KABARBURSA.COM - Pengamat otomotif, Bebin Djuana, menyebutkan ada beberapa hal yang membuat kemunculan mobil low cost green car (LCGC) lebih disambut positif oleh masyarakat jika dibandingkan dengan mobil listrik.
"Ketika disiarkan ada mobil yang tidak dikenai pajak barang mewah sehingga harganya bisa di bawah Rp150 juta maka sambutannya langsung meriah," kata Bebin kepada Kabar Bursa, Jumat, 21 Juni 2024.
Sebagai informasi, mobil LCGC adalah kendaraan dengan harga terjangkau dan ramah lingkungan. Mobil LCGC hadir sebagai solusi dari pemerintah untuk masyarakat yang ingin memiliki mobil namun dengan harga murah.
Dia menceritakan, pada awal kemunculan mobil LCGC tahun 2013, terjadi pembelian kendaraan besar-besaran dan jumlahnya bisa mencapai jutaan unit dalam waktu singkat.
Sebelum mobil LCGC keluar, pembeli mobil adalah kelompok masyarakat menengah ke atas.
Mobil LCGC yang dibanderol dengan harga mulai Rp150 jutaan langsung mendapat sambutan meriah dari masyarakat.
Kelompok masyarakat menengah ke bawah merasa perlu untuk memiliki mobil karena harganya yang terjangkau.
Sebagian besar pembeli mobil LCGC adalah masyarakat yang ingin beli mobil pertama atau pembeli mobil pemula. Di sisi lain, masyarakat juga tidak ragu dengan kualitas pabrikan penyedia mobil LCGC di Indonesia.
"Yang menangani (penyedia LCGC) adalah Toyota dan Daihatsu yang sudah terbiasa bermain dengan volume besar, selain itu mobil sudah siap," jelas Bebin.
Sebenarnya, lanjut Bebin, masyarakat juga menyambut antusias kehadiran mobil listrik. Katanya, masyarakat terbuai dengan cerita tentang mobil listrik yang konon katanya lebih hemat. Rasio bahan bakar antara mobil konvensional bisa mencapai 20-30 persen. Tapi, harganya bisa dikatakan mahal.
"Kalau mobil listrik, di awal satu dua tahun pertama ada yang harganya di atas Rp600 juta. Siapa yang beli? Minat banyak, tapi hadir dengan harga tinggi," ujarnya.
Harga mobil listrik yang tidak terjangkau dan infrastruktur yang terbatas membuat masyarakat hanya menunggu. "Mereka menunggu tersedia mobil listrik dengan harga terjangkau dan fasilitas pendukung seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) tersedia," ungkap Bebin.
Menurutnya, pemerintah harus meningkatkan jumlah SPKLU atau fasilitas isi daya mobil listrik untuk meningkatkan populasi mobil listrik. Jumlah fasilitas isi daya harus berbanding lurus dengan jumlah pembeli mobil listrik di Indonesia.
"Jadi pada saat kelahirannya (mobil listrik) itu harga mobilnya tinggi, ditambah lagi masyarakat juga menunggu SPKLU-nya kapan, berapa banyak, dipasang di mana. Ingat, masyarakat kita ini adalah masyarakat yang suka jalan-jalan," katanya.
Pada awal mobil listrik ditawarkan, jumlah SPKLU hanya ada di beberapa titik dan tidak menjangkau ke seluruh wilayah. Menurut dia, hal ini yang membuat masyarakat ragu membeli mobil listrik meski tertarik.
"Jakarta yang sebesar ini saja hanya 2-3 titik, ya mana mungkin. Apalagi orang mau jalan-jalan ke Bandung, ke Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera, mau nyetrum di mana," imbuhnya.
Setelah masalah SPKLU teratasi dan mulai dibangun secara massif oleh pemerintah dan pihak agen pemegang merek (APM) yang menjual mobil listrik, masalah berikutnya ada di sisi harga yang belum terjangkau.
Hadirnya mobil listrik terjangkau, kata Bebin, baru muncul pada akhir 2023 dan ketika mobil listrik China masuk.
Bebin menilai, saat itu dukungan pemerintah kepada mobil ramah lingkungan tidak sebesar sekarang. Pada awal masuk ke Indonesia, pemerintah belum gencar mengkampanyekan dan mendukung dari segi peringanan biaya melalui subsidi.
"Karena pemerintah belum menjalankan subsidi, belum menjalankan dukungan terhadap mobil listrik. Selain itu, di awal aktif sebagai pionir adalah Hyundai dan Wuling," jelasnya.
Meski harga Wuling Air ev relatif murah, namun dari segi kapasitas, tidak terlalu ideal untuk masyarakat Indonesia yang senang dengan multi-purpose vehicle (MPV) atau mobil keluarga. Selain MPV, pecinta mobil di Tanah Air juga menggemari tipe sport utility vehicle (SUV).
"Kalau Hyundai memang besar (dimensinya) tapi hadir dengan harga di atas Rp500 juta, siapa yang mau beli? Ketika masyarakat mau coba, mereka akan pikir-pikir dulu. Ini Rp500 juta lho, kok buat coba-coba," ucapnya sambil tertawa.
Sekarang, lanjut Bebin, meski telah mobil listrik murah dan fasilitas SPKLU semakin masif, penjualan mobil listrik terkendala dengan ketidak seimbangan antara suplai dan permintaan yang tinggi.
Sepengetahuan dirinya, oenjualan mobil listrik yang meningkat hingga tiga kali lipat pada kuartal pertama 2024 menunjukkan minat masyarakat kepada mobil listrik cukup besar.
"Dibandingkan kuartal pertama tahun lalu, tahun ini sudah tiga kali lipat. Memang sudah banyak jumlahnya, tapi belum mencukupi. Masih terlalu sedikit supply-nya," ujarnya.
Selain infrastruktur dan harga, Bebin menyebutkan bahwa edukasi tentang keuntungan mobil listrik perlu ditingkatkan. Masyarakat masih perlu memahami secara lebih dalam mengenai efisiensi energi, perawatan yang lebih mudah, dan dampak positif terhadap lingkungan.
Kampanye yang efektif dan edukasi yang menyeluruh dari pemerintah dan pabrikan mobil listrik dapat membantu mengatasi keraguan masyarakat dan mendorong peningkatan penjualan mobil listrik di masa mendatang.
Menurut Bebin, dengan kombinasi harga yang lebih terjangkau, infrastruktur yang memadai, dan edukasi yang baik, mobil listrik memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Tantangan yang ada saat ini dapat diatasi dengan kerjasama antara pemerintah, industri otomotif, dan masyarakat, sehingga Indonesia dapat bertransisi menuju penggunaan kendaraan yang lebih ramah lingkungan. (cit/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.