KABARBURSA.COM – Harga emas dunia naik tipis setelah beberapa kali terkoreksi. Saat ini harga emas berada di level 2.861,57 atau Rp 46.729.438 atau naik sebesar 0,37 persen pada perdagangan hari ini, Senin, 10 Februari 2025. Kenaikan harga emas terjadi karena peningkatan ketegangan antara AS dan China yang membuat investor mencari perlindungan di aset safe-haven.
Mengutip dari Reuters, harga emas spot naik 0,2 persen menjadi USD2.861,46 per ons pada pukul 01:41 siang ET (1841 GMT), naik lebih dari 2 persen minggu ini, setelah mencapai rekor tertinggi USD2.886,62 pada awal sesi.
“Fokus utama pasar emas terus pada ketidakpastian terkait kebijakan tarif Trump,” kata direktur perdagangan logam di High Ridge Futures, Sabtu, 8 Februari 2025.
Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump pada pekan ini memulai konflik perdagangan dengan menindaklanjuti ancamannya untuk memberlakukan tarif baru terhadap China, meskipun Trump sedang memberikan kelonggaran satu bulan bagi Meksiko dan Kanada.
Emas kerap menjadi pilihan investasi yang aman di tengah ketidakstabilan politik dan keuangan. Pasar emas tampaknya turut terdorong oleh peningkatan kepemilikan emas oleh Bank Rakyat Tiongkok serta kebijakan baru yang memungkinkan dana asuransi di Tiongkok berinvestasi dalam emas, menurut Peter Grant, wakil presiden sekaligus ahli strategi logam senior di Zaner Metals.
Sementara itu, laporan dari Departemen Tenaga Kerja menunjukkan bahwa ekonomi AS menambah 143.000 lapangan kerja pada Januari, lebih rendah dari perkiraan ekonom yang memprediksi kenaikan 170.000, sementara tingkat pengangguran tercatat 4 persen, sedikit di bawah proyeksi sebesar 4,1 persen.
Harga Emas Sempat Terkoreksi
Harga emas dunia akhirnya terkoreksi setelah mencatatkan rekor dalam lima sesi berturut-turut. Pada perdagangan Kamis waktu Amerika atau Jumat dini hari WIB, harga emas turun 1 persen karena dolar AS menguat menjelang rilis data ketenagakerjaan AS, sementara investor mulai merealisasikan keuntungan. Sebelumnya, emas terus menanjak akibat meningkatnya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China.
Pergerakan harga emas spot tercatat turun 0,4 persen menjadi USD2.853,16 (sekitar Rp45,65 juta) per ons pada pukul 01:50 siang waktu AS Timur (1850 GMT), setelah sempat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di USD2.882,16 (sekitar Rp46,11 juta) pada Rabu. Kontrak berjangka emas AS juga melemah 0,6 persen dan ditutup di USD2.876,70 (sekitar Rp46 juta).
“Ini kombinasi dari dolar yang lebih kuat, aksi ambil untung, dan imbal hasil obligasi yang sedikit naik dari posisi terendahnya,” kata analis senior RJO Futures, Daniel Pavilonis, dikutip dari Reuters di Jakarta, Jumat, 7 Februari 2025. Ia menambahkan, pelaku pasar saat ini menanti laporan ketenagakerjaan AS.
Pasar tenaga kerja yang masih solid ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi AS, sekaligus memberi ruang bagi Federal Reserve untuk menunda pemangkasan suku bunga sambil mengevaluasi dampak inflasi dari kebijakan fiskal, perdagangan, dan imigrasi Presiden Donald Trump.
“Selain volatilitas pasar secara umum, kita masih menghadapi inflasi yang mulai merangkak naik. Karena itu, emas kembali diminati sebagai aset safe haven,” ujar Chief Operating Officer Allegiance Gold, Alex Ebkarian.
Ebkarian juga optimistis harga emas masih berpeluang menuju USD2.900 (sekitar Rp46,44 juta) dalam waktu dekat. “Sentimen pasar masih sangat kuat, meskipun dalam jangka pendek dolar AS memang tengah menguat,” katanya.
Secara teknikal, Relative Strength Index (RSI) emas kini berada di atas angka 70, yang mengindikasikan logam mulia ini sudah berada di zona overbought alias jenuh beli. Di sisi lain, cadangan emas di Bank of England tercatat menyusut sekitar 2 persen sejak akhir tahun lalu. Deputi Gubernur Dave Ramsden menyebut permintaan emas yang tinggi menjadi alasan berkurangnya pasokan emas di bank sentral Inggris ini.
Sementara itu, harga logam mulia lain juga mengalami fluktuasi. Harga perak turun 0,1 persen menjadi USD32,27 (sekitar Rp516.320) per ons, sedangkan palladium anjlok 1,4 persen ke USD975,59 (sekitar Rp15,6 juta). Di sisi lain, platinum justru menguat 0,7 persen menjadi USD985,98 (sekitar Rp15,77 juta).
Perburuan Aset Save Haven
Perburuan terhadap aset safe haven terus berlangsung selama lima hari berturut-turut, mendorong harga emas melanjutkan tren kenaikan pada perdagangan Kamis dinihari WIB, 6 Februari 2025.
Emas spot tercatat naik 0,8 persen menjadi USD2.865,61 per ons pada pukul 01.59 WIB, setelah sebelumnya mencapai rekor tertinggi USD2.882,16 dalam sesi perdagangan awal. Di sisi lain, kontrak emas berjangka di Amerika Serikat turut menguat 0,6 persen, ditutup pada USD2.893 per ons.
Menurut Peter Grant, Vice President di Zaner Metals, ketidakpastian yang terus membayangi perdagangan global, terutama akibat kebijakan tarif antara AS dan China, membuat pasar tetap waspada. Investor lebih memilih emas sebagai aset perlindungan dalam kondisi ini, sehingga aliran modal ke logam mulia tetap tinggi.
Situasi semakin memanas setelah China merespons kebijakan tarif baru dari Washington dengan menerapkan bea masuk tambahan pada berbagai produk asal AS. Presiden Donald Trump pun menegaskan bahwa dirinya tidak melihat urgensi untuk berdialog dengan Presiden Xi Jinping guna meredakan ketegangan.
Di luar isu perang dagang, sektor logistik AS juga terdampak akibat ketegangan dengan China. Layanan pos AS (U.S. Postal Service) sempat menghentikan pengiriman surat dan paket dari China serta Hong Kong sebelum akhirnya kembali menerima pengiriman pada Rabu.
Dari sisi kebijakan moneter, tiga pejabat tinggi Federal Reserve memperingatkan bahwa tarif yang diterapkan Trump dapat memicu kenaikan inflasi. Salah satu pejabat bahkan mengindikasikan bahwa ketidakpastian terhadap harga dapat memperlambat laju pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Sementara itu, laporan ADP National Employment menunjukkan bahwa sektor swasta AS menambah 183.000 pekerjaan bulan lalu, jauh melampaui perkiraan ekonom yang sebelumnya memprediksi pertumbuhan sebesar 150.000 pekerjaan.
Data ketenagakerjaan ini menjadi salah satu indikator yang diawasi ketat oleh pelaku pasar, karena dapat memberikan gambaran mengenai arah kebijakan moneter The Fed. Investor kini menanti laporan payrolls AS yang akan dirilis pada Jumat ini untuk memperoleh indikasi lebih lanjut terkait kemungkinan perubahan suku bunga di masa depan. (*)