KABARBURSA.COM - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, dengan penuh optimisme mengungkapkan bahwa Indonesia telah menyiapkan peta jalan besar menuju status negara berpenghasilan tinggi, setara dengan negara-negara maju pada tahun 2045 mendatang. Hal ini disampaikannya dalam pidato Sidang Tahunan MPR RI serta Sidang Bersama DPR RI-DPD RI 2024 yang berlangsung pada hari Jumat, 16 Agustus 2024.
Dalam pidatonya, Bambang menekankan bahwa visi Indonesia Emas 2045 adalah hasil dari komitmen bersama yang telah dimulai oleh Presiden RI, Joko Widodo. Ia menyoroti berbagai program strategis yang dijalankan, seperti hilirisasi mineral dan pengembangan sumber daya alam (SDA), sebagai langkah kunci untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut.
"Melalui hilirisasi industri dan pengembangan SDA, kita telah membangun jembatan yang menghubungkan setiap pulau dan desa dengan kesempatan yang sama," ujar Bambang dengan semangat.
Selain itu, Bambang juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, yang telah terus mendorong Indonesia untuk terus melangkah maju dan menjadi negara yang kuat serta mandiri.
Ia menambahkan, visi ini sejalan dengan ajaran Trisakti Bung Karno, di mana sebagai bangsa besar, Indonesia harus berdaulat dalam politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
"Ini adalah tantangan kita bersama untuk terus mewujudkan impian Indonesia sebagai negara besar yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga kuat dalam moralitas dan identitas kebudayaannya," tutup Bambang.
Sebuah fakta terungkap, Indonesia mulai kehilangan sumber daya alam berupa gas dan minyak bumi. Hal ini disampaikan Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Menurut dia, produksi minyak dan gas bumi siap jual (lifting) Indonesia terus merosot.
Bahlil menyatakan bahwa Indonesia pernah mengalami masa keemasan saat menjadi anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) pada tahun 1996-1997. Pada masa itu, lifting minyak Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari (bph).
“Sebanyak 40 hingga 50 persen pendapatan negara saat itu berasal dari minyak,” ungkap Bahlil, Kamis 1 Agustus 2024.
Namun, saat ini, lifting minyak Indonesia merosot tajam hanya menjadi 600 ribu bph. “Konsumsi kita 1,6 juta barel per hari. Jadi kita impor 900 ribu hingga 1 juta barel per hari,” jelasnya.
Bahlil menambahkan, sangat disayangkan bahwa pada masa keemasan produksi minyak, Indonesia tidak membangun kilang-kilang minyak yang memadai. Bahkan, kapasitas penyimpanan minyak di Indonesia hanya cukup untuk 21 hari.
“Jadi kalau Indonesia ini perang dan kita tidak mendapatkan minyak selama 21 hari, kita sudah dalam masalah besar. Ketahanan energi kita sangat lemah,” tegas Bahlil.
Menurut Bahlil, jika mengikuti standar dunia, cadangan ideal BBM nasional adalah 90 hari. Sementara itu, beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Singapura, memiliki cadangan BBM nasional hingga 60 hari.
“Jadi, di Asia Tenggara, cadangan BBM kita adalah yang paling kecil. Dengan populasi yang besar, kita harus memaksimalkan seluruh sumber daya alam yang kita miliki untuk melakukan hilirisasi,” ujarnya.
Salah satu saham yang sedang membuka peluang hilirisasi adalah PT Timah Tbk (TINS). Dalam sebuah diskusi yang dipimpin Direktur Utama TINS, Ahmad Dani Virsal, bersama Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala BKPM, Yuliot Tanjung, dibahas langkah-langkah strategis untuk meningkatkan ekosistem timah nasional.
Wakil Menteri Investasi, Yuliot Tanjung, menggarisbawahi pentingnya pengembangan hilirisasi mineral, termasuk logam tanah jarang, zirkon, ilmenite, dan silika, yang menawarkan nilai ekonomis tinggi. Menurutnya, investasi dapat dilakukan secara bertahap dan melalui kemitraan dengan perusahaan asing berpengalaman dalam akses pasar.
Dani Virsal menekankan perlunya perbaikan ekosistem timah untuk memperkuat peran industri timah dalam mendukung ekonomi regional dan nasional. Indonesia, sebagai salah satu produsen timah terbesar di dunia, memegang posisi strategis dalam memenuhi kebutuhan global timah.
“Timah adalah mineral krusial untuk berbagai industri, termasuk teknologi tinggi. Kami juga sedang mengembangkan hilirisasi melalui PT Timah Industri dengan memproduksi Tin Powder yang dijadwalkan mulai beroperasi tahun ini. Ini adalah langkah kami untuk memenuhi permintaan pasar global,” jelas Dani.
Dani menambahkan, meskipun TINS telah lama melakukan hilirisasi, pengembangan lebih lanjut memerlukan dukungan optimal dari berbagai pihak, termasuk penguatan permintaan pasar domestik. Sebagai mineral yang tidak dapat diperbaharui, pengelolaan dari hulu ke hilir harus dilakukan dengan cermat untuk menjaga keberlanjutan industri. Proses penambangan harus mematuhi prinsip-prinsip good mining practices untuk mengurangi dampak negatif.
Sebagai perusahaan negara, TINS tidak hanya berfokus pada profitabilitas, tetapi juga berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan masyarakat, dan kontribusi bagi negara.
Dani berharap pertemuan ini akan menghasilkan masukan dan dukungan positif dari Kementerian Investasi/BKPM dalam perbaikan tata kelola bisnis pertimahan nasional, sejalan dengan fokus lembaga ini untuk mengakselerasi investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada tahun 2024, kinerja saham PT Timah Tbk (TINS) menunjukkan fluktuasi yang signifikan, mencerminkan dinamika pasar global dan lokal serta pengaruh faktor-faktor internal perusahaan. Saham TINS mengalami beberapa lonjakan dan penurunan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk harga timah internasional, kebijakan pemerintah, dan hasil laporan keuangan.(*)