KABARBURSA.COM - Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki serta Industri Tekstil dan Pakaian Jadi mengalami pertumbuhan positif pada triwulan pertama 2024. Pertumbuhan kedua subsektor ini berturut-turut mencapai 5,90 persen (yoy) dan 2,64 persen (yoy) berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Dalam siaran pers Kementerian Perindustrian (15/5), peningkatan performa ini turut meningkatkan kontribusi industri pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi 19,28 persen (yoy), naik dari 18,57 persen (yoy) pada periode yang sama tahun 2023.
"Industri pengolahan tetap menjadi mesin penggerak utama perekonomian Indonesia," ujar Adie Rochmanto Pandiangan, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kementerian Perindustrian, di Jakarta, Rabu 15 Mei 2024.
Pertumbuhan positif ini didorong oleh permintaan luar negeri dan domestik yang tetap kuat. Pada triwulan I 2024, permintaan luar negeri untuk produk tekstil meningkat 7,34 persen (yoy), pakaian jadi 3,08 persen (yoy), dan alas kaki 12,56 persen (yoy).
Stabilitas konsumsi rumah tangga domestik juga mendorong pertumbuhan, terutama terkait pelaksanaan Pemilu 2024, hari libur nasional, cuti bersama, serta momen Lebaran.
Peningkatan ini juga sejalan dengan kenaikan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) di sektor tekstil, pakaian jadi, dan kulit, barang dari kulit, dan alas kaki. Industri tekstil mengalami peningkatan hingga mencapai posisi ekspansi pada April 2024, pertama kali sejak IKI dirilis pada November 2022. Industri pakaian jadi terus berekspansi sejak November 2023, dan industri kulit, barang dari kulit, serta alas kaki sejak Juli 2023.
"Produksi dari industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit, barang dari kulit, serta alas kaki terserap optimal oleh pasar," tegas Adie.
Bank Indonesia (BI) juga mencatat peningkatan kinerja pada triwulan I 2024. Berdasarkan prompt manufacturing index BI (PMI-BI), industri tekstil dan pakaian jadi berada pada fase ekspansi dengan indeks 57,40 persen, sementara industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki mencapai 55,36 persen. Pada triwulan II 2024, kinerja industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki diperkirakan akan berada pada fase ekspansi dengan indeks tertinggi mencapai 61,07 persen.
Pemerintah Kendalikan Impor
Asosiasi Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSBFI) mendukung pemerintah dalam mengendalikan impor. Hal tersebut seiring dengan penetapan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pegaturan Impor.
Ketua Umum APSBFI, Redma Gita Wirawasta menyatakan industri tekstil dan produk tekstil akan sangat tertolong dengan adanya pengendalian impor tersebut.
Lanjutnya, meski saat ini industri tekstil dan produk tekstil (TPT) belum berproduksi secara signifikan, Gita optimis ke depannya bakal berjalan positif.
“Kita harap akhir tahun ini kinerja industri TPT kembali pada track positif” ujar Redma Gita dalam siaran persnya.
Sebab, pihaknya tengah menyarakan untuk melakukan peningkatan order di sektor hilir khususnya IKM garment konveksi.
“Kita proyeksikan peningkatan kinerja di sektor antara sekitar 2-3 bulan kebepan dan peningkatan kinerja di sektor hulu 3-4 bulan kedepan” kata Redma Gita.
“Kita harap akhir tahun ini kinerja industri TPT kembali pada track positif” sambungnya.
Redma pun meminta agar semua pihak ikut mendukung kebijakan yang pro industri padat karya yang pada ujungnya mendorong perekonomian nasional. Hal ini menyoroti respon terhadap protes yang dilakukan beberapa kalangan importir baik peritel maupun pelaku jastip (jasa titipan), hingga protes dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang barangnya tertahan.
Redma menyatakan agar para importir secara tertib mengikuti aturan dengan membayar segala ketentuan perpajakan dan ketentuan terkait izin impornya.
Lebih lanjut Redma mengimbau agar para pelaku impor lebih nasionalis untuk mendukung Pemerintah dalam menggerakan perekonomian nasional melalui optimalisasi kinerja industri padat karya. “Ini kan perintah Presiden Jokowi pada bulan Oktober tahun lalu” jelas Redma.
Sama hal nya dengan barang-barang yang dibawa oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI), Redma mengimbau jika PMI ingin berbisnis barang impor agar mengikuti aturan yang berlaku agar tidak dicurigai.
“Kami menghormati PMI sebagai pahlawan devisa, tapi jika ingin berbisnis di sektor lain ya harus ikut aturan, karena di sini juga ada sektor industri lain dimana pemerintah memerlukannya untuk penyerapan tenaga kerja,” jelasnya.
Barang-Barang Lokal
Lebih lanjut Redma juga mengharapkan agar PMI lebih nasionalis dengan membelanjakan hasil devisanya untuk barang-barang lokal sebagai oleh-oleh bagi keluarganya.
“Karena di sini ada saudara, kerabat atau tetangganya yang juga memerlukan pekerjaan di sektor TPT untuk menyambung hidup. Jadi kita di sini semua hidup berdampingan dan saling menopang” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa menyatakan bahwa permasalahan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sudah terjadi sejak akhir 2022 di mana utilisasi produksi turun hingga dibawah 50 persen sehingga banyak karyawan yang dirumahkan sebagai akibat dari banjirnya produk import yang berkompetisi secara tidak sehat di pasar domestik.
Jemmy menilai Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 5 tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil, Produk Tekstil, Tas, dan Alas Kaki sejalan dan sinergis dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Importir.
API optimis bahwa implementasi dari dua peraturan ini adalah kombinasi yang baik yang menunjukkan perhatian Pemerintah terhadap industri padat karya di Indonesia. Aturan aturan yang sinergis seperti yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan ini perlu didukung dan didorong oleh para pelaku industri.
“Sehingga misi penguatan industri padat karya di Indonesia bisa benar-benar terwujud dalam waktu yang cepat.” pungkasnya.