KABARBURSA.COM - Struktur kabinet yang besar dalam pemerintahan mendatang dinilai menjadi tantangan tersendiri dalam pengambilan keputusan ekonomi. Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Ariyo DP Irhamna, menyoroti bahwa dengan jumlah kementerian yang besar, koordinasi antar-lembaga bisa menjadi lebih sulit, terutama dalam merespons isu-isu strategis.
"Rapat koordinasi dan rapat terbatas dengan banyak Menko, menteri, serta kepala badan tentu akan semakin padat. Sementara itu, waktu presiden juga terbatas, sehingga bisa menghambat pengambilan keputusan yang cepat," ujar Ariyo dalam diskusi publik, Kamis 27 Februari 2025. Malam.
Ia juga menyoroti bahwa sering kali rapat kabinet lebih menyerupai seminar nasional dibanding forum pengambilan keputusan strategis. Hal ini semakin diperumit oleh perubahan nomenklatur kementerian dan lembaga yang membutuhkan waktu penyesuaian hingga dua tahun. "Pendek kata, jika pemerintah ingin berlari cepat, tantangan struktural ini bisa menjadi penghambat," tambahnya.
Tren kabinet gemuk di Indonesia ini juga bertolak belakang dengan tren global, di mana berbagai negara justru melakukan perampingan kabinet untuk meningkatkan efisiensi birokrasi dan pelayanan publik. Ariyo mencontohkan Argentina yang pada 2023 memangkas jumlah kementeriannya dari 21 menjadi 11 di bawah kepemimpinan Presiden Javier Milei. Langkah serupa juga diikuti Amerika Serikat dengan membentuk Department of Government Efficiency yang dipimpin oleh Elon Musk, serta Vietnam yang berencana mengurangi jumlah kementeriannya dari 30 menjadi 21.
Dari perspektif ekonomi, Ariyo juga menyoroti Purchasing Manager Index (PMI) industri manufaktur nasional. Setelah stagnasi akibat pandemi COVID-19 pada 2020, sektor ini menunjukkan tren pemulihan hingga 2024, sejalan dengan tren global. Namun, pada 2025 diperkirakan akan terjadi penurunan, yang menjadi sinyal kurang baik bagi industri nasional.
Selain itu, kesenjangan pertumbuhan sektor tenaga kerja juga menjadi sorotan. "Industri pengolahan, yang seharusnya menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, masih belum optimal. Justru sektor pertanian yang masih menjadi penyerap tenaga kerja terbesar," jelas Ariyo.
Ia menegaskan perlunya kebijakan yang mampu mendorong optimalisasi industrialisasi berbasis tenaga kerja (labour intensive industrialization). Beberapa sektor industri, seperti tekstil, saat ini masih menghadapi tekanan besar dan kesulitan untuk bertahan.
"Jika tidak ada kebijakan yang tepat untuk mendorong daya saing dan efisiensi industri, maka sektor ini akan terus mengalami tekanan di tengah dinamika ekonomi global," pungkasnya.
Berpotensi Membebani APBN
Analis Komunikasi Politk, Hendri Satrio alias Hensat menilai, kabinet gemuk di era kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka jelas akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Diketahui, Prabowo sendiri sebelumnya telah memanggil sebanyak 107 calon anggota kabinet. Adapun rinciannya, 49 calon menteri dan 58 calon wakil menteri dan calon kepala badan. Hensat menilai, APBN akan terbebani mengingat banyaknya anggota kabinet dengan beberapa kementerian yang dipecah.
“APBN kita pasti akan, walaupun tidak akan, misalnya Pak Prabowo mengatakan bahwa jangan kemudian mengambil uang dari APBN, tapi kabinet gemuk ini sudah jelas membebani negara,” kata Hensa dalam keterangannya kepada Kabarbursa.com, dikutip Kamis, 17 Oktober 2024.
“Bukan saja dari sisi nomenklatur belanja pegawai, tapi juga belanja infrastrukturnya, termasuk gedung dan lain-lain,” lanjutnya.
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI itu pun menilai, kabinet Prabowo menjadi gemuk karena harus memenuhi keinginan orang-orang yang telah berjasa ikut membantu memenangkannya di Pilpres 2024 kemarin. Sehingga, kata Hensat, Prabowo pun harus merubah nomenklatur kementerian dan akhirnya membentuk kabinet yang berpotensi akan membebani negara.
“Itu sebuah fenomena yang harus kita terima, jadi ini mungkin adalah kemenangan elektoral pertama yang kemudian berpotensi membebani APBN,” jelasnya.
Di sisi lain, Hensat tak memungkiri bahwa kabinet yang akan menjalankan pemerintahan nantinya tak berbeda jauh dengan kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menilai, hal itu ditunjukkan dari 17 menteri era Jokowi yang dipanggil oleh Prabowo untuk mengisi kembali kursi di kabinet. Menurutnya, ini memperlihatkan bahwa Jokowi mewariskan banyaknya utang dan program-programnya kepada Prabowo.
“Menurut saya Pak Prabowo mungkin kalau dengan komposisi kabinet seperti yang kemarin kita lihat, maka akan meneruskan cara-cara rezim hutangnya Pak Jokowi itu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan, program-program atau proyek-proyeknya,” kata Hensat.
Menurutnya, kecenderungan Prabowo saat ini untuk melakukan pelantikan. Setelahnya, kata Hensat, Prabowo baru akan melakukan gerakan politik yang menunjukkan dirinya sebagai pemimpin sesuai dengan harapan masyarakat.
Meski begitu, Hensat mengaku tetap optimis dan memberikan kesempatan kepada Prabowo untuk menjalankan pemerintah serta kabinetnya. “Saya katakan ya, memang kita harus memberikan kesempatan kepada Pak Prabowo untuk mengandalkan pemerintahannya dan memberikan kesempatan kepada Pak Prabowo memimpin kabinet,” pungkasnya.(*)