KABARBURSA.COM - Aplikasi belanja online Temu menjadi sorotan setelah Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyatakan bahwa penggunaannya lebih berbahaya dibandingkan TikTok Shop.
Menurut Teten, aplikasi Temu sangat mengancam produk UMKM karena memfasilitasi perdagangan lintas negara.
Temu langsung menghubungkan produk dari pabrik ke pembeli tanpa melalui reseller, affiliator, atau pihak ketiga, yang dapat mengancam kelangsungan UMKM.
"Kalau TikTok masih lebih baik karena masih melibatkan reseller dan affiliator, yang membuka lapangan kerja. Tapi Temu memotong rantai itu langsung," kata Teten dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Senin, 10 Juni 2024 lalu.
Seperti platform e-commerce lainnya, Temu memungkinkan pelanggan menelusuri dan membeli produk dari berbagai kategori, termasuk elektronik, peralatan rumah tangga, pakaian, dan aksesori. Namun, Temu terhubung langsung dengan 80 pabrik di China.
Siapa sebenarnya pendiri Temu?
Menurut laman resminya, Temu didukung oleh perusahaan asal China, Pinduoduo (PDD) Holdings, dengan kantor pusat di Boston, Amerika Serikat (AS).
Pinduoduo adalah raksasa e-commerce China yang terdaftar di Nasdaq dengan lebih dari 750 juta pengguna bulanan dan kapitalisasi pasar sekitar USD174,6 miliar. Pinduoduo adalah perusahaan terbesar kedelapan di China dan pengecer online terbesar kedua setelah Alibaba.
Pendiri Pinduoduo adalah Colin Huang, yang mendirikan perusahaan tersebut pada 2015. Huang menjabat sebagai CEO hingga Juli 2020 dan ketua dewan direksi hingga Maret 2021.
Lahir dari pekerja pabrik di Hangzhou, China, Huang lulus dari Universitas Zhejiang dan memperoleh gelar master dalam ilmu komputer dari Universitas Wisconsin pada 2004.
Huang bekerja sebagai insinyur di Google sebelum kembali ke China pada 2006 untuk bergabung dengan Google Tiongkok yang dipimpin oleh Kai-fu Lee.
Setelah mengundurkan diri, Huang mendirikan situs e-commerce Oku, yang dijualnya seharga USD2,2 juta pada 2010.
Pinduoduo adalah startup keempat Huang dan yang paling sukses. Pada 2021, Forbes menempatkannya di peringkat keenam dalam 'Daftar Orang Terkaya di Tiongkok Daratan' dengan kekayaan bersih sekitar USD30 miliar. Setelah mundur dari Pinduoduo, Huang menyatakan ingin mengejar 'peluang baru dalam jangka panjang'.
Huang memiliki dua co-founder di Pinduoduo yakni Lei Chen dan Jiazhen Zhao. Lei Chen, yang tiga tahun lebih muda, saat ini menjabat sebagai ketua dan co-CEO Pinduoduo.
Sebelumnya, Chen adalah chief technology officer di Xinyoudi Studio, sebuah perusahaan game online yang juga didirikan oleh Huang.
Chen lulus dari Universitas Tsinghua dan memperoleh gelar Ph.D dalam ilmu komputer dari Universitas Wisconsin, tempat ia bertemu Huang.
Co-founder ketiga dan co-CEO saat ini adalah Jiazhen Zhao, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden Senior Pinduoduo dari 2018 hingga 2023. Zhao meraih gelar dalam manajemen e-commerce dari South China University of Technology.
Temu Belum Memiliki Izin Beroperasi di Indonesia
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan aplikasi belanja online asal China, Temu, belum memiliki izin operasi di Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim mengatakan aplikasi Temu hingga kini belum melakukan pendaftaran.
"Sampai sekarang (aplikasi Temu) belum ada izinnya," kata Isy kepada awak media di kantornya, Rabu, 19 Juni 2024.
Meski belum hadir di Indonesia, Isy menyatakan Kemendag akan terus mengawasinya aplikasi asal China tersebut.
Lebih jauh Isy menuturkan, aplikasi Temu menggarap bisnis factory to consumer (F to C) atau bisa dibilang penjualan produk dari pabrik langsung ke konsumen.
Dia menjelaskan, gaya bisnis model tersebut tidak cocok di Indonesia dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.
"Jadi kalau setiap kegiatan dari factory ke customer itu harus ada perantaranya, jadi tidak bisa dari factory langsung ke konsumen," ungkap dia.
Sebelumnya diberitakan, Kemendag bakal melakukan pengecekan terhadap aplikasi asal China bernama Temu. Aplikasi ini dianggap dapat mengancam penjualan produk lokal di Indonesia.
Meski begitu, Jerry memperkirakan aplikasi Temu berpotensi masuk ke Indonesia. Karenanya, ia bakal melakukan pengecekan terhadap aplikasi itu.
"Jadi soal Temu, saya belum dengar ya, makannya saya akan cek dulu. Tadi dibilang belum ada di Indonesia, tapi mungkin akan ada. Kalau misalkan ada hal-hal yang demikian ya kami akan follow up," ujar dia kepada media di kantornya, Kamis 13 Juni 2024.
Aplkiasi Temu dianggap bisa mengganggu penjualan produk lokal di Indonesia. Menanggapi hal ini, Jerry menegaskan setiap aplikasi yang ada di Indonesia harus mematuhi peraturan yang ada.
Dia bilang, jika ada aplikasi yang tidak mau mengikuti aturan di Indonesia, dalam hal ini Kemendag, pihaknya bakal bersikap tegas.
"Saya simple aja mengacu pada peraturan, selama ada aplikasi atau apapun bentuknya ketika itu tidak mengikuti peraturan Kemendag dalam hal komersial, penjualan, transaksi dan sebagainya, ya tidak boleh," tegasnya.
Lebih jauh Jerry menyebut media sosial (medsos) tidak boleh melakukan penjualan. Dia lalu mencontohkan TikTok Shop yang beberapa waktu lalu dilarang berjualan.
Namun begitu, TikTok Shop saat ini sudah bisa melakukan penjualan karena telah menjalin kemitraan dengan Tokopedia.
"Prinsipnya gini, namanya medsos tidak boleh jualan, itu kami sudah praktikan, langsung kami hentikan kegiatannya karena memang tidak boleh. Tapi ketika dia sudah punya izin mengaplly dengan cara yang seusai dengan prosedur, itu tidak masalah," tandasnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.
 
      