Logo
>

Kelas Menengah Perlahan Surut, OJK: Waspada Kredit Macet!

Ditulis oleh Yunila Wati
Kelas Menengah Perlahan Surut, OJK: Waspada Kredit Macet!

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta perusahaan pembiayaan dan fintech P2P lending untuk lebih waspada terhadap potensi peningkatan kredit macet atau kredit bermasalah, salah satunya dengan melakukan penilaian kelayakan pendanaan (credit scoring). Permintaan ini muncul seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat dan penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia.

    Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, melaporkan bahwa hingga Juli 2024, tingkat pembiayaan bermasalah atau nonperforming financing (NPF) gross di perusahaan pembiayaan dan P2P lending tetap dalam kondisi yang terjaga.

    “Diproyeksikan, tingkat kredit bermasalah pada perusahaan pembiayaan dan P2P lending akan tetap terjaga hingga akhir tahun,” kata Agusman dalam keterangan tertulisnya, yang dikutip pada Minggu, 8 September 2024.

    Rasio NPF gross perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,75 persen, sedikit menurun dari bulan sebelumnya yang mencapai 2,8 persen. Pada periode yang sama, NPF net turun dari 0,87 persen menjadi 0,84 persen. Sementara itu, tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari (TWP90) fintech berada di angka 2,53 persen per Juli 2024, turun dari 2,79 persen pada Juni 2024.

    Situasi ini kontras dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia pasca-pandemi COVID-19. Pada 2019, jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta orang atau 21,45 persen dari total penduduk. Namun, pada 2024, jumlahnya turun menjadi 47,85 juta orang atau 17,13 persen.

    Artinya, sekitar 9,48 juta orang yang sebelumnya berada di kelas menengah telah mengalami penurunan status ekonomi mereka. Sementara itu, kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class meningkat dari 128,85 juta orang (48,20 persen dari total penduduk) pada 2019 menjadi 137,50 juta orang (49,22 persen dari total penduduk) pada 2024.

    Angka masyarakat rentan miskin juga meningkat, dari 54,97 juta orang (20,56 persen dari total penduduk) pada 2019 menjadi 67,69 juta orang (24,23 persen dari total penduduk) pada 2024. Penurunan kelas menengah ini mengindikasikan pergeseran signifikan dalam struktur ekonomi masyarakat Indonesia.

    Dikuasai Gen Z

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa hampir 40 persen dari kredit macet pada pinjaman online (pinjol) berasal dari generasi Z (Gen Z) dan milenial, yang berusia antara 19 hingga 34 tahun. Data ini menunjukkan betapa signifikan peran kedua kelompok usia ini dalam masalah kredit bermasalah.

    Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan lembaga jasa keuangan lainnya OJK, Agusman, memaparkan bahwa porsi TWP90 (pembiayaan yang tidak dibayar lebih dari 90 hari sejak jatuh tempo) di kalangan Gen Z dan milenial mencapai 37,17 persen.

    “Tingkat TWP90 untuk kelompok usia 19-34 tahun adalah 37,17 persen,” jelas Agusman dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pada Agustus 2024, Jumat, 6 September 2024.

    Sebagai langkah mitigasi, OJK kini meminta penyelenggara pinjol atau peer-to-peer (P2P) lending untuk memberikan peringatan jelas kepada konsumen di laman utama web dan aplikasi mereka. Peringatan tersebut berbunyi, “Hati-hati transaksi ini berisiko tinggi, Anda bisa mengalami kerugian atau kehilangan uang jika tidak membayar utang. Pertimbangkan secara bijak sebelum bertransaksi.”

    Dengan langkah ini, diharapkan calon pengguna pinjol akan lebih menyadari risiko yang terlibat dalam penggunaan layanan pinjaman online.

    Hingga akhir Juli 2024, nilai outstanding pinjaman online mengalami pertumbuhan 23,97 persen (year-on-year) menjadi Rp69,39 triliun, meskipun pertumbuhannya sedikit melambat dibandingkan dengan bulan Juni yang tumbuh 26,73 perse (year-on-year).

    Agusman juga melaporkan bahwa tingkat TWP90 mengalami penurunan pada bulan Juli, dengan angka terjaga di 2,53 persen dibandingkan 2,79 persen pada bulan Juni 2024.

    Rasio Kredit Macet Paylater

    Pada Juli 2024, angka kredit bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) gross untuk layanan Buy Now Pay Later (BNPL) tercatat sebesar 2,82 persen. Meski angka ini masih tergolong tinggi, ada penurunan dibandingkan Juni 2024 yang mencapai 3,07 persen.

    Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman, menjelaskan bahwa dari total angka tersebut, terdapat 1,5 juta kontrak pembiayaan yang bermasalah, atau sekitar 1,80 persen dari total kontrak BNPL.

    “Jumlah kontrak pembiayaan bermasalah mencapai 1,5 juta kontrak, yang merupakan 1,80 persen dari keseluruhan kontrak BNPL,” ungkap Agusman dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 7 September 2024.

    Meskipun demikian, belum ada data yang menghubungkan kontrak bermasalah ini dengan pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Namun, tingginya jumlah kontrak bermasalah mengindikasikan adanya potensi kesulitan dalam melunasi berbagai bentuk utang, termasuk KPR.

    “Belum ada informasi spesifik mengenai apakah individu dengan kontrak bermasalah juga mengajukan KPR atau tidak,” tambah Agusman.

    Dia menghimbau kepada pengguna layanan paylater dan fintech lending untuk lebih bijak dalam mengelola pembiayaan dan mempertimbangkan kemampuan finansial sebelum mengambil pinjaman atau pembiayaan tambahan.

    “Pengguna layanan paylater atau fintech lending diimbau agar selalu bijak dalam menggunakan layanan pembiayaan dengan mempertimbangkan kemampuan membayar,” pungkasnya.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79