KABARBURSA.COM - Kinerja emiten rokok di Indonesia tahun ini terus menjadi sorotan, terutama dengan munculnya kebijakan pemerintah yang konsisten meningkatkan tarif cukai rokok. Pada tahun ini, pemerintah telah menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10 persen dan cukai rokok elektrik sebesar 15 persen, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 dan 192 Tahun 2022.
Rencana kenaikan tarif cukai untuk tahun depan juga sudah dijadwalkan untuk dibahas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 pada Agustus mendatang.
Dampak langsung dari kenaikan tarif cukai ini terlihat dalam performa keuangan emiten rokok besar seperti PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Pada kuartal pertama 2024, HM Sampoerna mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 8,1 persen menjadi Rp29,1 triliun, sementara laba mereka naik sekitar 4,7 persen menjadi Rp2,2 triliun.
Di sisi lain, Gudang Garam menghadapi tantangan dengan penurunan laba yang signifikan, mencatatkan laba yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp595,5 miliar, turun 69 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini sejalan dengan penurunan penjualan dan pendapatan usaha sebesar 11,7 persen menjadi Rp26,2 triliun pada kuartal yang sama.
Muhammad Nafan Aji Gusta Utama dari Mirae Asset Sekuritas menilai bahwa kenaikan cukai rokok telah memberikan sentimen negatif yang signifikan pada harga saham emiten rokok. Dia menekankan pentingnya strategi bisnis yang tepat untuk meningkatkan kinerja penjualan dalam menghadapi kondisi pasar yang berat ini. Meskipun inflasi nasional menunjukkan penurunan menjadi 2,51 persen pada Juni 2024, dari sebelumnya 2,84 persen pada Mei 2024, stabilitas perekonomian yang lebih baik bisa menjadi katalis untuk mempertahankan daya beli masyarakat terhadap produk rokok.
Di sisi lain, William Hartanto, seorang Pengamat Pasar Modal, melihat adanya sinyal positif dalam pergerakan saham HM Sampoerna. Dengan indikator MACD yang membentuk bullish divergence, William merekomendasikan untuk membeli saham HMSP dengan target harga antara Rp770 hingga Rp800 per saham. Namun, untuk Gudang Garam dan HM Sampoerna secara keseluruhan, Nafan merekomendasikan untuk tetap memegang (hold) dengan target harga masing-masing Rp17.800 dan Rp760 per saham.
Secara keseluruhan, meskipun emiten rokok menghadapi tantangan signifikan akibat kebijakan kenaikan cukai dan kondisi pasar yang sulit, prospek jangka panjang tergantung pada kemampuan mereka untuk beradaptasi dan mengimplementasikan strategi bisnis yang efektif dalam menghadapi perubahan regulasi dan dinamika pasar yang kompleks.
Kontribusi ke JKN
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, mengungkap sampai saat ini hasil cukai rokok yang masuk kedalam kas negara belum dikontribusikan untuk program jaminan kesehatan nasional (JKN).
“Terkait dengan hal tersebut tentu tidak secara langsung dari perusahaan rokok ke BPJS Kesehatan, karena cukai rokok masuk ke kas negara. Saat ini, belum terdapat ketentuan cukai rokok dikontribusikan untuk Program JKN, namun yang ada baru Pajak Pokok,” kata Ali kepada KabarBursa, di Jakarta, Senin, 17 Juni 2024.
Ali memaparkan, dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, ada ketentuan untuk memaksimalkan penggunaan earmark Pajak Rokok sebagai kontribusi daerah dalam mendukung Program Jaminan Kesehatan.
Ketentuan tersebut, dilaksanakan melalui kontribusi dari pajak rokok bagian hak masing-masing Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, yang selanjutnya tertuang pada PMK 128/PMK.07/2018 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Rokok Sebagai Kontribusi Dukungan Program Jaminan Kesehatan.
“Dalam ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemda wajib mengalokasikan 37,5 persen dari penerimaan pajak rokok daerah untuk Program JKN sesuai dengan ketentuan Pasal 99 ayat 2 Perpres Nomor 82 Tahun 2018,” jelas Ali
“Apabila realisasi Jamkesda (yang telah diintegrasikan kepada Program JKN) masih dibawah nilai kewajiban daerah, maka selisih tersebut merupakan kekurangan kewajiban daerah yang akan dipotong langsung pada tahun berikutnya (dituangkan dalam BAK sebagai kekurangan tahun sebelumnya) ke BPJS Kesehatan,” sambungnya.
Untuk diketahui, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan telah menaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok secara rata-rata 10 persen di 2024. Namun, pengenaan cukai rokok berbeda-beda tergantung jenis dan golongannya.
Semisal sigaret kretek mesin (SKM) golongan I yang dikenakan cukai rokok Rp1.232 per batang/gram, dan sigaret putih mesin (SPM) golongan I Rp1.336 per batang/gram.
Sementara rokok jenis SKT atau sigaret putih tangan (SPT) golongan I masing-masing hanya dikenakan Rp483 dan Rp378.
“Saat ini, hasil pemotongan penerimaan pajak rokok yang telah disetorkan ke rekening BPJS Kesehatan diperhitungkan untuk pemenuhan kewajiban Jaminan Kesehatan untuk pemerintah daerah yang bersangkutan dalam bentuk iuran peserta yang didaftarkan Pemda,” tutupnya.(*)