KABARBURSA.COM - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan bahwa Indonesia siap menjadi pesaing dalam industri wisata kesehatan global melalui Bali International Hospital (BIH).
"Pembangunan BIH merupakan bagian dari komitmen untuk mewujudkan visi Presiden Joko Widodo dalam menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata kesehatan dunia. Diharapkan, BIH tidak hanya menjadi rumah sakit unggulan di Indonesia, tetapi juga mampu menarik pasien internasional untuk berobat di sini," ungkap Erick dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Dalam kunjungan ke BIH hari ini, Erick meninjau progres pembangunan area IGD, area radioterapi seperti Linac dan Brakhiterapi, serta area radiologi yang dilengkapi dengan peralatan medis modern seperti DR X-ray, CT scan, MRI 3 Tesla dan 1,5 Tesla.
Erick menyatakan bahwa kunjungan tersebut bertujuan untuk memastikan pembangunan BIH selesai sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
"Ini adalah langkah krusial dalam pengembangan infrastruktur kesehatan di Indonesia. Kita harus berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan berkontribusi dalam memperkuat citra Indonesia sebagai destinasi wisata kesehatan global," tegasnya.
Rumah Singgah Kanker
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Lestari Moerdijat, menyoroti ketidaksetaraan akses pelayanan pengobatan kanker di berbagai wilayah dan mendesak pemerintah untuk meningkatkan pembangunan rumah singgah kanker.
“Dalam menghadapi situasi ketimpangan akses pelayanan yang menjadi hambatan dalam proses pengobatan kanker, penting untuk membangun lebih banyak rumah singgah kanker yang dapat melayani warga di seluruh wilayah,” ujar Lestari dalam keterangan resmi.
Menurut Lestari, kesenjangan dalam pelayanan kanker di daerah sering kali disebabkan oleh kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai. Pembangunan rumah singgah kanker yang berkualitas diharapkan dapat mengurangi kesenjangan ini.
Selain itu, setiap rumah singgah perlu dilengkapi dengan fasilitas yang memadai dan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat agar dapat beroperasi secara berkesinambungan.
Lestari membawa data dari Kementerian Kesehatan RI yang mencatat jumlah rumah sakit dengan fasilitas kemoterapi, onkologi board, dan radioterapi. Meskipun sudah ada beberapa fasilitas ini, Lestari menekankan pentingnya penambahan rumah singgah kanker di berbagai wilayah.
Praktisi Medis, Inez Nimpuno, menambahkan bahwa dukungan pemerintah sangat penting, termasuk menyediakan payung hukum yang mendukung operasional rumah singgah kanker. Keberadaan payung hukum akan memudahkan pengelolaan dan operasional rumah singgah.
Inez juga menyoroti pentingnya sumber daya manusia, finansial, dan infrastruktur yang memadai untuk pengelolaan rumah singgah. Selain itu, pembangunan jejaring yang kuat antar rumah singgah dan pihak terkait juga dianggap krusial untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Kekurangan Dokter Spesialis
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa Indonesia saat ini membutuhkan setidaknya 29.000 sampai dengan 30.000 dokter spesialis dalam setahun.
Kebutuhan inilah, sambung Budi, yang menjadi tantangan pemerintah sehingga memunculkan permasalah kekurangan dokter spesialis dan distribusi dokter yang tidak merata, karena produksi dokter spesialis saat ini baru mencapai 2.700 orang per tahun.
“Kementerian Kesehatan dengan bantuan Institute for Health Metrics Evaluation (IHME) telah menghitung kebutuhan dokter spesialis di level kabupaten/kota berdasarkan pola demografis dan pola epidemiologis,” kata dia.
Ini disebabkan oleh variasi karakteristik setiap daerah. Misalnya, kebutuhan akan dokter spesialis di Yogyakarta, yang memiliki populasi tua yang signifikan, akan berbeda dengan kebutuhan yang ada di Bali, di mana mayoritas penduduknya lebih muda.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengambil langkah dengan membuat kebijakan untuk membuka pendidikan berbasis rumah sakit dan kolegium, sesuai dengan standar yang diterapkan di seluruh dunia. Menurut Menkes, saat ini ada 420 rumah sakit pendidikan yang akan bekerja sama dengan 24 fakultas kedokteran yang sudah memiliki program pendidikan spesialis.
“Berdasarkan data, kita memiliki kekurangan sebanyak 29.000 dokter spesialis yang harus didistribusikan hingga ke tingkat kabupaten/kota, dan hal ini akan dihitung secara dinamis,” kata Budi.
Langkah selanjutnya adalah memberikan dukungan kepada semua dokter umum yang bersedia menjadi dokter spesialis di daerah tersebut. Saat ini, sebagian besar lulusan dokter spesialis berasal dari perkotaan, karena sulitnya dokter spesialis dari daerah untuk lulus, masuk, dan diterima.
“Maka dari itu, kami menginisiasi dukungan untuk rumah sakit pendidikan, di mana dukungan tersebut akan diberikan kepada mereka yang berpartisipasi dalam program pendidikan,” ungkap Budi.