KABARBURSA.COM - Indonesia diiprediksi akan mengalami kenaikan inflasi medis hingga menyentuh angka 13 persen di tahun ini. Adapun angka inflasi medis Indonesia diklaim lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia.
Meski begitu, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat kinerja baik industri asuransi di Indonesia dalam laporan kinerja pada kuartal pertama, yakni dengan pendapatan premi yang tumbuh sebesar 11,7 persen, di mana total pendapatan premi tumbuh tipis sebesar 0,9 persen.
Akan tetapi, AAJI juga mencatat adanya kenaikan klaim asuransi yang juga meningkat seiring dengan naiknya tingkat inflasi medis dalam negeri. Dalam catatan AAJI, klaim kesehatan pada kuartal pertama 2024 sebesar 29,4 persen, di mana rasio klaim asuransi kesehatan terhadap pendapatan premi untuk produk tersebut sudah mencapai 97 persen.
Chief Customer and Marketing Officer Prudential Indonesia Karin Zulkarnanen, menilai fakta tersebut menjadi salah satu bukti naiknya tingkat inflasi medis di Indonesia. Dia menuturkan, dampak inflasi medis mencakup kenaikan pada harga fasilitas kesehatan, biaya rumah sakit, serta belanja obat-obatan.
“Kondisi ini pastinya akan menjadi perhatian bagi pemilik polis asuransi kesehatan, apakah akan berdampak pada besarnya premi asuransi kesehatan milik mereka mengingat inflasi medis ini akan terjadi setiap tahunnya,” kata Karin dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 29 Juni 2024.
Oleh karenanya, lanjut dia, perlu komitmen peningkatan kualitas layanan proteksi jangka panjang yang dilakukan secara kolektif di tengah inflasi medis dengan mengedepankan serangkaian langkah strategis.
Beberapa di antaranya, meninjau biaya perawatan di rumah sakit, mengevaluasi kesesuaian produk dan premi asuransi berdasarkan riwayat kesehatan nasabah, serta memperkuat ekosistem layanan dan fasilitas kesehatan.
Sementara, saat ini Karin menyebut Indonesia belum memiliki kebijakan yang menetapkan tarif penangan medis secara nasional. Hal ini dinilai melahirkan perbedaan biaya pengobatan dan perawatan yang sulit dikontrol.
”Kondisi ini berisiko memicu kualitas layanan medis yang tidak merata dan semakin sulit terjangkau oleh masyarakat luas, terutama di tengah melambungnya inflasi medis yang berdampak pada melonjaknya biaya perawatan fasilitas kesehatan,” ungkapnya.
Di sisi lain, pemerintah juga telah menyediakan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi masyarakat serta mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
Karin menuturkan, kedua kebijikan itu diterbitkan untuk meningkatkan transparansi, kualitas, dan efisiensi pelayanan serta mengurangi variasi dalam pelayanan klinis. Dengan harapan penyesuaian tarif dapat diberlakukan di sektor swasta, khususnya dari sisi industri asuransi jiwa dan kesehatan.
“Karena dengan adanya standarisasi tarif yang diberlakukan, hal tersebut diharapkan dapat menjaga keberlanjutan perlindungan kesehatan yang diberikan perusahaan asuransi melalui kendali mutu (clinical pathway) dengan pemberian pelayanan kesehatan yang efisien, efektif, dan berkualitas,” jelasnya.
Selain itu, kata Karin, adanya transparansi biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis pasien berdasarkan pola tarif yang ditetapkan melalui kendali harga. Respons dari banyaknya faktor yang melatarbelakangi kenaikan biaya perawatan kesehatan setiap tahunnya, kata Karin, pelaksanaannya dapat diterapkan melalui kemitraan menyeluruh secara terbuka.
“Demi terciptanya standar pedoman penanganan klinis yang memberi ketenangan pada pasien melalui estimasi harga perawatan di awal,” jelasnya.
Segera Adopsi Gaya Hidup Sehat
Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan adanya inflasi medis, biaya pengobatan dan perawatan kini kian meroket. Risiko biaya medis yang mahal ini bisa memengaruhi stabilitas keuangan diri sendiri maupun keluarga.
Untuk itu, Karin menilai, dibutuhkan upaya kolektif dari masyarakat melalui adopsi gaya hidup sehat yang konsisten dan berkelanjutan demi mengurangi risiko terserang penyakit yang mengganggu stabilitas finansial.
Beberapa contoh yang bisa diterapkan, ujarnya, menjaga pola makan seimbang secara porsi dan gizi, olahraga teratur setidaknya 15-30 menit setiap hari, istirahat cukup di malam hari, dan masih banyak lainnya.
“Prudential Indonesia berkomitmen menghadirkan lebih dari layanan proteksi semata, namun juga mendampingi nasabah dan masyarakat Indonesia untuk hidup lebih sehat dan bugar. Prudential Indonesia percaya bahwa pencegahan lebih baik daripada pengobatan, sehingga terus mengimbau para nasabah untuk selalu menjaga kesehatan,” pungkasnya.
Jadi, dampak dari inflasi medis menyebabkan biaya pengobatan dan perawatan semakin tinggi, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi stabilitas keuangan individu dan keluarga. Untuk mengatasi risiko ini, diperlukan upaya kolektif masyarakat dalam mengadopsi gaya hidup sehat secara konsisten dan berkelanjutan. Beberapa langkah yang disarankan termasuk menjaga pola makan seimbang, berolahraga secara teratur, dan mendapatkan istirahat yang cukup.(ndi/*)