Logo
>

Kabinet Gemoy Prabowo-Gibran Bakal Bebani Belanja Negara

Ditulis oleh KabarBursa.com
Kabinet Gemoy Prabowo-Gibran Bakal Bebani Belanja Negara

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Rencana Presiden Terpilih 2024, Prabowo Subianto, untuk menambah jumlah kementerian dalam kabinetnya alias kabinet "gemoy" diyakini akan meningkatkan beban belanja negara.

    Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, saat ini anggaran belanja operasional birokrasi pemerintah sudah mencapai Rp691 triliun per tahun.

    Dari angka tersebut, Rp258,8 triliun dialokasikan untuk belanja pegawai kementerian/lembaga (K/L), sementara Rp405,2 triliun untuk belanja barang K/L.

    Nilai belanja operasional birokrasi pemerintah tersebut sekarang mencapai sekitar 63,35 persen dari total pagu belanja K/L yang mencapai Rp1.090,83 triliun pada tahun ini.

    “Dengan penambahan nomenklatur kementerian baru, APBN bisa semakin tertekan,” kata Bhima, Kamis, 16 Mei 2024.

    Bhima menekankan bahwa peningkatan beban belanja birokrasi dapat mengancam pelaksanaan berbagai program yang dijanjikan oleh Prabowo, karena ruang fiskal yang tersedia semakin terbatas.

    “Program-program seperti makan siang gratis dan kelanjutan mega proyek bisa terhambat,” ujarnya.

    Oleh karena itu, Bhima mempertanyakan urgensi dari rencana penambahan jumlah kementerian, yang saat ini berjumlah 34, menjadi sekitar 40. “Seharusnya kementerian yang ada digabungkan untuk menghemat belanja birokrasi,” imbuhnya.

    Menurutnya, jumlah kementerian yang sudah ada saat ini sudah cukup besar, di mana masalah terkait pelayanan publik atau birokrasi pemerintahan seringkali disebabkan oleh kurangnya koordinasi antarkementerian.

    “Jumlah kementerian/lembaga saat ini sudah terlalu besar. Masalahnya terletak pada kurangnya koordinasi lintas kementerian,” tambah Bhima.

    Sebelumnya, gagasan pembentukan kementerian baru muncul dari kubu Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, jumlah maksimal kementerian adalah 34. Namun, kemungkinan revisi UU Kementerian Negara masih terbuka karena termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024.

    Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, berpendapat bahwa peningkatan jumlah kementerian adalah langkah yang wajar karena Indonesia merupakan negara yang besar dan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.

    Menurut dia, semakin banyak kementerian justru akan bermanfaat bagi pemerintahan dan pelayanan publik karena Indonesia memiliki sasaran dan tantangan besar yang harus dihadapi.

    “Dalam konteks negara, jumlah yang banyak menunjukkan kebesaran. Bagi saya, ini positif karena negara kita memang besar, dengan tantangan dan sasaran yang besar pula,” kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 6 Mei 2024.

    Meskipun demikian, Habiburokhman tidak menyangkal kabar mengenai rencana Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk membentuk 40 kementerian. Namun, dia menegaskan bahwa gagasan ini tidak hanya bermotif untuk memenuhi kepentingan partai politik yang mendukung Prabowo.

    Sri Mulyani Susun APBN Prabowo-Gibran

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku bahwa saat ini pihaknya tengah menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Anggaran ini akan menjadi APBN pertama di bawah pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi Indonesia dalam masa transisi ini akan fokus pada bidang investasi dan pembangunan infrastruktur.

    “Kami akan terus memastikan bahwa kebijakan yang secara fundamental penting bagi Indonesia, yaitu investasi di bidang sumber daya manusia, hilirisasi untuk menciptakan nilai tambah, dan investasi lebih banyak untuk infrastruktur,” ujarnya dalam diskusi 2024 Fitch on Indonesia, Rabu, 15 Mei 2024.

    Sri Mulyani menekankan bahwa transisi pemerintahan Indonesia telah terbukti berjalan dengan baik, sebagaimana terlihat pada pemerintahan Megawati Soekarnoputri (2001-2004), Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), dan Joko Widodo yang masih berlangsung.

    “Kita memiliki tradisi transisi yang relatif bisa ditangani dan beradab. Ini penting, karena bahkan negara demokrasi tua bisa mengalami ketidakadaban selama masa transisi,” ujarnya.

    Sri Mulyani memastikan bahwa komunikasi dan kerja sama dengan presiden terpilih, Prabowo Subianto, berjalan baik selama masa transisi ini.

    Seperti diketahui, masa jabatan Presiden Joko Widodo akan berakhir pada 20 Oktober 2024 mendatang.

    “Kami akan terus berkonsultasi dengan presiden terpilih dan dari sisi politik prosesnya akan terus berjalan. Sedangkan dari sisi ekonomi, terutama penyusunan anggaran, harus sesuai dengan siklus yang diatur oleh undang-undang,” jelasnya.

    Dalam penyusunan APBN, pemerintah sedang menyiapkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) yang akan menjadi dasar. Dokumen ini rencananya akan mulai dibahas di DPR RI pada Mei 2024.

    Tantangan untuk menjadi negara maju

    Sementara itu, dalam acara Alumni Dialogue dari Crawford School of Public Policy, Sri Mulyani mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.

    Dia menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2024 mencapai 5,1 persen, meskipun menghadapi ketidakpastian global.

    “Pertumbuhan Q1 2024 kita di angka 5,1 persen sesuai dengan catatan dari @bps_statistics – pertumbuhan yang masih konsisten di tengah ketidakpastian global,” tulisnya di akun Instagram pribadinya, Rabu, 15 Mei 2024.

    Dia menjelaskan bahwa capaian tersebut merupakan hasil dari respons kebijakan publik terhadap pandemi yang luar biasa.

    Sri Mulyani berharap Crawford School of Public Policy dapat memanfaatkan situasi ini sebagai studi kasus tentang formulasi kebijakan publik dalam masa krisis.

    Namun, pandemi bukanlah satu-satunya krisis yang pernah dihadapi Indonesia. “Kita pernah mengalami krisis keuangan pada 1997-1998 dan 2008-2009. Semua krisis tersebut membawa pelajaran berharga, mulai dari lahirnya @lps_idic hingga terwujudnya @bank_indonesia sebagai bank sentral independen,” paparnya.

    Saat ini, Sri Mulyani menyoroti tiga tantangan utama dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045, yaitu perubahan iklim, produktivitas, dan kesenjangan institusi.

    “Ketiga tantangan ini harus dihadapi dengan kebijakan yang tepat dan tindakan yang konkret untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan dan sejahtera bagi Indonesia,” ucapnya.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi