Logo
>

Kemekeu Tambah Kuota SBN Syariah, jadi Rp14 Triliun

Ditulis oleh Syahrianto
Kemekeu Tambah Kuota SBN Syariah, jadi Rp14 Triliun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menambah kuota penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Syariah Jenis Sukuk Tabungan/ST seri ST012, untuk menampung besarnya minat investor ritel terhadap ST012. Hingga Minggu, 19 Mei 2024 malam, kuota penerbitan ST012 telah mencapai Rp14 triliun, atau sudah bertambah Rp4 triliun dari kuota awal penerbitan ST012.

    Adapun pemesanan SBN Syariah seri ST012, per Minggu, 19 Mei per pukul 22.05 WIB, tercatat telah mencapai Rp12,02 triliun. Jumlah pemesanan tersebut, berasal dari pemesanan ST012 tenor 2 tahun atau ST012T2 sebesar Rp8,80 triliun serta, ST012 tenor 4 tahun atau ST012T4 tercatat Rp3,14 triliun.

    Maka, kuota penerbitan ST012 hanya tinggal tersisa sekitar Rp1,98 triliun, yang terbagi menjadi dua yakni sisa kuota penerbitan ST012T2 sekitar Rp1,12 triliun dan ST012T4 yang Rp863,13 miliar. Besaran sisa kuota penerbitan ST012, terus berkurang seiring berjalannya waktu pemesanan dan juga bisa kembali bertambah jika pemerintah kembali menambah target atau kuota penerbitan ST012.

    Masa penawaran ST012 yang dibuka sejak 26 April masih akan berlangsung hingga ditutup pada 29 Mei 2024. Namun demikian, pemerintah dimungkinkan untuk menutup masa penawaran ST012 lebih cepat jika kuota penerbitan terakhir yang ditetapkan sudah terpenuhi dan tidak ditambah lagi kuota penerbitannya.

    Tingginya minat investor karena ST012 menawarkan imbal hasil menarik, yakni minimal 6,4 persen untuk ST012T2 dan minimum 6,55 persen untuk ST012T4, dengan kupon bersifat mengambang dengan batas miniml (floating with floor).

    Artinya kupon ST012 bisa naik saat suku bunga acuan Bank Indonesia naik, namun tidak bisa turun lebih rendah dari batas minimal. Imbal hasil ST012 merupakan yang kupon SBN Ritel tertinggi sejak akhir 2019, atau dalam 4 tahun terkahir.

    Minimum investasi di ST012 senilai Rp1 juta dan kelipatannya, dengan maksimal pembeliannya Rp5 miliar untuk ST012T2 dan Rp10 miliar untuk ST012T4. ST012 tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder (non tradable), namun memiliki fasilitas pencarian awal sebagian sebelum jatuh tempo (early redemption).

    Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), indeks harga konsumen (IHK) inflasi atau naik 3 persen pada April 2024 secara tahunan (yoy). Dengan begitu, setelah dipotong pajak 10 persen dan inflasi, maka imbal hasil riil ST012T2 menjadi 2,76 persen dan ST012T4 cuan riilnya 2,895 persen.

    Angka itu jauh lebih menarik dari bagi hasil deposito syariah. Menurut laporan terbaru Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Februari 2024, ekuivalen tingkat imbalan/bagi hasil bank umum syariah dan unit usaha syariah untuk deposito mudharabah rupiah tenor di atas 12 bulan di 6,02 persen. Setelah dipotong pajak 20 persen dan inflasi, maka imbal hasil riil deposito syariah 1,816 persen.

    Perlu dicatat, tingkat bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk deposito atau simpanan rupiah di bank umum saat ini 4,25 persen untuk periode 1 Februari - 31 Mei 2024. Maksimum nilai simpanan atau deposito yang dijamin LPS ialah Rp2 miliar.

    Karena itu, jika tabungan atau deposito menawarkan bunga atau imbal hasil di atas 4,25 persen dan nilai di atas Rp2 miliar, maka tidak dijamin oleh LPS. Selain itu, bunga atau imbal hasil deposito dikenai pajak 20 persen. Adapun pajak imbal hasil ST012 hanya 10 persen.

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.