Logo
>

Jutaan Penumpang Naik KRL: Tepatkah Subsidi Berbasis NIK?

Ditulis oleh Dian Finka
Jutaan Penumpang Naik KRL: Tepatkah Subsidi Berbasis NIK?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah telah melempar wacana mengubah penyaluran subsidi kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek dalam public service obligation (PSO) berbasis nomor induk kependudukan (NIK). Pemerintah berharap, subsidi ini menjadi lebih tepat sasaran.

    Namun, rencana pemerintah tersebut menjadi perhatian tajam masyarakat pengguna KRL serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Apalagi, hal ini menyangkut hajat orang banyak dengan kategori masyarakat kelas menengah ke bawah.

    Jika melihat Dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025, subsidi PSO untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dialokasikan Rp4,79 triliun.

    Anggaran sebesar itu digunakan untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek.

    Kontrak PSO terbesar dialokasikan untuk layanan KRL Jabodetabek sebesar Rp1,6 triliun (64,27 persen). Selanjutnya, KA Jarak Dekat mendapat alokasi Rp466,2 miliar (18,29 persen), disusul oleh KA Jarak Sedang dengan Rp216,7 miliar (8,50 persen), KRD Rp152 miliar (5,97 persen), KRL Jogja-Solo Rp53 miliar (2,11 persen), KA Jarak Jauh Rp12,4 miliar (0,49 persen), dan KA Lebaran Rp9,4 miliar (0,37 persen).

    Lebih lanjut, merujuk pada data anak usaha KAI, PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter, jumlah penumpang kereta tersebut terus menanjak dari tahun ke tahun. Pada Juli 2024, KAI Commuter mencatat jumlah penumpang harian KRL Jabodetabek mencapai 1.149.417 orang.

    Dalam laman KAI Commuter, tren volume pengguna KRL Jabodetabek terus menunjukkan peningkatan. Pada hari kerja di awal semester II 2024 (atau periode 1-12 Juli) tercatat volume pengguna sebanyak 1.054.600 orang tiap harinya.

    Kemudian pada semester I 2024, total volume pengguna KRL Jabodetabek tercatat mencapai 156.816.151 orang. Selain itu, PT Kereta Commuter Indonesia juga mencatat angka tertinggi pada semester tersebut, yaitu 1.042.066 penumpang pada 1 April 2024.

    Sebelumnya, sepanjang semester pertama tahun 2024, KAI Commuter mencatat rata-rata volume pengguna Commuter Line pada hari kerja sebanyak 961.051 orang per harinya. Sedangkan pada hari libur atau akhir pekan rata-rata sebanyak 709.730 orang per hari.

    Adapun sejauh ini, berdasarkan data KAI Commuter, komposisi transaksi pembayaran tiket Commuter Line didominasi dengan menggunakan KMT. Sepanjang semester 1 tahun 2024 ini tercatat sebanyak 54,85 persen transaksi pembayaran tiket Commuter Line Jabodetabek menggunakan KMT atau sebanyak 86 juta lebih transaksi. 

    Kemudian untuk transaksi pembayaran tiket disusul dengan menggunakan kartu uang elektronik bank sebanyak 38,15 persen dan pengguna QR-Code tiket sebanyak 6,87 persen. Namun, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengonfirmasi rencana pemerintah untuk menerapkan subsidi pada layanan KRL Jabodetabek yang berbasis NIK.

    Implementasi subsidi ini akan dilakukan secara bertahap dan tidak akan segera berlaku. Dengan demikian, tarif KRL Jabodetabek dipastikan tidak akan mengalami perubahan dalam waktu dekat.

    Padahal, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan KRL di wilayah Jabodetabek sepanjang 2023  menjangkau 290.890.677 penumpang. Jumlah tersebut naik 35 persen dibandingkan  2022 sebanyak 215.049.396 penumpang

    Namun, jika dibandingkan tahun 2019 yang sebanyak 336.274.343 orang, jumlah penumpang KRL pada 2023 masih 13 persen lebih rendah. Salah satu penyebabnya karena di awal 2023 masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya kembali bekerja di kantor atau work from office (WFO) dan banyak juga masyarakat yang masih ragu untuk menggunakan transportasi umum.

    Risal Wasal, Direktur Jenderal Perkeretaapian (Ditjen DJKA) Kemenhub, menjelaskan bahwa rencana subsidi berbasis NIK yang akan diterapkan pada 2025 merupakan bagian dari upaya Ditjen Perkeretaapian (DJKA) untuk menyesuaikan tarif KRL dengan subsidi yang lebih terarah.

    “DJKA memastikan belum ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dalam waktu dekat. Skema tarif berbasis NIK belum akan diberlakukan segera,” tegas Risal dalam pernyataan tertulisnya, Kamis, 29 Agustus 2024, kemarin.

    Skema subsidi tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK masih dalam tahap pembahasan dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan alokasi subsidi nonenergi untuk PSO tahun anggaran 2025 tepat sasaran. 

    “Skema ini akan diberlakukan secara bertahap dan akan disosialisasikan kepada masyarakat sebelum diterapkan,” kata Risal.

    DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang

    Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo, mendesak pemerintah menunda dan mengkaji ulang pemberlakuan subsidi atau PSO KRL berbasis NIK pada 2025. Selain mendapat penolakan dari komunitas pengguna KRL, subsidi berbasis NIK ini dinilai diskriminatif dan tidak pro rakyat.

    “PSO pada KRL adalah amanat UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian untuk menjamin tarif yang terjangkau bagi masyarakat. Sebagai bentuk pelayanan publik, pemberian subsidi KRL juga seharusnya mengedepankan prinsip kesamaan hak. Tidak boleh diskriminatif. Jika subsidi diberlakukan berdasarkan NIK, artinya sudah ada tindakan diskriminatif dalam pemberian layanan publik,” kata Sigit Sosiantomo dalam keterangan tertulis yang diterima  Kabar Bursa, Minggu, 1 September 2024.

    Sigit juga menilai rencana pemerintah memberlakukan subsidi KRL berbasis NIK sebagai kebijakan yang tidak pro rakyat. Menurutnya, skema baru ini justru dapat menambah beban ekonomi bagi masyarakat pengguna KRL yang tidak memiliki akses subsidi, terutama kelas menengah ke bawah.

    “Rakyat berhak mendapatkan transportasi yang murah dan nyaman sesuai dengan amanat UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian,” ujarnya.

    Sigit menjelaskan banyak masyarakat yang bergantung pada KRL untuk perjalanan sehari-hari, terutama bagi mereka yang bekerja. Kelompok pengguna KRL ini umumnya berasal dari kelas menengah ke bawah. Menurutnya, kalangan yang lebih mampu cenderung memilih mobil pribadi karena lebih nyaman.

    Jika subsidi KRL dibatasi berdasarkan NIK, hal ini akan membebani kelompok tersebut karena tarif KRL akan naik. Di tengah penurunan daya beli masyarakat dan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, Sigit berpendapat bahwa PSO seharusnya ditambah, bukan malah dibatasi.

    Sigit pun meminta pemerintah menunda dan meninjau ulang kebijakan PSO KRL berbasis NIK. Menurutnya, kebijakan subsidi KRL harus lebih pro rakyat, karena masyarakat berhak mendapatkan transportasi yang murah dan nyaman. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.