KABARBURSA.COM - Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), sedang mengawasi kemajuan integrasi antara TikTok dan Tokopedia.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim, saat ini Kemendag masih memantau kemajuan pembangunan aplikasi yang dibangun melalui kerja sama antara TikTok dan Tokopedia.
Isy menjelaskan bahwa pihak TikTok dan Tokopedia telah memberikan informasi terkait rencana sistem elektronik yang akan diterapkan, dan saat ini sedang dilakukan proses pemisahan yang lebih jelas di antara keduanya.
"Untuk progresnya, diperkirakan sudah tinggal seperempat jalan," kata Isy, Senin 26 Februari 2024.
Ke depannya, kata Isy, aplikasi pengembangan TikTok dan Tokopedia diharapkan tidak memiliki konektivitas dengan TikTok media sosial. Sarana transaksi pembelian dan pembayaran (e-commerce) akan difasilitasi dan dikelola oleh Tokopedia.
"Jadi, proses berbelanja mulai dari etalase produk hingga pemrosesan pemesanan transaksi dilakukan pada dua sistem yang berbeda," ujar Isy.
Integrasi ini diberikan waktu selama 3-4 bulan hingga April mendatang. Saat ini, progres migrasi sistem sudah berjalan 75 persen, sedangkan sisanya 25 persen tinggal diselesaikan.
TikTok telah menginvestasikan lebih dari US$ 1,5 miliar untuk mendukung operasional Tokopedia dan telah selesai pada 31 Januari 2024. Dua aplikasi ini akan memperluas manfaat untuk pengguna dan pelaku UMKM di Tanah Air.
Pengamat digital sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan, dari sisi pengendali, TikTok sekarang menguasai 75 persen saham Tokopedia, sementara GOTO 25 persen, dan informasinya kepemilikan mereka tidak akan terdilusi lebih lanjut.
Menurutnya, yang perlu menjadi perhatian adalah pemerintah telah mengatur sektor e-commerce melalui regulasi Daftar Negatif Investasi (DNI), yang mengatur ketentuan investor asing masuk pada sektor-sektor tertentu, termasuk e-commerce, dengan tingkatan tertentu, mana yang boleh mayoritas saham dan mana yang tidak boleh.
"Sebetulnya bisnis e-commerce ini kan tidak dibatasi yah, mau masuk dalam negeri atau asing. Masalahnya para investor lokal kenapa tidak mengambil kesempatan untuk masuk mengembangkan ecommerce? Itu yang jadi pertanyaan," ungkap Heru.
Ia menuturkan, selama TikTok masuk ke Tokopedia tidak melanggar aturan, maka bisnis mereka tidak melanggar. Tentu ke depan, pemerintah harus terus mengawasi ini agar kepemilikan asing di e-commerce Indonesia ini bisa memberikan dampak positif bagi ekonomi kita.
Selain itu, Heru menilai yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana TikTok sebagai pengendali baru bisa komitmen terhadap apa yang sudah mereka janjikan, bagaimana perlindungan data pribadi itu dijamin, tidak ada predatory pricing, dan lainnya.
"Karena kita tahu, transaksi e-commerce di Indonesia punya nilai besar, bahkan kalau kita lihat dari Bank Indonesia itu transaksi e-commerce tahun 2023 mencapai Rp 453,75 triliun, jadi nilai ekonominya besar," tutur Heru.
Heru menegaskan, pemerintah juga harus terus mengawasi bagaimana nantinya setelah 4 bulan (April), sinergi sistem backend TikTok dan Tokopedia selesai. Kita harus terus mengawasi bagaimana komitmen mereka dalam mendorong UMKM lokal jadi pemenang, dan bisa ekspansi pasar ke luar negeri, ditambah lagi komitmen mereka terhadap SDM.
Di luar pro kontra asing dan lokal, kata Heru, pekerjaan rumah kita bersama ke depan adalah masih banyak pemilik usaha lokal yang belum merambah bisnis digital.
"Ini yang jadi PR bersama, tak hanya bagi pemerintah tapi pelaku pasar termasuk swasta dan UMKM itu sendiri," ucap Heru.
Ia menambahkan, ke depan TikTok dan Tokopedia, termasuk GOTO, perlu melakukan edukasi dan kerja sama ketiganya dalam hal bagaimana mengedukasi masyarakat supaya UMKM itu bisa memanfaatkan peluang bisnis digital ini dan bagaimana pentingnya keamanan data dan siber.