KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berupaya mendorong minat investor untuk melirik saham-saham di luar kategori blue chip yang selama ini mendominasi perhatian pasar.
Langkah ini dilakukan dengan strategi terstruktur, mulai dari peluncuran indeks khusus hingga mendorong keterbukaan informasi oleh emiten.
Yusuf Adi Pradana, perwakilan dari Divisi Pengembangan Pasar BEI, mengakui bahwa saham-saham unggulan seperti blue chip masih menjadi primadona bagi sebagian besar pelaku pasar. Ia menyebut, salah satu alasan utamanya adalah kemudahan dalam menilai fundamental emiten besar yang sudah lama beroperasi dan memiliki banyak pembanding di industri sejenis.
“Parameter keuangannya relatif mudah diukur dan diverifikasi karena sudah banyak data pembanding, apalagi mereka mayoritas sudah mapan,” kata Yusuf dalam acara edukasi wartawan yang digelar secara daring, Selasa, 27 Mei 2025.
Namun, menurutnya, potensi pasar modal Indonesia tidak hanya terbatas pada saham-saham kelas kakap. Banyak emiten non-blue chip yang dinilai punya prospek menjanjikan, khususnya dalam jangka panjang.
Untuk itu, BEI telah meluncurkan indeks seperti IDX Value dan IDX New Economy sebagai referensi alternatif bagi investor yang ingin menyasar saham-saham pertumbuhan dan inovatif.
“Dua indeks ini kami siapkan untuk membantu menyaring emiten-emiten dengan potensi tumbuh, termasuk dari sektor ekonomi baru,” jelas Yusuf.
Ia menambahkan, investor tetap perlu menyesuaikan strategi dengan tujuan dan jangka waktu investasi masing-masing.
Selain pendekatan berbasis indeks, BEI juga memberikan ruang lebih luas bagi emiten non-blue chip untuk dikenal publik melalui program public expose. Melalui forum ini, perusahaan tercatat berkesempatan memaparkan kinerja, strategi bisnis, serta potensi usahanya langsung kepada investor dan analis.
“Public expose menjadi jembatan bagi emiten-emiten yang mungkin belum dikenal luas tapi punya potensi luar biasa untuk tampil ke permukaan,” tambah Yusuf.
BEI Siapkan Perubahan Strategis
Di sisi lain, BEI juga tengah melakukan evaluasi terhadap aturan pencatatan saham perdana (IPO) dan ketentuan mengenai free float guna memperkuat daya saing pasar modal domestik.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menegaskan bahwa tren IPO dengan nilai emisi kecil dan kepemilikan publik (free float) yang terbatas masih memiliki tempat tersendiri.
Namun, BEI tak tinggal diam dalam menyikapi perkembangan pasar global yang menuntut transparansi dan likuiditas lebih baik.
“Free float menjadi aspek penting karena memengaruhi likuiditas di pasar sekunder dan juga bobot saham dalam indeks global seperti MSCI,” ungkap Nyoman dalam pernyataan tertulis yang disampaikan Minggu, 18 Mei 2025.
BEI, kata Nyoman, saat ini tengah melakukan kajian menyeluruh atas ketentuan pencatatan, termasuk kemungkinan menaikkan batas minimum emisi dan proporsi saham yang harus dimiliki publik.
“Kami sedang melakukan benchmarking ke bursa global dan berdiskusi dengan pelaku industri. Rancangan perubahannya akan kami buka untuk masukan publik sebelum diajukan ke otoritas,” tuturnya.
Langkah ini bertujuan untuk menciptakan struktur pasar yang lebih sehat, meningkatkan daya saing perusahaan tercatat, serta memperkuat posisi Indonesia dalam peta investasi global.
Dengan upaya ini, BEI berharap dapat menghadirkan pasar yang inklusif dan memberikan ruang tumbuh bagi emiten-emiten baru, tanpa mengesampingkan kebutuhan investor akan likuiditas dan tata kelola yang baik.(*)