KABARBURSA.COM - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, menilai kebijakan potongan gaji untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memiliki tujuan baik, namun penerapannya tidak bisa seragam karena kondisi kesehatan perusahaan yang bervariasi.
"Perumahan bagi pekerja itu penting, tapi kita juga harus memastikan ini tidak menjadi beban. Tidak semua perusahaan dalam kondisi sehat," ujar Arsjad di Jakarta, Rabu 29 Mei 2024.
Arsjad menekankan bahwa kebijakan Tapera memang membantu pekerja memiliki rumah, namun penerapannya harus mempertimbangkan kondisi perusahaan.
"Ada perusahaan yang tidak sehat, jadi perlu kita kaji lagi. Kadin selalu menitikberatkan keseimbangan antara pengusaha dan pekerja," kata Arsjad.
Arsjad menambahkan bahwa hubungan antara pengusaha dan pekerja harus menciptakan keseimbangan dan kesinambungan.
Pentingnya keseimbangan dan kesinambungan antara pengusaha dan pekerja juga diutarakan Arsjad. Kebijakan yang baik harus membantu pekerja tanpa memberatkan pengusaha.
Dalam pembangunan ekonomi, keterlibatan pemangku kepentingan, pengusaha, dan pekerja sangat penting. Keseimbangan dan saling memahami antara pengusaha dan pekerja diperlukan agar keduanya dapat mengerti tantangan dan kebutuhan masing-masing.
"Tanpa pengusaha, tidak ada pekerja. Tanpa pekerja, tidak ada pengusaha. Keduanya perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu Indonesia Emas 2045. Ini harus dilakukan bersama-sama," imbuh Arsjad.
Regulasi mengenai Tapera ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada Senin (20/5) dalam Peraturan Pemerintah (PP) 21/2024, yang merupakan perubahan dari PP 25/2020.
Kelompok yang wajib mengikuti program ini mencakup ASN, TNI, Polri, pekerja BUMN/BUMD, serta pekerja swasta. Dalam aturan tersebut, pemberi kerja wajib membayar simpanan peserta dan memungut simpanan dari pekerja.
Besaran iuran ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri. Untuk Peserta Pekerja, iuran ditanggung bersama antara perusahaan dan karyawan masing-masing sebesar 0,5 persen dan 2,5 persen. Sedangkan untuk Peserta Pekerja Mandiri, iuran ditanggung sendiri.
Peserta yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.
Dana yang dihimpun dari peserta akan dikelola oleh Badan Pengelola Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta.
Potongan Gaji Pekerja
Kebijakan pemerintah yang mewajibkan potongan gaji pekerja sebesar 3 persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mendapat penolakan dari berbagai elemen pekerja dan pelaku usaha. Kebijakan ini dinilai memberatkan pekerja dan pengusaha.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, mengungkapkan bahwa regulasi tersebut ditolak oleh banyak pihak. Dan, APINDO telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyoroti keberatan ini.
“Sejalan dengan APINDO, serikat buruh/pekerja juga menolak pemberlakuan program Tapera. Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja/buruh,” ujar Shinta dalam keterangan resminya, Selasa, 28 Mei 2024.
Shinta menjelaskan bahwa APINDO pada dasarnya mendukung kesejahteraan pekerja dengan menyediakan perumahan bagi mereka. Namun, Peraturan Pemerintah No. 21/2024 dianggap duplikasi dengan program sebelumnya, yakni Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.
“Tambahan beban bagi pekerja (2,5 persen) dan pemberi kerja (0,5 persen) dari gaji tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan,” tambah Shinta.
APINDO menilai pemerintah sebaiknya mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, di mana sesuai PP maksimal 30 persen (Rp138 triliun) dari aset JHT yang memiliki total Rp460 triliun dapat digunakan untuk program MLT perumahan pekerja. Dana MLT yang tersedia pun sangat besar, namun penggunaannya sangat sedikit.
Menurut APINDO, aturan Tapera akan menambah beban pengusaha dan pekerja karena saat ini beban pungutan yang ditanggung pelaku usaha sudah mencapai angka 18,224-19,74 persen dari penghasilan kerja.
Rincian Beban
I. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU No. 3/1999 ‘Jamsostek’)
– Jaminan Hari Tua (3,7 persen)
– Jaminan Kematian (0,3 persen)
– Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24-1,74 persen)
– Jaminan Pensiun (2 persen)
II. Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU No. 40/2004 ‘SJSN’)
– Jaminan Kesehatan (4 persen)
III. Cadangan Pesangon (berdasarkan UU No. 13/2003 Ketenagakerjaan) sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar (8 persen).
“Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi Rupiah dan melemahnya permintaan pasar,” kata Shinta.
APINDO terus mendorong penambahan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan sehingga pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera. APINDO telah melakukan diskusi dan koordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mempercepat perluasan program MLT bagi kebutuhan perumahan pekerja.