KABARBURSA.COM – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menerima ribuan laporan keluhan terkait Tunjangan Hari Raya (THR) dan Bonus Hari Raya (BHR) keagamaan pada tahun 2025.
Berdasarkan data Kemenaker periode 12 Maret sampai 1 April 2025, tercatat sebanyak 1.683 aduan yang masuk melalui berbagai kanal layanan Posko Satgas Ketenagakerjaan, Live Chat dan Pusat Bantuan Kemenaker.
Kanal Posko THR (PTSA) menerima 50 aduan terkait THR dan BHR. Melalui layanan live chat dan Pusat Bantuan Kemenaker masing-masing mendapat 1.460 dan 173 aduan.
Sebanyak 450 aduan yang masuk terkait dengan keterlambatan pembayaran THR. Berikutnya adalah THR yang tidak sesuai ketentuan sebanyak 476 aduan. Sedangkan untuk aduan THR yang tidak dibayarkan sebanyak 417 aduan.
Kemenaker melaporkan, 91 persen aduan masih dalam proses penyelesaian dan 9 persen sisanya telah diselesaikan. Kemenaker mengimbau perusahaan segera menindaklanjuti laporan dan memastikan pembayaran THR dan BHR sesuai ketentuan yang berlaku.
Lebih lanjut, Kemenaker meminta gubernur membentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan di masing-masing wilayah untuk memfasilitasi konsultasi dan penegakan hukum terkait pemberian THR dan BHR.
Kemenaker mengimbau karyawan yang masih mengalami kendala terkait THR dapat melaporkan di live chat dan bantuan kemenaker.
THR dan Libur Diatur dalam Regulasi
Sebelumnya, Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menjelaskan, pola libur lebaran 2025 telah diatur dalam regulasi.
“Jika semua perusahaan berhenti beroperasi selama libur panjang, maka ketersediaan barang dan layanan publik bisa terganggu. Karena itu, beberapa perusahaan meminta sebagian karyawan tetap bekerja dengan memberikan insentif khusus,” kata Payaman kepada Kabarbursa.com pada 28 Maret 2025.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hari libur keagamaan merupakan hak pekerja yang wajib dihormati oleh perusahaan. Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, perusahaan yang tetap beroperasi saat libur nasional wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang masuk kerja.
Payaman menegaskan bahwa bagi pekerja yang tetap bekerja selama libur lebaran, perusahaan wajib memberikan kompensasi tambahan, yang dapat berupa:
- Libur pengganti di hari lain sesuai kesepakatan, atau;
- Upah lembur yang lebih besar dibandingkan hari kerja biasa, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
“Semua pelanggaran hukum ketenagakerjaan dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan,” kata dia.
Menurutnya, tren libur lebaran di Indonesia saat ini lebih panjang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang dapat berdampak pada produktivitas perusahaan, terutama bagi sektor yang tidak bisa menghentikan operasionalnya dalam waktu lama.
“Kalau semua perusahaan berhenti beroperasi selama lebih dari satu minggu, siapa yang akan menyediakan barang dan layanan publik? Karena itu, beberapa perusahaan meminta sebagian karyawan tetap bekerja dengan memberikan insentif khusus,” kata dia.
Terkait potensi pelanggaran hak-hak pekerja, Payaman menegaskan bahwa seluruh pelanggaran hukum ketenagakerjaan dapat dilaporkan langsung ke Dinas Ketenagakerjaan. Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap praktik ketenagakerjaan agar hak pekerja tetap terlindungi sesuai peraturan yang berlaku.
Selain libur hari besar, Payaman juga menjelaskan soal pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja seharusnya menjadi kewajiban rutin yang sudah dijalankan oleh perusahaan tanpa perlu adanya imbauan dari pemerintah setiap tahunnya.
Menurutnya, ketentuan mengenai THR sudah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994, yang mewajibkan perusahaan membayar THR sebesar satu bulan gaji bagi pekerja dengan masa kerja minimal satu tahun, sementara bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun, THR dibayarkan secara proporsional.
Pembayaran THR juga wajib dilakukan paling lambat satu minggu sebelum Hari Raya Keagamaan pekerja yang bersangkutan.
“Sejak puluhan tahun, perusahaan sudah terbiasa dengan pembayaran THR. Seharusnya tidak ada lagi masalah dalam implementasinya. Pembayaran ini seharusnya sudah otomatis tanpa perlu adanya imbauan,” ujar Payaman.
Adapun perusahaan yang tidak membayarkan THR, kata Payamandapat dikenakan sanksi administratif, sementara keterlambatan pembayaran akan dikenakan denda tambahan sesuai regulasi yang berlaku.
Dengan aturan yang sudah jelas, ia berharap seluruh perusahaan dapat memenuhi kewajibannya sesuai regulasi, dan pekerja pun semakin memahami hak-hak mereka, baik dalam penerimaan THR, hak libur lebaran, hingga perlindungan ketenagakerjaan lainnya.
Ketentuan Pembayaran THR
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pekerja di Perusahaan.
Surat edaran itu ditujukan kepada seluruh gubernur di Indonesia untuk memastikan pelaksanaan pembayaran THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam surat edaran yang ditandatangani Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli pada 10 Maret 2025 itu menegaskan bahwa pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban pengusaha kepada pekerja atau buruh sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. THR wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan.
“Besaran THR yang diberikan kepada pekerja atau buruh dengan masa kerja 12 bulan atau lebih adalah sebesar satu bulan upah,” tulis isi SE tersebut.
Sementara itu, bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional berdasarkan rumus (masa kerja/12) x 1 bulan upah.
Bagi pekerja harian lepas dan pekerja dengan sistem upah berbasis satuan hasil, perhitungan THR didasarkan pada rata-rata upah dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.
Menteri Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa THR harus dibayarkan secara penuh dan tidak boleh dicicil. Selain itu, jika dalam perjanjian kerja atau kebiasaan perusahaan terdapat ketentuan pembayaran THR dengan jumlah yang lebih besar, maka perusahaan wajib membayarkan sesuai ketentuan yang lebih menguntungkan bagi pekerja.
Bahkan, untuk memastikan kepatuhan perusahaan, Menaker menginstruksikan gubernur agar mengimbau perusahaan membayar THR lebih awal serta membentuk Posko Satuan Tugas (Satgas) THR di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota.
Tujuannya layanan konsultasi dan penegakan hukum terkait pembayaran THR, yang dapat diakses melalui laman https://poskothr.kemnaker.go.id.(*)