Logo
>

Intip Kinerja Emiten Industri, Adakah Saham yang Menarik?

Ditulis oleh Syahrianto
Intip Kinerja Emiten Industri, Adakah Saham yang Menarik?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kinerja emiten properti industri tetap positif di semester I 2024, didukung oleh tingginya permintaan lahan industri sepanjang paruh pertama tahun ini.

    Sebagai contoh, PT Surya Semesta Internusa (SSIA) mencatat pendapatan konsolidasi sebesar Rp2,34 triliun pada semester I 2024, meningkat 27,4 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp1,83 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

    VP Head of Investor Relations SSIA, Erlin Budiman, menjelaskan bahwa peningkatan ini didorong oleh pendapatan konstruksi yang naik 29,4 persen yoy. Pendapatan dari segmen properti dan perhotelan SSIA masing-masing meningkat 10,8 persen yoy dan 28,0 persen yoy.

    SSIA juga berhasil membalikkan kerugian sebesar Rp51,2 miliar pada semester I 2023 menjadi laba bersih Rp105,6 miliar di semester I 2024.

    “Kenaikan ini terutama disebabkan oleh transfer saham SSIA dan saham baru SCS kepada PT Puri Bumi Lestari dengan total Rp3,09 triliun,” ujarnya melalui keterbukaan informasi, dikutip Selasa, 6 Agustus 2024.

    PT Jababeka Tbk (KIJA) melaporkan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp49,82 miliar pada semester I 2024, mengalami penurunan sebesar 75,69 persen yoy dari Rp204,98 miliar. Padahal, total pendapatan KIJA mencapai Rp2,37 triliun pada semester I 2024, naik 36 persen yoy.

    Wakil Direktur Utama KIJA, Budianto Liman, menjelaskan bahwa penurunan laba bersih ini disebabkan oleh pergerakan nilai tukar mata uang asing.

    "KIJA mencatatkan kerugian valuta asing sebesar Rp258,0 miliar pada semester I-2024, sedangkan pada semester I-2023, KIJA membukukan keuntungan bersih dari valuta asing sebesar Rp312,3 miliar," ujarnya dalam sebuah pernyataan.

    Di sisi lain, PT Puradelta Lestari Tbk dan anak Perusahaan (DMAS) mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp1,2 triliun pada paruh pertama 2024, naik sebesar 24,4 persen yoy. DMAS mencatatkan laba bersih sebesar Rp803 miliar, naik 33,8 persen yoy.

    Masih Dinilai Positif

    Melihat kondisi tersebut, Research Analyst Phintraco Sekuritas, Muhamad Heru Mustofa, mengamati bahwa kinerja emiten kawasan industri pada semester I 2024 cukup positif, didorong oleh permintaan lahan industri yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.

    "Permintaan ini didukung oleh pertumbuhan industri manufaktur, seperti otomotif dan FMCG (Fast Moving Consumer Goods), serta permintaan dari industri pusat data yang meningkat seiring dengan maraknya transformasi digital," katanya.

    Di semester II, kinerja emiten properti kawasan industri akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain permintaan terhadap lahan industri, kinerja mereka juga tergantung pada kondisi ekonomi global seperti pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga.

    Sentimen positif yang dapat mendukung kinerja emiten kawasan industri termasuk pembangunan infrastruktur dan potensi penurunan suku bunga pada semester II 2024.

    Sebaliknya, sentimen negatif yang dapat menekan kinerja emiten kawasan industri adalah potensi ketidakpastian global akibat meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah. Ketegangan meningkat setelah petinggi Hamas, Ismail Haniyeh, terbunuh di Teheran, Iran, saat menghadiri pelantikan presiden baru Iran.

    "Hamas dan Iran menuduh Israel atas tindakan tersebut, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpastian global serta mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi global," jelasnya.

    Oleh karena itu, Heru merekomendasikan untuk wait and see terhadap saham SSIA, DMAS, dan KIJA.

    Pergerakan Saham

    Untuk SSIA, secara teknikal, pergerakan sahamnya sedang membentuk pola symmetrical triangle dan telah mengalami breakdown, sehingga berpotensi melemah menuju level Rp930 per saham hingga Rp875 per saham.

    Sedangkan untuk DMAS, secara teknikal, pergerakan sahamnya belum mampu bertahan di atas MA20 dan MA50 pada kisaran level Rp156–Rp157 per saham. Indikator stochastic RSI menunjukkan Death Cross, yang menandakan potensi pelemahan, sehingga harga saham DMAS berpotensi turun ke level Rp151–Rp146 per saham.

    Untuk KIJA, secara teknikal, pergerakan harga sahamnya cenderung sideways dalam beberapa hari terakhir, dengan pelebaran negative slope pada indikator MACD.

    "Ini mengindikasikan potensi pelemahan, sehingga harga saham KIJA berpotensi turun ke level Rp124–Rp120 per saham," kata Heru.

    Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengamati bahwa pergerakan harga saham SSIA berada pada level support Rp950 per saham dan resistance Rp1.050 per saham. SSIA terlihat telah keluar dari fase sideways dan sedang mengalami koreksi dengan peningkatan volume penjualan.

    Herditya juga merekomendasikan untuk wait and see pada saham SSIA. "Dari sisi indikator, MACD dan Stochastic masih menunjukkan koreksi dan belum ada tanda pembalikan arah," tutup pernyataannya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.