KABARBURSA.COM-Produsen kosmetik merupakan salah satu industri yang memanfaatkan garam dalam proses pembuatannya. Namun, kebutuhan akan garam untuk sektor industri ini masih belum bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Menurut Ketua Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (PERKOSMI), Sancoyo Antarikso, penggunaan garam industri dalam produk kecantikan dan perawatan pribadi sangat bervariasi, berkisar antara 0,25persen hingga 3persen dari total formulasi bahan baku. "Faktor-faktor seperti mutu, inovasi, layanan, dan harga menjadi pertimbangan utama bagi produsen kosmetik dalam memilih bahan baku, termasuk garam industri," jelasnya Rabu 6 Maret 2024.
Antarikso menjelaskan bahwa saat ini produsen kosmetik di Indonesia masih mengandalkan impor garam industri. Namun, alasan di balik hal ini perlu dipahami dengan lebih baik oleh pihak lain. "Salah satu alasan utamanya adalah karena spesifikasi teknis yang dibutuhkan belum dapat dipenuhi oleh produsen garam industri dalam negeri, baik dari segi kadar NaCl maupun kebersihan garam tersebut," katanya.
"Dia juga menyoroti ketersediaan garam produksi lokal yang cenderung lebih mahal dan belum sepenuhnya memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan oleh industri kosmetik," tambah Antarikso.
Meskipun demikian, Antartikso mengakui bahwa pemerintah sedang berupaya untuk mengembangkan produsen garam nasional guna memenuhi kebutuhan garam dalam industri farmasi, namun proses ini membutuhkan waktu dan investasi yang cukup.
Sebagai perwakilan dari PERKOSMI, harapannya adalah agar pemerintah terus memastikan ketersediaan bahan baku bagi industri kosmetik, sambil tetap mengupayakan agar Indonesia dapat memproduksi garam industri sendiri di masa depan. Dia meyakini bahwa keputusan pemerintah untuk melakukan impor garam industri saat ini merupakan hasil dari pertimbangan yang matang terhadap berbagai faktor tersebut.
"Dalam kebijakan impor garam industri tahun ini, Kementerian Perdagangan menetapkan volume impor sebesar 2,4 juta ton, sesuai dengan hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian," beber Antarikso.
Namun, Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI), Jakfar Sodikin, berpendapat bahwa produksi garam dalam negeri sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan industri. "Pemerintah sebaiknya tidak terlalu berlebihan dalam membuka kuota impor garam. Menurutnya, impor garam seharusnya dibatasi maksimal 2 juta ton untuk tahun 2024," cetusnya.