KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan akan menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 meskipun nilai tukar rupiah melemah. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, menyatakan bahwa saat ini masih terlalu dini untuk menilai apakah defisit APBN 2024 akan melebar atau tetap terjaga sesuai target.
Febrio menjelaskan bahwa Kemenkeu akan mengelola defisit APBN dengan baik, meskipun masih terlalu awal untuk membuat penilaian pasti. Dia menegaskan bahwa pihaknya memiliki kemampuan untuk mengelola risiko-risiko yang muncul dengan baik.
Dengan demikian, Kemenkeu akan terus memantau kondisi ekonomi dan keuangan serta melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga defisit APBN agar tetap sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk diketahui, rupiah anjlok ke level terlemah dalam empat tahun terakhir dan saat ini berada diatas Rp16.000/USD. Dengan demikian, defisit APBN 2024 bisa semakin melebar akibat anjloknya rupiah.
Saat ini defisit APBN tahun 2024 telah disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sebesar 2,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau secara nominal sebesar Rp522,8 Triliun.
Dalam penyusunan APBN, pemerintah memakai berbagai asumsi yang menjadi dasar perhitungan perkiraan nilai penerimaan dan belanja pemerintah. Asumsi yang digunakan di antaranya kurs dolar AS, harga minyak dunia, asumsi inflasi, hingga tingkat imbal hasil surat utang (SBN), dan lain-lain.
Untuk APBN 2024, pemerintah memakai asumsi kurs dolar AS di level Rp15.000. Dengan kini kurs dolar AS sudah semakin melemah pada kisaran Rp16.000, beban utang pemerintah bisa semakin besar.
Mengutip Bloomberg, setiap pelemahan nilai rupiah sebesar Rp100/USD, nilai pengeluaran pemerintah pusat bisa melonjak Rp10,1 triliun. Sementara itu, kenaikan nilai pendapatan negara hanya bertambah Rp4 triliun. Dengan demikian, setiap pelemahan rupiah Rp100/USD, defisit APBN bisa bertambah Rp6,2 triliun.
Sebagai informasi, rupiah mengakhiri pelemahannya pada pekan lalu dengan mencatatkan pelemahan 2,63 persen dibandingkan level penutupan pada pekan sebelum libur panjang Idulfitri, yakni ditutup di Rp16.263/USD pada perdagangan Jumat 19 April 2024.
Bukan hanya rupiah yang tertekan meskipun di Asia pada sepekan lalu pelemahan rupiah adalah yang paling parah. Kejatuhan rupiah diikuti oleh peso Filipina yang tergerus hingga 1,9 persen, juga dong Vietnam yang anjlok 1,6 persen, baht Thailand melemah 0,61 persen, lalu dolar Taiwan yang tergerus 0,67 persen.
Sementara itu, mata uang lain seperti ringgit Malaysia pelemahannya lebih terbatas 0,26 persen, rupee India melemah 0,06 persen, yuan China melemah 0,03 persen. Sedangkan won Korea Selatan melemah secara mingguan 0,5 persen.
Kebangkitan dolar AS telah menggerus mata uang lain lain, sejurus dengan terkikisnya ekspektasi penurunan bunga acuan Federal Reserve, ditambah kenaikan tensi konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel. Indeks dolar AS sepekan lalu menyentuh level di atas 106 dan melibas mata uang yang menjadi lawannya, termasuk rupiah.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.