk, terutama koin-koin lokal, perlu dilakukan.
“Keempat adalah kontribusi perdagangan aset kripto terhadap penerimaan negara di sektor pajak. Dan, kelima adalah penguatan kolaborasi dengan Bappebti dan pemangku kepentingan terkait, terutama dalam rangka mengawal peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan perdagangan aset kripto dari Bappebti ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sesuai amanat UU No 4/2023 (UU P2SK) yang akan dilakukan pada Januari 2025 mendatang,” sambungnya.
Sementara keenam, lanjut Kasan, penerapan prinsip Know Your Customers (KYC) pada perdagangan aset kripto untuk mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme, guna memperkuat Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Indonesia, serta menjaga perlindungan masyarakat dan kepastian berusaha bagi pelaku industri.
Terakhir, memperkuat inklusi dan literasi aset kripto dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, serta menghindari memberikan janji keuntungan yang tidak realistis.