Logo
>

Kenaikan PPN pada Tiket Pesawat: Pemerintah Disarankan Begini!

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Kenaikan PPN pada Tiket Pesawat: Pemerintah Disarankan Begini!

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia dan seorang analis penerbangan, Chappy Hakim, merespons soal isu kenaikan harga tiket pesawat karena pengaruh pengenaan pajak nilai (PPN) 12 persen untuk barang dan jasa mewah.

    Chappy mempunyai fokus tersendiri soal harga tiket pesawat yang tergolong cukup tinggi. Menurut ia permasalahan bukanlah pada harga tiket atau kenaikan pajak semata. Melainkan pada pengelolaan sistem transportasi udara nasional.

    "Jika negara yang memiliki maskapai, harga tiket pesawat bisa lebih terkontrol dan tujuan utama pelayanan masyarakat tetap terjaga, termasuk dalam situasi darurat seperti bencana alam atau kebutuhan logistik penting lainnya," kata Chappy kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Minggu, 5 Januari 2025.

    Menurut dia, harga tiket pesawat memang sudah sejak awal relatif mahal jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Ada beberapa faktor. Seperti harga bahan bakar atau avtur yang lebih tinggi di Indonesia, kurs dolar yang berfluktuasi, serta pajak impor suku cadang.

    Untuk pemeliharaan pesawat juga dianggap menjadi alasan utama mengapa harga tiket pesawat domestik menjadi lebih tinggi. Namun, menurutnya, ada aspek yang lebih besar yang perlu dipahami oleh publik. Kondisi pengelolaan maskapai di Indonesia yang dilakukan oleh swasta.

    Ia menyoroti salah satu kebijakan penerbangan untuk layanan haji dan umrah yang kini diserahkan kepada maskapai swasta. Chappy menilai, hal tersebut berisiko jika terjadi masalah manajerial di maskapai tersebut. Dapat mengganggu keberangkatan dan pelayanan jemaah haji dan umrah.

    Pengelolaan transportasi udara yang dimiliki oleh pihak swasta dianggap bergantung pada orientasi bisnis dan keuntungan. Bukan pelayanan masyarakat. Kondisi ini, menurutnya, berbahaya bagi stabilitas sektor penerbangan di Indonesia dan tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan harga tiket atau layanan publik secara efektif.

    "Masalah utama dalam industri penerbangan Indonesia adalah pengelolaan maskapai yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, bukan swasta. Jika negara tidak memiliki kontrol penuh atas maskapai penerbangan, maka sulit bagi pemerintah untuk mengendalikan harga tiket," ucap dia.

    Chappy mengatakan, pemerintah seharusnya menyediakan tranportasi udaranya sendiri yang memang berorientasi tidak mencari keuntungan. "Kalau bicara tentang sistem perhubungan udara, negara ini punya tugas. Melayani masyarakat, mendukung administrasi logistik tata kelola pemerintahan. Setidaknya ditunjang 4 maskapai pembawa bendera, perintis, charter dan kargo (milik pemerintah sendiri)," tutur dia.

    Dia khawatir jika sektor-sektor penting dikelola oleh swasta, jika terjadi ketidakstabilan perusahaan, maka mobilitas ekonomi dari transportasi udara akan terganggu.

     

    Klik Hal Selanjutmya...

    Saat ini pemerintah mengelola dua perusahaan maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia dan PT Pelita Air yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sementara untuk saham Garuda Indonesia saat ini sudah dijual di pasar modal.

    Dilansir dari website Kementerian Perhubungan pada Minggu, 5 Januari 2025, PT Garuda Indonesia mulai menjual sahamnya ke BEI pada 11 Januari 2011 dengan kode saham GIAA. Melantainya GIAA ke BEI dulu Direktur Utamanya Emirsyah Satar. Pasar pertamanya, GIAA melepas 6.335.738.000 lembar saham atau setara dengan 27,98 persen dari total saham, sudah termasuk kepemilikan saham PT Bank Mandiri sebesar 1.935.738.000 saham. Saham Garuda dilepas pada harga Rp750 per lembar. Dari saham yang dilepas, Garuda dan Mandiri menargetkan akan mengantongi dana hasil IPO sebesar Rp4.751.803.500.000 atau Rp4,75 miliar.

    Chappy menyuarakan pendapatnya tentang kondisi Garuda Indonesia dan pentingnya peran negara dalam sektor transportasi udara. “Negara itu harus memiliki maskapai penerbangan yang membawa bendera, atau yang biasa disebut sebagai flag carrier, seperti Garuda Indonesia. Maskapai ini memiliki peran penting dalam menghubungkan kota-kota besar di dalam dan luar negeri, serta melayani umat haji dan umroh. Itu adalah tugas negara dalam melayani masyarakat, bukan semata-mata untuk mencari keuntungan,” ungkap Chappy.

    Chappy menyoroti ketergantungan Garuda pada dana talangan dari pemerintah saat menghadapi masalah keuangan dan mengganti manajemen berulang kali tanpa adanya penyelidikan menyeluruh terhadap penyebab kerugian. Menurut dia sebagai maskapai yang mengelola penerbangan haji dan umroh seharusnya perusahaan itu tidak mengalami kerugian.

    Dia meminta untuk pengawasan keuangan yang ketat disertai .penggantian manajemen. Chappy menegaskan bahwa peran negara sangat penting dalam sektor perhubungan udara untuk menjamin keberlanjutan dan kestabilan industri penerbangan nasional. Menurutnya, negara harus bertanggung jawab menyediakan sistem transportasi udara yang melayani masyarakat, bukan semata-mata berorientasi pada keuntungan finansial.

    Pengamat Bisnis Penerbangan Nasional, Gatot Raharjo, senada dengan Chappy menurut dia harga tiket pesawat yang mahal disebabkan banyaknya biaya-biaya yang dibebankan oleh pemilik maskapai seperti pajak dan avtur.

    “Jika transportasi udara kelas ekonomi dianggap sebagai transportasi umum, maka pajak-pajak yang berlaku juga harus sama dengan yang berlaku di sektor transportasi lainnya, termasuk penghapusan PPN,” kata Gatot kepada Kabarbursa.com saat dihubungi.

    PT Garuda Indonesia Persero Tbk atau GIAA mencatat kinerja keuangannya penuh tantangan. Dilansir dari Stockbit pada Minggu, 5 Januari 2024 sejumlah indikator fundamental mencerminkan kondisi yang kurang menguntungkan. Laporan keuangan perusahaan menunjukkan sejumlah permasalahan yang perlu diperhatikan, terutama terkait dengan profitabilitas dan solvabilitas.

    Pada kuartal ketiga 2024, Garuda Indonesia tercatat mengalami kerugian bersih sebesar Rp321 miliar, yang menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Untuk tahun berjalan (TTM), kerugian bersih yang tercatat mencapai Rp2,994 miliar, dengan revenue mencapai Rp49,552 miliar, meski terjadi penurunan 10,41 persen pada pendapatan dibandingkan tahun sebelumnya.

    Pada sisi profitabilitas, margin laba bersih Garuda Indonesia berada di posisi turun 2,62 persen pada kuartal terbaru, dengan EBITDA tercatat Rp13,046 miliar. Meskipun perusahaan berhasil mencatatkan EBITDA positif, kerugian bersih yang tercatat menunjukkan bahwa Garuda masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya operasional.

    Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2024, Garuda Indonesia memiliki total liabilitas sebesar Rp119,896 miliar, yang jauh melebihi total asetnya yang tercatat Rp98,537 miliar. Hal ini mengindikasikan rasio solvabilitas yang buruk, dengan rasio utang terhadap ekuitas yang tercatat turun 2,76, sebuah angka yang mengkhawatirkan dan menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap pembiayaan eksternal.

    Selain itu, Garuda Indonesia juga mengalami kesulitan dalam likuiditas dengan current ratio hanya 0,50 dan quick ratio sebesar 0,44, yang menunjukkan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya tanpa bergantung pada inventaris.

    Tak Terlalu Positif

    Di pasar saham, kinerja Garuda Indonesia juga tidak terlalu positif. Pada periode satu tahun terakhir, harga saham perusahaan turun 27,03 persen, dan sepanjang lima tahun terakhir, harga sahamnya anjlok lebih dari 88 persen.

    Salah satu aspek yang relatif lebih positif adalah aliran kas bebas Garuda Indonesia, yang tercatat sebesar Rp5,825 miliar pada TTM. Namun, pengeluaran modal yang tinggi, seperti belanja modal Rp1,589 miliar, menambah tekanan pada likuiditas perusahaan. Garuda Indonesia juga mengalami arus kas negatif dari aktivitas pendanaan sebesar Rp2,571 miliar, yang menandakan ketergantungan yang terus menerus pada pendanaan eksternal.

    Pada 15 November 2024 lalu PT Garuda Indonesia Tbk baru saja mengganti Direktur Utamanya yakni Irfan Setiaputra yang telah menjabat sejak Januari 2020 digantikan oleh Wamildan Tsani Panjaitan. Pemegang saham yang mewakili 74,97 persen total saham sepakat untuk merombak susunan pengurus dalam perusahaan itu.

    Latar belakang Wamildan memang sudah lama berkecimpung di dunia penerbangan. Dia merupakan lulusan SMA Taruna Nusantara pada 1998 dan akademi angkatan udara atau AAU pada 2001. Kemudian dia menjadi pilot pesawat patroli maritim Boing 737-200 di TNI AU pada 2003. Wamildan juga sempat mengajar sekolah penerbangan di Yogyakarta dan menjadi Plt Direktur Utama Lion Air. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".