KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan evaluasi ulang terhadap konstituen yang mengisi indeks LQ45. Dalam evaluasi terbaru, tiga emiten lama harus tersingkir, digantikan oleh tiga emiten baru yang kini menghiasi daftar saham-saham unggulan tersebut. Keputusan ini mulai berlaku efektif pada 3 Februari 2025 hingga 30 April 2025.
Tiga perusahaan yang tereliminasi dari indeks LQ45 adalah Bukalapak.com (BUKA), Indocement Tunggal Prakarsa (INTP), dan Dayamitra Telekomunikasi (MTEL). Meskipun sebelumnya memiliki peran penting, ketiganya harus menyerahkan tempatnya kepada emiten-emiten baru yang menunjukkan performa yang lebih baik.
Adapun tiga emiten yang dimaksud adalah Ciputra Development (CTRA), Japfa Comfeed (JPFA), dan MAP Aktif Adiperkasa (MAPA). Ketiganya kini menjadi penghuni terbaru LQ45.
Dalam daftar baru ini, sektor-sektor seperti energi, teknologi, dan konsumer mendominasi. Emiten besar seperti Adaro Energy (ADRO), Bank BCA (BBCA), Bank Mandiri (BMRI), serta Kalbe Farma (KLBF) tetap kokoh sebagai bagian dari konstituen teratas yang turut memberi kontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Begitu pula dengan Ciputra Development (CTRA) yang memperkuat sektor properti serta Japfa Comfeed (JPFA) yang tetap mewarnai pasar sektor pangan.
Indeks LQ45 dikenal sebagai representasi dari saham-saham unggulan di Indonesia dan dipilih berdasarkan kriteria tertentu, termasuk likuiditas dan kapitalisasi pasar. Daftar konstituen teranyar ini akan mencerminkan perusahaan-perusahaan yang diharapkan dapat memberikan kinerja optimal bagi investor dalam periode mendatang. Terutama dengan hadirnya emiten baru yang berpotensi memberikan peningkatan pada sektor-sektor yang sedang berkembang pesat, seperti energi dan konsumer. Bagi investor, ini tentu saja menjadi peluang baru yang patut diperhitungkan dalam strategi investasi mereka.
Selain itu, sektor energi masih akan mendapat sorotan besar dengan kehadiran perusahaan-perusahaan seperti Medco Energi Internasional (MEDC) dan Adaro Minerals (ADMR), yang berpotensi mencatatkan kinerja yang sangat menggembirakan di masa depan, seiring dengan tingginya permintaan akan energi.
Daftar saham unggulan terbaru ini juga menjadi gambaran tentang evolusi pasar Indonesia yang semakin dinamis, dimana perusahaan-perusahaan baru yang masuk dapat menggerakkan sektor-sektor perekonomian yang lebih luas, memberikan dampak positif baik untuk investor maupun untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Dengan adanya rotasi konstituen dalam LQ45, investor memiliki peluang untuk menyesuaikan strategi investasi mereka dengan perkembangan tren pasar terbaru.
BBRI Jadi Beban Indeks LQ45 2024
Indeks LQ45, yang dikenal sebagai kumpulan saham blue-chip di Indonesia, mengalami penurunan cukup signifikan menjelang tutup tahun 2024. Hingga tanggal 28 Desember, indeks ini tercatat melemah hingga 14,98 persen sepanjang tahun berjalan, berakhir di level 825,13.
Hal ini menandakan bahwa kinerja LQ45 jauh lebih buruk dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi hanya 3,25 persen pada periode yang sama. Beberapa saham dengan kapitalisasi pasar besar, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), dan PT Amman Mineral International Tbk. (AMMN), menjadi penyebab utama penurunan ini dan memberikan beban berat terhadap pergerakan indeks tersebut.
Saham BBRI, salah satu saham yang paling berpengaruh, mengalami penurunan harga sebesar 22,52 persen, mencapai harga Rp4.210 per saham pada 23 Desember 2024. Penurunan yang cukup tajam ini membuat BBRI membebani LQ45 dengan bobot terbesar, yakni 24,28 persen.
Meskipun demikian, meski terkoreksi cukup dalam sepanjang tahun, saham BBRI mencatatkan penguatan sebesar 2,69 perseb dalam sepekan terakhir. Kenaikan ini sejalan dengan pengumuman BBRI terkait pembagian dividen interim yang cukup besar, yakni Rp20,5 triliun atau setara dengan Rp135 per saham.
Hal ini tentu saja menjadi daya tarik bagi investor, terutama karena Sunarso, Direktur Utama BBRI, menjamin bahwa pembagian dividen ini tidak akan mengganggu kesehatan permodalan bank. Perseroan juga memastikan bahwa kebutuhan investasi dan cadangan untuk mengatasi berbagai risiko sudah tersedia dengan memadai.
Dari sisi keuangan, BBRI menunjukkan kinerja yang cukup solid meskipun mengalami koreksi harga saham yang signifikan. Pada akhir September 2024, bank pelat merah ini berhasil membukukan laba konsolidasi sebesar Rp45,06 triliun, tumbuh 2,43 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Selain itu, perusahaan tercatat berhasil menyalurkan kredit senilai Rp1.353,53 triliun, dengan segmen UMKM menjadi penerima terbesar dari kredit yang diberikan.
Selain BBRI, saham TLKM dan AMMN juga memberikan kontribusi besar terhadap penurunan indeks LQ45. Saham TLKM, sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, memberikan tekanan sebesar 20,51 persen terhadap indeks, sementara AMMN menambah beban sebesar 7,91 persen.
Namun, meskipun banyak saham yang terkoreksi dalam indeks LQ45, sejumlah analis pasar melihat koreksi ini sebagai kesempatan yang baik untuk investor ritel.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Chartist dari Mirae Asset Sekuritas, menyatakan bahwa perbaikan harga saham yang terdiskon ini memberi peluang bagi investor untuk mengakumulasi saham-saham dalam indeks LQ45.
Menurut Nafan, saham-saham dalam indeks LQ45, meskipun terkoreksi cukup dalam, memiliki fundamental yang kuat dan tingkat likuiditas yang cukup baik, membuatnya menarik untuk dibeli. Seiring dengan sebagian besar saham di LQ45 yang kini diperdagangkan di bawah nilai wajar, ini dapat dianggap sebagai peluang investasi yang menguntungkan, asalkan investor menerapkan strategi “buy on weakness” saat terjadi koreksi harga.
Dengan kinerja BBRI yang positif dan potensi pemulihan beberapa saham besar lainnya, ada harapan bahwa saham-saham di LQ45 bisa kembali rebound. Oleh karena itu, bagi investor yang mampu menahan gejolak pasar dalam jangka pendek, kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk melakukan akumulasi saham yang undervalued.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.