Logo
>

Intip Kinerja ASII 2019-2023 Jelang Laporan Semester I 2024

Ditulis oleh Syahrianto
Intip Kinerja ASII 2019-2023 Jelang Laporan Semester I 2024

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - PT Astra International Tbk (ASII) dalam waktu dekat bakal menyampaikan laporan keuangan paruh pertama atau semester I tahun 2024.

    Gita Tiffani Boer, Corporate Secretary Astra International, mengatakan bahwa ASII akan menggelar paparan publik (public expose) dengan agenda pemaparan kinerja perseroan semester I 2024. "Perseroan melaporkan rencana Public Expose Tahunan pada Senin 8 Agustus 2024 pukul 10.00 WIB yang akan diselenggarakan via webinar Zoom," ujar Gita dalam pengumuman resmi, dikutip Selasa, 30 Juli 2024.

    Adapun paparan publik itu akan dihadiri oleh Presiden Direktur ASII Djony Bunarto Tjondro, serta beberapa jajaran direksi Astra lainnya seperti Suparno Djasmin, Gidion Hasan, Henry Tanoto, FXL Kesuma, dan lain-lain.

    Sementara itu, untuk melihat kinerja keuangan paruh pertama tahun ini, investor dapat mencermati kinerja periode yang sama sepanjang 5 tahun terakhir.

    Pada semester I 2023, ASII mencatatkan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp17,44 triliun, laba tersebut turun 3,98 persen secara year-on-year (yoy) dibandingkan semester I 2022 yang sebesar Rp18,2 triliun. Meski demikian, pendapatan ASII terpantau naik 13,01 persen yoy menjadi Rp162,39 triliun dibanding periode yang sama tahun 2022 sebesar Rp143,69 triliun.

    Kontribusi terbesar pendapatan ASII ditopang dari segmen alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi sebesar Rp68,67 triliun, sedangkan segmen otomotif sebesar Rp65,72 triliun. Kemudian disusul berbagai lini bisnis ASII seperti jasa keuangan, agribisnis, hingga properti.

    Laba bersih Astra International, pada semester I 2022, termasuk keuntungan nilai wajar atas investasi pada PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, mencapai Rp18,2 triliun, 106 persen lebih tinggi dari semester pertama tahun 2021 sebesar Rp8,83 triliun. Jika tidak memperhitungkan keuntungan yang belum direalisasikan tersebut, laba bersih grup meningkat sebesar 64 persen menjadi Rp14,5 triliun, mencerminkan kinerja yang kuat dari hampir semua divisi bisnis, terutama divisi alat berat dan pertambangan, otomotif, dan jasa keuangan grup.

    Emiten berkode saham ASII ini mencatatkan pendapatan bersih konsolidasian sebesar Rp143,69 triliun per 30 Juni 2022, tumbuh 34 persen dari Rp107,39 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya, dan lebih tinggi dibandingkan kinerja pra-pandemi.

    Kembali mundur hingga semester I 2021, Astra International membukukan pendapatan Rp107,39 triliun. Nilai itu meningkat 19,6 persen yoy dari tahun sebelumnya Rp89,79 triliun.

    Namun demikian, ASII membukukan laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp8,83 triliun. Laba bersih itu turun 22,38 persen yoy dari semester I 2020 senilai Rp11,38 triliun.

    Kala itu, Manajemen ASII memaparkan, penurunan laba disebabkan oleh keuntungan penjualan investasi di PT Bank Permata Tbk senilai Rp5,88 triliun yang tercatat pada semester I 2020.

    Pada saat pandemi Covid-19 melanda, kinerja bisnis dan keuangan Grup Astra terdampak signifikan pada semester I 2020. Astra International melaporkan penurunan pendapatan bersih konsolidasian sebesar 23 persen yoy menjadi Rp89,8 triliun pada semester I 2020.

    Kendati demikian, laba bersih perseroan masih tumbuh 16 persen secara tahunan menjadi Rp11,4 triliun per 30 Juni 2020. Laba bersih Rp11,4 triliun pada akhir semester I 2020 sudah termasuk dengan keuntungan penjualan saham di PT Bank Permata Tbk (BNLI).

    Tanpa memperhitungkan keuntungan itu, laba bersih Grup Astra melorot 44 persen yoy menjadi Rp5,5 triliun per 30 Juni 2020.

    Terakhir, laba PT Astra International Tbk sepanjang semester I 2019 tercatat terkoreksi sebesar 5,59 persen. Sektor bisnis agribisnis dan otomotif yang dimiliki perseroan menjadi penekan utama terkoreksinya laba entitas induk.

    Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, pendapatan bersih konsolidasian emiten berkode saham ASII tersebut selama periode semester I 2019 meningkat 3,32 persen menjadi Rp116,18 triliun, dengan peningkatan pendapatan dari divisi alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi serta divisi jasa keuangan. Kendati demikian, laba bersih ASII menurun 5,59 persen pada semester I 2019 menjadi Rp9,8 triliun dibandingkan dengan tahun lalu yang tercatat senilai Rp10,38 triliun.

    Agar mempermudah, berikut rangkuman kinerja dari pendapatan dan laba bersih Astra International mulai 2019 sampai dengan 2023:

    • Semester I 2023:

      • Laba bersih: Rp17,44 triliun
      • Pendapatan: Rp162,39 triliun

    • Semester I 2022:

      • Laba bersih: Rp18,2 triliun
      • Pendapatan: Rp143,69 triliun

    • Semester I 2021:

      • Laba bersih: Rp8,83 triliun
      • Pendapatan: Rp107,39 triliun

    • Semester I 2020:

      • Laba bersih: Rp11,4 triliun
      • Pendapatan: Rp89,8 triliun

    • Semester I 2019:

      • Laba bersih: Rp9,8 triliun
      • Pendapatan: Rp116,18 triliun

    Saham Dinilai Undervalue

    Peta saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami perubahan signifikan. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) kini berada di posisi teratas sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar. Posisi kedua dan ketiga diisi oleh PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Amman Minerals Internasional Tbk (AMMN).

    Sementara itu, PT Astra International Tbk (ASII) mengalami nasib berbeda. Perusahaan ini, yang sebelumnya selalu berada di jajaran 10 besar, terdepak dari klasemen sejak 12 Juli 2024. Kapitalisasi pasar ASII tercatat sebesar Rp182,99 triliun pada 22 Juli 2024.

    Miftahul Khaer, Equity Research Analyst dari Kiwoom Sekuritas Indonesia, menjelaskan bahwa saham ASII telah mengalami penurunan signifikan, terpangkas sebesar 20 persen sejak awal tahun. Sentimen negatif di pasar turut menekan harga saham ASII pada periode awal tahun ini. Namun, Miftahul optimis terhadap potensi rebound saham ASII, terutama karena saham ini sudah undervalue.

    Hans Kwee, Direktur Ekuator Swarna Investama, menambahkan bahwa masuknya mobil listrik dari China sempat memicu aksi jual saham ASII. Kerugian investasi ASII di GOTO juga turut mempengaruhi aksi jual oleh investor asing. Menurut Hans, tekanan yang dihadapi saham ASII hanya bersifat sementara karena penurunan daya beli, sehingga market cap ASII masih berpeluang untuk kembali naik dan masuk kembali dalam jajaran 10 besar market cap di BEI.

    Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, menyatakan bahwa saham-saham big cap masih menunjukkan kinerja stabil dan harga sahamnya cenderung defensif. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.