Logo
>

Jadi Makanan Favorit di Mesir, Pemerintah Genjot Ekspor Udang Vaname

Ditulis oleh KabarBursa.com
Jadi Makanan Favorit di Mesir, Pemerintah Genjot Ekspor Udang Vaname

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia akan menggenjot ekspor udang vaname ke pasar Mesir. Pasalnya, masyarakat negara Piramida tersebut menggemarinya.

    Duta Besar (Dubes) RI untuk Mesir Lutfi Rauf mengatakan masyarakat di Mesir sangat menyukai produk perikanan dan hasil laut Indonesia.

    "Konsumen Mesir sangat menyukai produk perikanan dan hasil laut Indonesia, termasuk produk udang vaname. Ini membuktikan bahwa udang vaname dari Indonesia memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi. Momentum ini diharapkan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan volume ekspor ke pasar Mesir,” kata Lutfi dalam siaran pers Kementerian Perdagangan yang dikutip, Rabu, 23 Oktober 2024.

    Salah satu upaya menggenjot ekspor udang Vaname adalah dengan mengunjungi tambak budi daya udang vaname milik PT Esaputlii Prakarsa Utama (EPU) di Kabupaten Parigi Mautong, Sulawesi Tengah pada Rabu, 16 Oktober lalu.

    Lutfi mengatakan, kunjungan itu merupakan bentuk dukungan pemerintah kepada PT EPU yang memiliki ketersediaan produk udang Vaname untuk memenuhi permintaan pasar nasional.

    "Selain itu, PT EPU diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar Timur Tengah, khususnya pasar Mesir," ujar Lutfi.

    Atase Perdagangan Kairo M Syahran Bhakti S mengatakan, adanya sistem digitalisasi data operasional udang saat ini akan memberikan keberlanjutan usaha bagi PT EPU.

    Sistem digitalisasi data juga diharapkan dapat mendatangkan pembeli potensial dari Mesir dan negara-negara lain di sekitarnya.

    Dia membeberkan, nilai produk perikanan dan hasil laut dengan kode sistem harmonisasi atau HS code 1640 yang diekspor ke Mesir pada 2023 mencapai USD2 juta atau setara Rp30 miliar.

    Di sisi lain, ekspor produk ikan beku dengan kode sistem harmonisasi 0303 berhasil meraup USD855.000 atau setara Rp13,2 miliar.

    Sementara itu, Direktur Utama PT EPU Ahmad Bhakty Baramul menyatakan, pihaknya telah membuka tambak udang Vaname seluas 245,96 hektar di Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah.

    "Kami berharap dapat melakukan panen sebanyak tiga kali dalam setahun. Hasil panen ini diharapkan dapat menghasilkan produksi udang vaname sejumlah 12,4 ribu ton," ungkap Bhakty.

    Jumlah tersebut, lanjutnya, untuk memenuhi permintaan domestik seluruh Nusantara dan diharapkan dapat memenuhi permintaan ekspor dari berbagai negara seperti Amerika Serikat (AS), Republik Rakyat Tiongkok, Jepang, Australia, Uni Eropa, hingga negara-negara di Asia dan Timur Tengah.

    Program Biodiesel Berpotensi Ganggu Ekspor Sawit

    Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto yang ingin mendorong pengembangan biodiesel, khususnya bahan bakar minyak yang dicampur dengan sawit.

    Dalam pernyataannya, Prabowo mengungkapkan bahwa tidak hanya program B35 yang akan dilanjutkan, tetapi juga akan dikembangkan hingga mencapai B50 dan B60.

    Ketua Umum GAPKI Eddy Martono mengatakan bahwa rencana tersebut membuka peluang untuk mengoptimalkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Namun, ia menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam pelaksanaan program biodiesel, terutama jika produksi sawit masih stagnan.

    Eddy menegaskan keyakinannya bahwa pemerintah tidak akan terburu-buru dalam menerapkan B50 jika produksi tidak memadai.

    “Pemerintah pasti tidak akan gegabah dalam mengimplementasikan B50 selama produksi sawit stagnan,” kata Eddy dalam konferensi pers di Kantor Pusat Gapki, Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.

    Ia mewanti-wanti, jika tidak dihitung dengan tepat, program biodiesel berpotensi mengganggu ekspor sawit Indonesia, yang pada gilirannya dapat menurunkan devisa negara.

    Eddy merinci bahwa jika B50 diterapkan dalam kondisi industri sawit saat ini, diperkirakan ekspor akan turun sekitar 6 juta ton. Sementara itu, jika B60 diterapkan, penurunan ekspor bisa mencapai 10 juta ton.

    “Dengan B40 saja, jika diimplementasikan, ekspor kita bisa turun 2 juta ton. Jika kita memaksakan B50, kita berisiko kehilangan 6 juta ton dari rata-rata ekspor yang mencapai 30 juta ton,” jelasnya.

    Salah satu dampak yang perlu diperhatikan adalah potensi inflasi yang dapat terjadi akibat berkurangnya pasokan ekspor sawit ke pasar global. Eddy menekankan bahwa Indonesia akan merasakan dampak tersebut, terutama dalam harga produk yang berbahan dasar sawit.

    “Jika pasokan kita berkurang, harga minyak nabati di dunia akan naik, dan pada akhirnya akan berdampak pada inflasi domestik, mengingat mahalnya produk sawit,” tambah Eddy.

    Produksi Crude Palm Oil (CPO) pada bulan Agustus 2024 tercatat mencapai 3.986 ribu ton, meningkat 10,2 persen dibandingkan dengan bulan Juli yang hanya mencapai 3.617 ribu ton. Selain itu, produksi Palm Kernel Oil (PKO) juga mengalami kenaikan, menjadi 391 ribu ton dari sebelumnya 344 ribu ton pada bulan Juli.

    Namun, secara keseluruhan, produksi tahun 2024 hingga Agustus menunjukkan penurunan 4,86 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu dari 36.287 ribu ton menjadi 34.522 ribu ton. Total konsumsi dalam negeri juga meningkat, meskipun angka tersebut masih perlu ditelaah lebih dalam.

    Konsumsi dalam negeri pada bulan Agustus 2024 tercatat naik menjadi 2.060 ribu ton, naik 30 ribu ton dari bulan sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh konsumsi pangan yang meningkat sebesar 88 ribu ton, meskipun konsumsi oleokimia mengalami penurunan sebanyak 2 ribu ton dan biodiesel turun 56 ribu ton dari 1.035 ribu ton menjadi 979 ribu ton.

    Secara tahunan, konsumsi dalam negeri pada tahun 2024 mencapai 15.571 ribu ton, lebih tinggi 1,94 persen dibandingkan tahun 2023 yang hanya 15.274 ribu ton. Untuk konsumsi pangan, tercatat sebesar 6.665 ribu ton, turun 4,51 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 6.980 ribu ton. Sementara itu, konsumsi oleokimia juga menunjukkan penurunan sebesar 1,85 persen dari 1.512 ribu ton menjadi 1.484 ribu ton. Namun, biodiesel justru menunjukkan pertumbuhan dengan mencapai 7.421 ribu ton, naik 9,42 persen dari tahun sebelumnya.

    Dari sisi ekspor, terdapat kenaikan signifikan dari 2.241 ribu ton pada bulan Juli menjadi 2.384 ribu ton pada bulan Agustus, atau meningkat sebesar 6,35 persen. Kenaikan tersebut terutama berasal dari produk olahan CPO yang naik sebesar 79 ribu ton menjadi 1.668 ribu ton. CPO mentah juga mengalami peningkatan sebesar 48 ribu ton, menjadi 222 ribu ton, sedangkan produk oleokimia naik 41 ribu ton menjadi 440 ribu ton.

    Secara keseluruhan, GAPKI menegaskan bahwa penting untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan dalam negeri dan potensi ekspor agar program biodiesel tidak merugikan industri sawit Indonesia. Melalui perencanaan yang matang, diharapkan sektor ini dapat terus berkembang tanpa mengorbankan kestabilan ekonomi. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi