Logo
>

KBRI Seoul Lobi Bebas Visa, Tarik WNI ke Korea Selatan

Ditulis oleh Syahrianto
KBRI Seoul Lobi Bebas Visa, Tarik WNI ke Korea Selatan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Seoul akan melobi untuk mengupayakan fasilitas bebas visa buat kunjungan singkat Warga Negara Indonesia (WNI) ke Korea Selatan (Korsel). Saat ini, WNI harus mengajukan visa kunjungan, kecuali ke Pulau Jeju.

    Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Seoul, Teuku Zulkaryadi, mengatakan bahwa wacana tersebut telah lama menjadi perhatian. Namun terdapat sejumlah kendala mengapa Indonesia tak kunjung mendapatkan bebas visa kunjungan ke Korea Selatan.

    Kendala pertama adalah asas resiprokal atau timbal balik yang biasanya diberlakukan dalam hubungan diplomatik antara dua negara. "Sejauh ini pemerintah Indonesia belum mengajukan resmi permohonan bebas visa untuk WNI kepada pemerintah negeri 'Ginseng', kata Yadi.

    Lebih lanjut, ia menuturkan, pemegang paspor Korea Selatan saat ini hanya perlu mengajukan Visa on Arrival (VoA) untuk berkunjung ke Indonesia. Status VoA sebagai ijin keluar-masuk sebuah negara masih satu tingkat di bawah bebas visa.

    VoA ini memungkinkan pemegang passpor Korsel tinggal di Indonesia untuk liburan, kunjungan pemerintah, keperluan bisnis, dan transit, selama maksimal 30 hari. Asas resiprokal melalui VoA ni tidak dapat diminta pemerintah Indonesia karena Korea Selatan tidak memiliki kebijakan VoA.

    “Permasalahannya, Korea tidak mengenal kebijakan Visa on Arrival. Sementara kita mintanya bebas visa. Ini masih menjadi perdebatan karena kita belum pernah menemukan timbal balik yang sepadan,” jelas Yadi.

    Jika pun pemerintah Korsel memberikan fasilitas bebas visa, WNI harus tetap mendaftar melalui sistem daring, seperti yang saat ini diberlakukan Korsel untuk sekitar 70 negara.

    Isu pekerja migran Indonesia (PMI) di Korea Selatan menjadi kendala kedua. Yadi mengungkapkan dari total sekitar 50.000 PMI di Korsel, 10.000 di antaranya adalah ilegal. Secara persentase, angka ini  besar jika dibandingkan dengan negara lain seperti China dan Vietnam.

    Dari total 500.000-an pekerja migran China di Korea Selatan, hanya ada 100.000 yang ilegal, sementara Vietnam dari 200.000 pekerja migran hanya ada 20.000-an yang ilegal. Dengan persentase pekerja ilegal sekitar 20 persen, isu tenaga kerja ilegal dari Indonesia dianggap pemerintah Korsel lebih mengkhawatirkan daripada tenaga kerja ilegal dari China atau Vietnam.

    Sementara pemerintah Indonesia menilai penyelesaian isu ini cukup kompleks, karena banyaknya PMI ilegal di Korea menunjukkan banyaknya permintaan dari perusahaan setempat. Namun, pihak Korsel kemudian bisa membalasnya lagi dengan meminta rincian urusan apa saja yang ilegal.

    "Giliran ditanyakan ke teman-teman, enggak ada yang mau kasih tahu perusahaanya mana saja karena berdampak pada sisi pendapatan mereka," tutur Yadi.

    KBRI Seoul berencana mengundang Dirjen Imigrasi Indonesia Silmy Karim untuk bertemu Dirjen Imigrasi Korsel dalam forum konsultasi imigrasi bilateral tahun ini guna membahas masalah PMI ilegal itu.

    Populasi Korea Menua

    Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Seoul Zelda Wulan Kartika mengatakan isu aging population atau populasi yang semakin menua di Korea Selatan, bisa dimanfaatkan oleh pekerja migran Indonesia.

    “Korea sedang menghadapi aging population yang menyebabkan banyak lapangan pekerjaan tidak bisa diisi oleh (penduduk) mereka, sehingga mereka membutuhkan (tenaga kerja) dari luar, salah satunya dari Indonesia,” kata Zelda.

    Korsel mencatat penurunan angka kelahiran hingga 7,7 persen pada 2023, dan angka kesuburan terendah sejak 1970 yakni 0,72. Merujuk pada data tersebut, diperkirakan dalam 15-20 tahun mendatang jumlah penduduk usia produktif di Negeri Ginseng itu akan menurun drastis.

    Guna menangani krisis itu, pemerintah Korsel juga telah menginisiasi beberapa program untuk menarik para tenaga kerja asing, termasuk dari Indonesia. Yadi menyebut salah satu lapangan pekerjaan yang terbuka luas untuk pekerja Indonesia adalah tenaga pengelas (welder) profesional.

    “Setelah COVID-19, industri perkapalan di Korsel mendapat banjir order sehingga mereka membutuhkan banyak tenaga pengelas untuk bekerja di industri perkapalan dan konstruksi di Korea,” kata Yadi.

    Ia menjelaskan bahwa tahun lalu, KBRI mencatat permintaan untuk mengirim 5.000 tenaga pengelas asal Indonesia, untuk bekerja di perusahaan Korea seperti Hyundai dan Daewoo. Namun, tenaga pengelas yang diminta oleh Korsel adalah profesional yang memiliki sertifikat dengan level tertinggi secara internasional.

    “Karena ada persyaratan ini, hingga akhir Desember lalu kita hanya bisa mengirim sekitar 1.500 tenaga pengelas. Masih ada sekitar 3.500 pekerja lagi yang kita tidak bisa penuhi sesuai permintaan,” ujar Yadi.

    Selain permintaan untuk tenaga kerja profesional berstatus visa E-7, pemerintah Korea juga melaksanakan program employment permit system (EPS) untuk menarik tenaga kerja dari 16 negara yang diajak bekerja sama, di antaranya Indonesia, melalui mekanisme antarpemerintah (g to g).

    Berdasarkan data Imigrasi Korsel, terdapat sekitar 60.000 pekerja migran Indonesia yang bekerja secara legal di Negeri Ginseng. Di antara jumlah tersebut, sekitar 40.000 orang dikirim melalui mekanisme g to g dengan fasilitasi Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Sebagian besar WNI itu bekerja di sektor manufaktur dan perikanan di Korsel.

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.