KABARBURSA.COM - Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, kemajuan peningkatan efisiensi energi di Indonesia cukup baik dibandingkan negara-negara G20 lainnya, dengan rata-rata perkembangan intensitas energi sebesar 3 persen dalam satu dekade terakhir.
"Kemajuan perkembangan Indonesia dalam peningkatan efisiensi energi cukup baik dibandingkan negara-negara G20 lainnya, dengan rata-rata perkembangan intensitas energi sebesar 3 persen dalam dekade terakhir," ujar Dadan.
Dadan mengatakan, Indonesia terus meningkatkan aksi kebijakan energi efisiensi antara lain dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 2023 tentang Konservasi Energi yang menjadi panduan implementasi langkah-langkah efisiensi energi di sektor-sektor industri, bangunan gedung, dan transportasi.
Aksi lainnya, Pemerintah memperluas implementasi sistem pengelolaan energi di sektor industri dengan mencakup 450 pelaku industri intensif-energi.
"Diestimasikan sekitar 5,28 juta TOE penghematan energi di sektor industri pada 2030," ungkapnya.
Dadan melanjutkan, Pada sektor bangunan, Pemerintah memperkuat implementasi regulasi bangunan gedung dan penerapan bangunan hijau dan cerdas.
Di mana, lebih dari 700 bangunan gedung akan menerapkan sistem pengelolaan energi pada tahun depan. Diperkirakan 66 ribu Tonne of Oil Equivalent (TOE) penghematan energi dari gedung-gedung pada 2030.
"Dalam peningkatan efisiensi energi di sektor transportasi, Pemerintah mendorong pemakaian kendaraan listrik serta pengaturan standar-standar ekonomi bahan bakar. Pada 2030, pemerintah menargetkan pemakaian 2 juta unit kendaraan listrik roda-empat dan 13 juta kendaraan listrik roda-dua," ucapnya.
Langkah-langkah pemerintah mewujudkan efisiensi energi diapresiasi IEA dan begitu juga sebaliknya Pemerintah juga mengapresiasi kerja sama dengan IEA yang sudah lama terjalin.
"Kami mengapresiasi kerja sama yang sudah terjalin selama ini utamanya dalam Joint Work Programme (JWP) 2022-2023 dan kami berkomitmen untuk melanjutkan kerja sama yang lebih erat dalam lagi JWP 2024-2025," tutupnya.
Transisi Energi RI
Kementerian ESDM menegaskan bahwa, transisi energi merupakan tanggung jawab bersama, atau bukan hanya golongan tertentu saja. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi Eniya Listiani Dewi mengatakan, transisi energi, merupakan strategi panjang dunia dalam menekan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), mencapai Net Zero Emission (NZE) atau Nol Emisi Karbon hingga meminimalisir perubahan iklim.
"Sekali lagi, saya ingin menekankan bahwa transisi energi adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan kerja sama dan upaya semua orang yang terlibat. Transisi menuju sumber energi yang berkelanjutan dan bersih ini sangat penting bagi masa depan planet kita dan mengatasi perubahan iklim" ujar Eniya.
Eniya mengatakan, diperlukan kolaborasi seluruh pihak, pemerintah, industri (BUMN dan swasta), LSM, akademisi, dan media serta individu untuk bekerja sama mencapai tujuan ini dan memastikan lebih banyak manfaat dunia yang berkelanjutan dan lebih hijau untuk generasi mendatang.
"Masing-masing dari kita memiliki peran untuk dimainkan menyukseskan transisi ini dan menciptakan lingkungan yang lebih ramah lingkungan dan sistem energi yang tangguh untuk kepentingan semua orang," ujarnya.
Kolaborasi bukan hanya dengan kalangan domestik saja, namun juga dengan dunia internasional agar dapat menjadi menjadi stimulus mempercepat akselerasi proses transisi energi karena transisi energi merupakan kunci untuk memungkinkan pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan iklim.
"Tidak ada transisi tanpa kerja sama dan interkoneksi internasional. Tidak ada keamanan tanpa interkonektivitas. Tidak ada keberhasilan tanpa akses energi universal. Diperlukan kolaborasi dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai Energi Berkeadilan Transisi dan memenuhi Tujuan Mitigasi Perubahan Iklim," ucapnya.
Implementasi transisi energi memerlukan inovasi dan kolaborasi dari semua pihak pemangku kepentingan.
Menurutnya, aktor global perlu memenuhi tanggung jawab mereka untuk memberikan dukungan inovasi, transfer teknologi, berbagi pengetahuan, keuangan ramah lingkungan, dan kolaborasi mempercepat transisi yang adil dan merata.
"Dengan memberdayakan masyarakat, meningkatkan daya saing, rantai nilai, dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi jangka panjang," tutupnya.
Transisi Energi Bersih
Lebih lanjut Eniya mengatakan, untuk mempercepat transisi energi menuju energi bersih membutuhkan dana dengan jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu, upaya transisi energi di Indonesia memerlukan dukungan dari investor untuk menanamkan modalnya dalam mengoptimalkan energi bersih di Indonesia.
"Dalam mewujudkan peta jalan transisi energi di Indonesia, membutuhkan investasi yang sangat besar. Meskipun kapasitas pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) terus meningkat, tapi masih membutuhkan biaya besar untuk mempercepat dalam memenuhi target pembangunan nasional," ujar Eniya.
Eniya mengatakan, Indonesia telah membuat kebijakan untuk menciptakan ekosistem yang baik dalam investasi energi bersih, yaitu dengan membebaskan persyaratan lokal konten untuk proyek-proyek EBT yang didanai melalui pinjaman atau hibah luar negeri, dimana hal tersebut merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan EBT di Indonesia.
Selain itu, Eniya menguraikan bahwa Indonesia memiliki modal sumber daya EBT yang sangat besar yang terdiri dari berbagai macam sumber EBT.
"Sumber daya EBT melimpah dan tersebar dengan potensi mencapai 3680 GW yang bisa dioptimalkan untuk memasok kebutuhan energi nasional di masa depan," ujarnya.