KABARBURSA.COM – Mayoritas saham di bursa Wall Street menguat pada perdagangan Rabu, 14 Mei 2025, dini hari WIB, setelah data resmi menunjukkan inflasi AS melambat secara tak terduga pada bulan lalu. Laporan itu menjadi angin segar bagi investor yang selama ini cemas dengan bayang-bayang resesi akibat perang dagang dan lonjakan harga.
Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, indeks S&P 500 naik 0,9 persen pada perdagangan sesi siang, melanjutkan reli awal pekan setelah Amerika Serikat dan China menyepakati jeda 90 hari dalam perang dagangnya.
Sementara itu, Nasdaq melonjak 1,7 persen, dipimpin saham-saham teknologi dan kecerdasan buatan (AI). Meski demikian, Dow Jones Industrial Average justru terkoreksi 193 poin atau turun 0,5 persen. Di tengah volatilitas pasar, kabar bahwa inflasi AS melambat memberi dorongan sentimen positif ke arah penguatan bursa Wall Street.
Investor menaruh harapan besar pada sikap lunak Presiden Donald Trump, yang mungkin saja bakal melonggarkan tarif impor terhadap sejumlah mitra dagang utama. Langkah itu bisa mencegah resesi dan mengerem laju inflasi lebih lanjut.
Saat ini, indeks S&P 500 kembali mendekati rekor tertingginya—tinggal terpaut empat persen dari posisi Februari lalu—dan telah menghapus seluruh kerugian sejak awal tahun. Ini menjadi sinyal bahwa inflasi AS melambat mampu memulihkan kepercayaan pasar dan mendorong bursa Wall Street menguat.
Laporan inflasi terbaru menyebut bahwa harga konsumen hanya naik 2,3 persen pada bulan lalu, turun dari 2,4 persen pada Maret. Padahal, situasi masih diwarnai ketidakpastian dagang dan banyak perusahaan buru-buru mengimpor barang demi menghindari kenaikan harga akibat tarif.
Fakta bahwa inflasi AS melambat di tengah kondisi itu memperkuat optimisme bahwa ekonomi AS belum mengarah pada skenario buruk stagflasi—kombinasi stagnasi dan inflasi tinggi yang sulit diatasi.
Federal Reserve sendiri belum memiliki instrumen yang tepat untuk merespons skenario stagflasi. Menurunkan suku bunga memang bisa mendorong pertumbuhan, namun berisiko memperparah inflasi dalam jangka pendek.
Maka dari itu, sinyal bahwa inflasi AS melambat memberikan ruang bernapas bagi The Fed untuk bersikap hati-hati. Bursa Wall Street menguat karena pelaku pasar menganggap kebijakan suku bunga akan tetap akomodatif.
Meski begitu, sejumlah analis masih mewanti-wanti potensi tekanan harga akibat tarif Trump. Inflasi bisa saja kembali naik dalam beberapa bulan mendatang, dan itu membuat The Fed cenderung menunggu data lanjutan sebelum memutuskan langkah pemangkasan suku bunga.
Untuk saat ini, arah pasar akan sangat bergantung pada dinamika negosiasi dan pemberitaan dari front perdagangan global. Inflasi AS melambat memang menenangkan, namun belum cukup untuk menepis semua risiko.
Kepala investasi multi-aset di Goldman Sachs Asset Management, Alexandra Wilson-Elizondo, menilai selama The Fed belum bergerak, pasar akan tetap dipengaruhi oleh “headline negosiasi dan sinyal rekonsiliasi.”
Hal serupa juga disampaikan Direktur Phillip Securities Group di Hong Kong, Louis Wong. “Investor sebaiknya tetap waspada dalam jangka pendek dan bersiap dengan kejutan dari isu dagang,” ujarnya.
Dalam situasi seperti ini, inflasi AS melambat hanya menjadi jeda, bukan penyelesaian. Bursa Wall Street menguat, namun tetap rapuh jika perang dagang kembali memanas.
Saham AI dan Kripto Melejit
Penguatan bursa Wall Street kian terasa saat sektor teknologi dan kripto ikut melesat. Salah satu bintang utama adalah saham Coinbase Global, yang melonjak 23 persen setelah diumumkan akan bergabung ke dalam indeks S&P 500 mulai pekan depan.
Masuknya Coinbase—platform pertukaran aset kripto terbesar di AS—ke indeks bergengsi itu membuat banyak dana investasi wajib mengakuisisi sahamnya sebelum perdagangan Senin dibuka. Coinbase akan menggantikan Discover Financial Services yang diakuisisi oleh Capital One Financial.
Euforia juga menjalar ke sektor kecerdasan buatan (AI). Nvidia meroket 6,2 persen dan menjadi kontributor terbesar dalam penguatan S&P 500 hari itu. Saham Super Micro Computer, penyedia server untuk aplikasi AI, terbang 13,7 persen.
Tak ketinggalan GE Vernova, yang sedang membidik pasar pusat data AI, menguat 6,5 persen. Palantir Technologies, perusahaan perangkat lunak berbasis data yang juga terkait AI, mencetak kenaikan sebesar 9,4 persen. Arah bursa Wall Street menguat didorong oleh optimisme bahwa sektor teknologi akan menjadi mesin baru bagi pertumbuhan ekonomi, apalagi saat inflasi AS melambat.
Namun, tidak semua kabar membawa angin baik. Saham UnitedHealth Group, penyedia asuransi kesehatan terbesar di Amerika, ambruk 15,8 persen. Perusahaan ini menangguhkan proyeksi keuangan tahunannya karena biaya medis yang melonjak di atas ekspektasi.
Dalam pengumuman mengejutkan, CEO Andrew Witty juga menyatakan mundur dari jabatannya karena alasan pribadi. Kursi kepemimpinan langsung diambil alih oleh Chairman Stephen Hemsley, yang menjabat efektif seketik.
Koreksi UnitedHealth menjadi faktor utama mengapa indeks Dow Jones tertinggal dari indeks saham lainnya di Wall Street, meski inflasi AS melambat memberi dorongan umum.
Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury ikut merangkak naik seiring harapan atas pemulihan ekonomi AS. Yield obligasi bertenor 10 tahun naik dari 4,45 persen menjadi 4,49 persen. Sementara itu, yield obligasi dua tahun, yang lebih sensitif terhadap ekspektasi kebijakan Federal Reserve, ikut naik dari 3,98 persen menjadi 4,02 persen.
Angka-angka ini mencerminkan ketegangan pasar antara optimisme pemulihan dan kekhawatiran lanjutan soal inflasi, meskipun data menunjukkan inflasi AS melambat pada bulan lalu.
Pasar saham global menunjukkan pola campuran. Indeks di Shanghai anjlok 1,9 persen, sementara di Tokyo menguat 1,4 persen. Di Jepang, sektor otomotif mencuri perhatian. Saham Nissan Motor Co. naik tiga persen menjelang pengumuman restrukturisasi besar-besaran, termasuk pemutusan hubungan kerja terhadap 20 ribu karyawan.
Perusahaan juga melaporkan kerugian hingga 670,9 miliar yen atau setara USD4,5 miliar pada tahun fiskal terakhir. Walau demikian, restrukturisasi itu dipandang sebagai langkah strategis dalam menghadapi persaingan global yang makin ketat.
Dengan berita kripto dan AI sebagai pendorong utama, bursa Wall Street menguat sementara inflasi AS melambat menjadi narasi kunci yang menenangkan investor. Tapi lonjakan biaya di sektor kesehatan dan gejolak pasar tenaga kerja global mengingatkan bahwa volatilitas belum sepenuhnya mereda.(*)