KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyuguhkan kado istimewa bagi Indonesia di Hari Kemerdekaannya yang ke-79 pada 17 Agustus 2024.
Mengutip data Refinitiv, IHSG berhasil mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) beberapa hari menjelang perayaan Hari Kemerdekaan RI, tepatnya pada Rabu 14 Agustus 2024.
Pada momen itu, IHSG meroket ke level ATH di 7.436, melonjak 1,08 persendibandingkan hari sebelumnya 13 Agustus 2024.
Kenaikan IHSG yang cemerlang pada Rabu tersebut didorong oleh respons positif pelaku pasar global terhadap data inflasi produsen Amerika Serikat (AS) untuk periode Juli 2024 yang ternyata lebih baik dari ekspektasi.
Sebagai informasi, indeks harga produsen (producer price index/PPI) AS untuk permintaan akhir hanya naik tipis 0,1 persen pada Juli, setelah pada Juni 2024 naik 0,2 persen tanpa revisi, menurut data Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja AS.
Angka ini melampaui prediksi pasar. Ekonom yang disurvei oleh Reuters sebelumnya memperkirakan PPI akan naik 0,2 persen. Dalam 12 bulan hingga Juli, PPI naik 2,2 persen setelah pada Juni tercatat 2,7 persen.
Harga produsen AS naik lebih rendah dari perkiraan di bulan Juli akibat penurunan tajam pada biaya jasa, yang menjadi penurunan terbesar dalam hampir setahun terakhir. Fenomena ini mengindikasikan melemahnya tekanan inflasi, sehingga memperkuat ekspektasi penurunan suku bunga bulan depan. Sebagai catatan, pencapaian ATH oleh IHSG bukanlah yang pertama kali.
Pada 14 Maret 2024, kuartal I-2024, IHSG mencapai ATH dengan kenaikan 0,16 persen ke 7.433,32.
Secara intraday, IHSG sempat berfluktuasi dengan level tertinggi di 7.454,44 dan terendah di 7.380,64.
Lonjakan ini terjadi bertepatan dengan periode pembagian dividen jumbo perbankan Indonesia. Dana asing yang deras masuk ke pasar mencapai Rp 1,93 triliun, dengan kontribusi terbesar dari pasar reguler sebesar Rp 1,78 triliun.
Pada Kamis 7 Maret 2024, IHSG kembali mencatat rekor di 7.373,96, naik 0,6 persen, melampaui rekor sebelumnya pada 4 Januari 2024 di 7.359,76.
Transaksi harian mencapai Rp 11,6 triliun dengan 25 miliar saham berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 287 saham naik, 233 saham turun, dan 248 stagnan.
Sektor bahan baku menjadi penggerak utama IHSG, dengan kenaikan 2,19 persen.
Harapan akan penurunan suku bunga oleh Ketua The Fed Jerome Powell turut menyemangati pasar domestik, termasuk IHSG.
Pada 4 Januari 2024, IHSG melesat 1,11 persen ke posisi 7.359,76.
Transaksi saham mencapai Rp 9,87 triliun dengan volume 17,17 miliar saham. Sebanyak 326 saham terapresiasi, 221 saham terdepresiasi, dan 221 lainnya stagnan.
Perbankan BUMN menjadi sasaran beli oleh investor asing dengan nilai pembelian bersih yang signifikan.
Pada Selasa 13 September 2022, IHSG menguat 0,88 persen ke level 7.318,02.
Sikap investor yang optimis terkait data inflasi AS bulan Agustus 2022 turut mengangkat sentimen pasar, dengan ekspektasi inflasi tahunan (yoy) AS melandai ke 8,1 persen dari 8,5 persen di bulan sebelumnya.
Pada 21 April 2022, IHSG meningkat 0,68 persen ke angka 7.276,19. Sepanjang perdagangan, indeks bergerak stabil di zona hijau.
Investor asing tercatat melakukan net buy senilai Rp 1,88 triliun.
Pada 18 April 2022, IHSG ditutup di 7.275,289, menguat 0,55 persen, mencetak rekor ATH baru.
Nilai transaksi menyentuh Rp 15 triliun dengan volume perdagangan 24 miliar saham.
Pada 13 April 2022, IHSG naik 0,67 persen ke 7.262,77, mencatatkan penutupan tertinggi sepanjang sejarah IHSG.
Investor asing tercatat melakukan net buy sebesar Rp 858 miliar.
Pada 8 April 2022, IHSG melonjak 1,17 persen ke 7.210,83, mencatat kenaikan mingguan sebesar 1,87 persen.
Data domestik yang kuat memberikan dorongan bagi IHSG, terutama sektor konsumsi dan ritel yang bangkit seiring pelonggaran aktivitas masyarakat.
Pada 22 November 2021, IHSG mencatat rekor tertinggi dengan kenaikan tipis 0,05 persen di level 6.723,38.
Padahal dalam bulan agustus ini, Sentimen pasar global pada Agustus 2024 didominasi oleh kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi di beberapa wilayah utama, terutama Amerika Serikat dan Jepang.
Salah satu peristiwa besar yang mengguncang pasar terjadi pada 5 Agustus, ketika keputusan tak terduga dari Bank of Japan untuk menaikkan suku bunga menciptakan gejolak besar di pasar saham, terutama di Asia.
Indeks Nikkei Jepang turun lebih dari 12 persen, sementara di Korea Selatan, Kospi mengalami penurunan hampir 9 persen, menyebabkan penghentian perdagangan sementara
Di AS, data pekerjaan yang lebih lemah dari perkiraan menambah kekhawatiran akan resesi, dengan angka non-farm payrolls hanya meningkat sebesar 114.000 pada bulan Juli.
Ketidakpastian ini, dikombinasikan dengan kebijakan moneter global yang masih ketat, memperburuk sentimen pasar. Volatilitas melonjak, dengan VIX (indeks volatilitas) mencapai angka tertinggi sejak tahun 2020
Sementara itu, Eropa menghadapi pelemahan di beberapa sektor, tetapi sebagian besar mempertahankan stabilitas di tengah ketidakpastian politik dan moneter yang lebih terkendali dibandingkan dengan Asia dan AS.
Sentimen negatif ini berdampak luas pada berbagai kelas aset, mulai dari ekuitas hingga forex dan komoditas, dengan para investor berusaha menyesuaikan strategi di tengah lingkungan pasar yang bergejolak.(*)