KABARBURSA.COM - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia merekomendasikan kepada pemerintah untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Impor Ilegal dan Penertiban Barang Impor Ilegal. Langkah ini diambil di tengah kekhawatiran meningkatnya produk impor yang masuk ke pasar domestik secara ilegal.
"Kadin Indonesia berharap jalur masuk ilegal yang marak menjadi jalur masuk ke pasar dalam negeri dapat ditindak dengan tegas. Kami merekomendasikan pemerintah untuk membentuk Satgas pemberantasan impor ilegal dan penertiban barang impor ilegal," kata Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, dalam pernyataan di Jakarta, Rabu 3 ULI 2024.
Pernyataan ini disampaikan Kadin RI sebagai respons terhadap rencana pemerintah meningkatkan bea masuk sejumlah komoditas hingga 200 persen.
Kadin bersama asosiasi dan himpunan pelaku usaha yang bernaung di dalamnya meminta agar selalu dilibatkan dalam pembentukan Satgas tersebut. Yukki berharap pemerintah dapat menelaah lebih lanjut jenis produk dan jalur masuk terkait dugaan impor ilegal serta memberikan tindakan tegas.
Sementara itu, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk membentuk Badan Logistik Nasional (BLN) guna mendukung target pertumbuhan ekonomi pemerintahan baru sebesar delapan persen.
"Kalau ada tata kelola logistik dan ada badannya, nggak mustahil itu karena faktanya, kita selalu di atas lima persen pertumbuhannya," kata Ketua Umum DPP ALFI, Akbar Djohan, usai menghadiri Indonesia Port Editors' Club (IPEC) di Jakarta, Selasa.
Dengan adanya Satgas Pemberantasan Impor Ilegal dan BLN, diharapkan tercipta sistem yang lebih teratur dan transparan dalam proses impor, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Regulasi Impor
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wirawasta menyampaikan bahwa rencana pengetatan regulasi impor adalah bukti nyata keberpihakan pemerintah terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
Pihaknya menyambut baik respons Presiden Joko Widodo yang mempertimbangkan untuk kembali memberlakukan pengetatan impor khususnya produk TPT, yang sebelumnya direlaksasi dalam Permendag 8/2024.
“Kami menyambut baik arahan Presiden, ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap produk dalam negeri dan penyediaan lapangan kerja,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu 26 Juni 2024.
Ia menekankan bahwa rencana tersebut harus dikawal dan direalisasikan dengan baik oleh lembaga terkait, sehingga manfaat dari larangan dan pembatasan (lartas) produk impor yang masuk ke pasar domestik bisa dirasakan kembali oleh pelaku industri.
Lebih lanjut, ia meminta pemerintah untuk melakukan investigasi terhadap produk impor TPT ilegal yang dinilainya sudah berlangsung selama beberapa tahun, serta menegakkan hukum bagi oknum yang terbukti bersalah.
“Perlu ada penegakan hukum karena praktik impor ilegal yang dilakukan bertahun-tahun ini terus dibiarkan hingga semakin merajalela. Sebaiknya dilakukan penyelidikan, dan mereka yang terbukti terlibat harus segera ditangkap dan diadili,” tegasnya.
Selain itu, ia mengapresiasi langkah Kementerian Perindustrian yang dengan tegas menginginkan pembatasan impor kembali diberlakukan guna menjaga keberlangsungan industri di tanah air.
Industri Tekstil Lokal
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyelenggarakan rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 25 Juni 2026, yang diikuti sejumlah menteri kabinet untuk menanggapi banyaknya industri tekstil lokal yang gulung tikar.
“Rapat tersebut membahas keluhan dari industri tekstil, termasuk beberapa pelaku industri yang tutup dan beberapa yang terancam melakukan PHK massal,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas).
Untuk merespons isu ini, Zulhas menyatakan pemerintah mempertimbangkan untuk memberlakukan kembali pengetatan kebijakan dan pengaturan impor yang sebelumnya sudah tertuang dalam Permendag 36/2023.
Pemberlakuan kembali aturan tersebut merupakan usulan dari Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, yang diharapkan dapat membendung gelombang PHK yang dialami industri tekstil.
“Tadi disepakati kita akan menggunakan instrumen pengenaan untuk TPT dan pakaian jadi, elektronik, alas kaki, dan keramik. Tas akan dikenakan BMTP (Bea Masuk Tindakan Pengamanan) dan antidumping sekaligus,” ujar Zulhas.
Hadapi Tantangan Besar
Industri tekstil di Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar, termasuk di antaranya adalah kebangkrutan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Presiden Joko Widodo telah turun tangan dengan mengadakan rapat bersama beberapa menteri untuk mendiskusikan masalah ini. Kondisi seperti ini menunjukkan tingkat kekhawatiran yang mendalam.
Salah satu perusahaan tekstil utama di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, juga tidak luput dari dampak buruk yang dialami industri ini. Kabar mengenai potensi kebangkrutan dan utang yang membebani perusahaan telah menarik perhatian publik. Namun, Sritex dengan tegas menyatakan bahwa mereka masih beroperasi dan belum ada keputusan resmi pailit dari pengadilan.