Logo
>

Ketegangan Iran-Israel Dorong Saham Energi dan Komoditas Menguat

Konflik geopolitik Iran-Israel dan keterlibatan AS picu reli saham energi dan komoditas Indonesia, analis sarankan strategi defensif

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Ketegangan Iran-Israel Dorong Saham Energi dan Komoditas Menguat
Ilustrasi: Fasilitas rig minyak (Foto: Pexels/Joseph Martin)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Konflik di Timur Tengah yang melibatkan Iran dan zionis Israel semakin memanas. Terlebih ketika Amerika Serikat ikut masuk dalam peperangan. 

    Di sisi lain, gejolak di Timur Tengah tersebut ternyata membawa angin segar untuk saham-saham berbasis energi dan komoditas di Indonesia. 

    Analis pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardana mengatakan ketegangan geopolitik antara Iran dan zionis Israel berpotensi memicu lonjakan harga minyak global jika berlanjut menjadi perang terbuka. 

    Hal tersebut bisa terjadi mengingat Iran merupakan salah satu anggota penting OPEC dan memiliki kendali atas Selat Hormuz, jalur vital tempat lebih dari 20 persen pasokan minyak dunia melintas. 

    "Jika konflik ini berkepanjangan dan mengganggu lalu lintas di kawasan tersebut, bukan tidak mungkin harga minyak dunia khususnya Brent melonjak ke kisaran USD90–100 per barel," ujar dia kepada Kabarbursa.com, Senin, 23 Juli 2025.

    Bahkan dalam skenario terburuk, Hendra melihat harga minyak bisa menembus USD120 apabila eskalasi meluas ke kawasan Teluk secara regional dan menyeret negara-negara seperti Lebanon, Yaman, atau bahkan Arab Saudi. 

    Ia mengungkap hal itu karena berkaca dari peristiwa serangan ke fasilitas minyak Aramco pada 2019 yang memicu kenaikan harga lebih dari 20 persen dalam satu hari. 

    "Situasi tersebut tentu membawa dampak langsung ke pasar keuangan global, termasuk ke pasar saham Indonesia yang sudah menunjukkan gejala risk-off," jelasnya. 

    Dalam kondisi seperti ini, Hendra memandang sektor energi dan komoditas menjadi tumpuan utama para investor. Pasalnya, potensi keuntungan dari naiknya harga minyak dan logam tambang jauh lebih besar dibanding risiko koreksi di sektor-sektor sensitif suku bunga dan biaya input. 

    Ia menilai saham-saham di sektor energi (seperti MEDC, PGAS, ELSA), tambang emas (MDKA, BRMS, PSAB), serta batubara (ADRO, ITMG) berpotensi menjadi penyeimbang portofolio saat pasar dilanda tekanan geopolitik dan kekhawatiran inflasi global.

    Menurut Hendra, beberapa emiten menarik untuk dicermati dalam waktu dekat. Seperti BRPT berpeluang rebound dengan target kenaikan menuju Rp1.700, seiring pemulihan industri petrokimia dan ekspansi di energi terbarukan. 

    "Saham ini bisa menjadi proxy atas pemulihan siklikal yang didorong oleh harga minyak dan turunan kimianya," ujarnya. 

    Sementara itu, ada juga saham MBMA yang menurut Hendra tetap menjadi bagian penting dari ekosistem hilirisasi nikel dan kendaraan listrik di Indonesia. 

    "Rekomendasi buy pada level saat ini cukup atraktif dengan target penguatan menuju Rp450," katanya. 

    Tak kalah menarik, lanjut Hendra, terdapat pula saham ENRG sebagai emiten migas mid-cap menawarkan upside menarik di tengah kenaikan harga minyak dunia. 

    "Rekomendasi buy diarahkan dengan target jangka pendek ke level Rp420, mencerminkan potensi apresiasi seiring sentimen positif sektor energi," pungkasnya. 

    Geopolitik Bergejolak, Investor Disarankan Lakukan ini

    Di sisi lain, Hendra mengimbau agar investor harus disiplin di tengah kondisi geopolitik seperti ini. Dia bilang, para investor harus menerapkan manajemen risiko yang bisa menjadi kunci.

    "Rebalancing portofolio ke sektor defensif dan komoditas, peningkatan likuiditas, serta penghindaran terhadap aset berisiko tinggi menjadi strategi utama menghadapi ketidakpastian ini," ujar dia. 

    Selain itu, Hendra juga menyarankan investor tidak melakukan aksi spekulatif jangka pendek, terutama pada saham-saham dengan volatilitas tinggi dan likuiditas rendah.

    Ia mengatakan sentimen negatif bersifat eksternal ini sulit ditangkal oleh katalis domestik, mengingat meningkatnya potensi capital outflow dan melemahnya sentimen investor asing. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.