KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan besar sepanjang pekan kemarin, mencatatkan koreksi sebesar 7,83 persen dari level 6.818 terjun bebas ke level 6.270.
PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) menyebut penurunan IHSG ini karena investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp10,2 triliun di seluruh pasar, dengan Rp7,66 triliun di antaranya berasal dari pasar reguler.
Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus menyebut IHSG mengalami aksi jual besar sepanjang pekan 24 hingga 28 Februari 2025 akibat kombinasi faktor eksternal dan domestik.
"Dari sembilan sektor yang ada, hanya IDX Techno yang mengalami penguatan sebesar 11,86 persen, ditopang oleh lonjakan saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang naik 43,99 persen dan mencetak rekor harga tertinggi sepanjang masa, kata Indri melalui keterangan tertulis pada Senin, 3 Maret 2025.
Sementara itu, sektor yang paling terpuruk adalah IDX Basic Materials yang anjlok 12,63 persen, dengan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) turun 16,51 persen serta PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) terkoreksi 9,97 persen akibat aksi panic selling.
Penyebab investor asing tarik investasinya
Indri menjelaskan sentimen negatif semakin kuat setelah rencana Presiden Donald Trump untuk menetapkan tarif impor 25 persen terhadap Uni Eropa, yang berpotensi memicu inflasi global.
Di sisi lain, pemerintah China mengalokasikan stimulus perbankan sebesar USD55 juta yang akan direalisasikan pada Maret 2025.
Morgan Stanley juga menurunkan peringkat MSCI Indonesia dari equal-weight menjadi underweight, banyak saham yang dikeluarkan dari indeks MSCI. Hal ini disebut Indri semakin mengurangi daya tarik investasi di pasar domestik. Faktor pelemahan rupiah hingga ke level Rp16.574 per USD turut menekan sentimen investor.
Rekomendasi saham dan reksa dana
Kendati demikian, di tengah hancurnya IHSG tersebut IPOT menyoroti beberapa saham yang dinilai memiliki potensi pertumbuhan.
Saham PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY) saat ini berada di harga Rp4.560 dan direkomendasikan untuk dibeli dengan target kenaikan hingga 4,39 persen ke Rp4.760.
"Secara teknikal, CMRY menunjukkan pola marubozu berekor di area support dengan indikator stochastic yang membentuk golden cross di area oversold, sementara laba bersih perusahaan mencatat kenaikan 22 persen secara tahunan," tutur dia.
Saham PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) juga menjadi pilihan menarik dengan potensi breakout. Saham ini berada di harga Rp975 dan direkomendasikan untuk dibeli jika menembus Rp985 dengan target ke Rp1.015. Emiten perkebunan ini mencatat laba bersih sebesar Rp1,48 triliun sepanjang 2024. Secara teknikal, LSIP sedang berusaha rebound dari area support, didukung oleh stochastic oscillator yang mengonfirmasi golden cross di area oversold.
Kemudian ada lagi, saham PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) juga mendapat perhatian. Saat ini, harga saham ULTJ berada di Rp1.420 dan direkomendasikan untuk dibeli jika menembus Rp1.455 dengan target ke Rp1.530. Candlestick ULTJ membentuk pola hammer di level support dengan lonjakan volume perdagangan yang signifikan. Indikator stochastic oscillator juga menunjukkan golden cross di area oversold, mengindikasikan potensi kenaikan dalam waktu dekat.
Tren Konsumsi Masyarakat
Selain saham individual, IPOT merekomendasikan akumulasi pada reksa dana saham Premier ETF Indonesia Consumer (XIIC). Dengan tren konsumsi masyarakat yang meningkat menjelang bulan Ramadan, sektor ritel dan consumer goods diprediksi akan mendapatkan dorongan positif.
Ia meminta kepada investor memasuki pekan ini 3 sampai 7 Maret 2025 untuk mencermati sejumlah data ekonomi global dan domestik yang berpotensi mempengaruhi pergerakan IHSG.
Pekan ini diprediksi Indeks NBS PMI Manufacturing China diperkirakan naik ke 50,2 dari 49,1, menandakan pemulihan ekonomi.
Indeks PMI Manufacturing AS diprediksi naik tipis ke 51,6, tetapi sektor jasa di negara tersebut mengalami stagnasi. Data Non-Farm Payrolls AS juga diproyeksikan turun dari 143.000 ke 133.000, yang dapat mempengaruhi kebijakan suku bunga The Fed. Dari dalam negeri, indeks PMI Manufaktur Indonesia diprediksi naik ke 52,3, sementara inflasi Februari diperkirakan turun ke 0,41 persen berkat kebijakan diskon tarif listrik 50 persen.
Berdasarkan analisis IPOT, IHSG diperkirakan akan bergerak bervariasi dengan kecenderungan melemah dalam rentang support 6.660 dan resistance 6.880. Dalam kondisi pasar yang tidak menentu, investor disarankan untuk tetap selektif dalam memilih saham serta mempertimbangkan sektor-sektor yang memiliki fundamental kuat dan prospek pertumbuhan jangka panjang.
Tengah Alami Tekanan
Momen Ramadan 2025 dinilai belum bisa mendongkrak performa Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG yang kini tengah mengalami tekanan.
Diketahui, pada pekan lalu Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan jika IHSG mengalami penurunan sebesar 7,83 persen ke level 6.270,597 dari 6.803,001 pada pekan sebelumnya.
Founder WH-Project, William Hartanto mengatakan secara historis, bulan Ramadan tidak memiliki efek siginifikan terhadap pergerakan IHSG. Menurutnya, kondisi tersebut terjadi lantaran hanya ada beberapa emiten yang terkena dampak positif pada momen bulan Ramadan.
"Misalnya consumer goods, jalan tol atau transportasi, karena nanti setelah selesai ramadhan pas libur lebaran banyak aksi mudik. Tapi sektor-sektor tersebut perannya terhadap IHSG itu tidak signifikan," ujar dia dalam acara diskusi Bursa Pagi-pagi, Senin, Maret 2025.
William juga menuturkan IHSG saat ini masih dikelilingi banyak sentimen negatif, di antaranya ialah kejadian PHK masal hingga kasus korupsi yang baru-baru ini terjadi.
Dia menyatakan dua kejadian tersebut bisa membuat respons negatif investor asing terhadap kondisi perekonomian di tanah asing. Hal ini pun bisa mempengaruhi performa IHSG.
"Dalam jangka pendek khususnya pada investor asing, responnya pasti negatif. Karena menganggap negara ini banyak sekali masalah, itulah yang memicu net sell yang terjadi sejak awal tahun sampai sekarang," jelasnya.
Walaupun begitu, William memproyeksikan IHSG akan bergerak mixed dengan potensi rebound pada hari ini hingga besok. Dia menjelaskan IHSG beroptensi rebound dikarenakan saat ini sudah ada fase jenuh jual.
"Jadi teknikal rebound akan selalu terjadi setiap dalam trend melemah, itu selalu ada momentum reboundnya," pungkas dia.
IHSG Pekan Ini Diproyeksikan Melemah
Founder Stocknow.id Hendra Wardana memperkirakan untuk pekan ini IHSG masih berpotensi mengalami pergerakan sideways dengan kecenderungan melemah akibat aksi panic selling. Dia memprediksi indeks akan bergerak dalam tren pelemahan dengan level resistance di 6.400 dan support di 6.162.
"Pasar masih membutuhkan katalis positif yang kuat untuk membalikkan tren ini, baik dari stimulus domestik maupun sentimen global yang lebih kondusif," kata dia dalam risetnya kepada Kabarbursa.com, dikutip, Sabtu, 1 Maret 2025.
Namun menurutnya, tekanan jual diprediksi mulai mereda di pertengahan pekan seiring dengan rilis data ekonomi penting seperti inflasi Indonesia (diproyeksi turun dari 0,76 persen pada Januari menjadi 0,5 persen di Februari 2025) dan PMI Manufaktur (diperkirakan meningkat dari 51,9 ke 52,3).
Di sisi lain rebalancing MSCI (Morgan Stanley Capital International) yang kini masih berlangsung bisa memberikan tekanan terhadap IHSG, terutama terhadap sektor perbankan yang dalam sesi terakhir melemah hingga 2,77 persen.
Selain faktor domestik, Hendra menjelaskan kebijakan ekonomi global juga menjadi perhatian utama. Sebab, sambungnya, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump baru saja mengumumkan pengenaan tarif impor baru terhadap Kanada, Meksiko, dan China yang akan berlaku mulai 4 Maret 2025.(*)