KABARBURSA.COM - Direktur Riset Jasa Keuangan Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Etika Karyani mengatakan, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate sebesar 25 basis point (bps) menjadi 6,25 persen dinilai untuk menjaga aliran modal keluar asing (capital outflow).
"Kenaikan BI Rate itu membantu sentimen untuk menjaga capital outflow, khususnya di pasar modal Indonesia oleh investor asing," kata Etika dalam webinar CORE Indonesia Quarterly Review, Kamis, 25 April 2024.
Namun ia memberikan catatan bahwa kenaikan BI Rate tersebut tidak sepenuhnya memberikan dampak positif terhadap keseluruhan saham.
"Secara historis BI menaikkan BI Rate pada 30 Mei 2018, kemudian Agustus 2022, Oktober 2023. Saat ini dengan kenaikan sebesar 25 basis point itu IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)-nya juga sudah mengalami kontraksi," ungkap Etika.
Buktinya pada Rabu, 24 April kemarin, sambungnya, IHSG dibuka melemah menjadi 7,14 persen. Ini mengalami penurunan sebanyak 0,41 persen.
"Nah, pelemahan ini lebih karena sentimen kenaikan BI rate yang menjadi 6,25 persen," ucapnya.
Dengan kata lain, ujar ekonom dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, BI Rate dapat membantu menahan sentimen dari foreign sale karena memberi sinyal bahwa ada pelemahan nilai tukar terutama untuk saham-saham sektor keuangan.
"Namun, pada saham yang memiliki struktur utang tinggi, seperti infrastuktur, teknologi, kemudian otomotif, ini justru bisa menekan tingkat risiko ataupun expect return saham tersebut," pungkasnya.
Sebelumnya, BI memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur April, pada Rabu, 24 April.
Keputusan ini mengejutkan pasar karena mayoritas ekonom dan analis pasar memperkirakan BI akan mempertahankan BI rate.
“Kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari memburuknya risiko global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5 plus 1 persen pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Rupiah sudah merosot 5,04 persen year-to-date tertekan kebangkitan dolar AS akibat sentimen higher for longer Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat (AS).
Arus keluar modal asing memuncak mencapai USD1,9 miliar hanya di bulan ini saja sampai data 23 April. Tekanan arus keluar modal asing dikhawatirkan akan semakin besar bila bank sentral tidak memberikan respon lebih kuat terkait kejatuhan nilai tukar belakangan ini.
“Ke depan, risiko terkait arah Fed fund rate dan dinamika ketegangan geopolitik global akan terus dicermati karena akan mendorong ketidakpastian pasar global, meningkatnya tekanan inflasi dan penurunan prospek ekonomi dunia. Kondisi ini membutuhkan respon kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif hal-hal itu terhadap perekonomian,” kata Perry.