KABARBURSA.COM - Sejumlah bank besar di Indonesia berhasil mencatatkan kinerja yang positif sepanjang kuartal ketiga 2024 atau hingga periode sembilan bulan pertama tahun 2024. Hasil ini menunjukkan ketahanan para big banks di tengah tantangan pertumbuhan kredit dan kualitas aset.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan bank-bank di Indonesia perlu memperkuat cadangan sebagai bentuk langkah antisipasi terhadap potensi risiko kredit yang meningkat.
“Langkah peningkatan pencadangan merupakan upaya mitigasi dalam menghadapi risiko kredit jika ada potensi peningkatan eksposur terhadap risiko kredit,” ujar Dian melalui keterangan resminya, pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Adapun data per Agustus 2024 menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) berada di level 2,26 persen, dengan NPL Coverage mencapai 191,75 persen. Angka ini menunjukkan kemampuan bank dalam menutupi kerugian dari kredit bermasalah melalui pencadangan yang lebih kuat.
Salah satu instrumen penting dalam pencadangan ini adalah Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). CKPN merupakan alokasi dana yang disisihkan oleh bank untuk mengantisipasi kerugian potensial akibat penurunan nilai aset keuangan, sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Dian menegaskan bahwa OJK akan terus mendorong perbankan untuk memperkuat manajemen risiko serta menerapkan prinsip kehati-hatian, atau prudential banking, demi menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan.
“Kami akan terus memastikan bank-bank di Indonesia memperkuat manajemen risiko mereka dan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam setiap keputusan bisnisnya,” jelasnya.
Meskipun demikian, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tampil menonjol dengan peningkatan laba bersih serta efisiensi dalam pengelolaan biaya kredit.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Dian bahwa kualitas kredit di sektor perbankan Indonesia masih terjaga dengan baik. Ia mencatat bahwa rasio NPL gross tetap stabil di angka 2,27 persen, sedangkan NPL nett berada di level 0,79 persen.
Selain itu, rasio Loan at Risk (LAR), yang mengukur potensi risiko kredit bermasalah, terus menunjukkan tren penurunan. Pada Agustus 2024, LAR mencapai 10,27 persen, mendekati level sebelum pandemi pada Desember 2019 yang tercatat sebesar 9,93 persen.
Selain itu, kebijakan relaksasi moneter yang diambil oleh Bank Indonesia (BI) turut memberikan angin segar bagi perbankan. Penurunan suku bunga acuan BI Rate dari 6,25 persen menjadi 6,00 persen diharapkan dapat mendorong pertumbuhan lebih lanjut. Penurunan ini berpotensi membantu perbankan menekan biaya dana, atau Cost of Fund, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja keseluruhan bank.
Para big banks itu optimistis terhadap pembayaran dividen yang lebih tinggi, seiring peningkatan profitabilitas. Momentum positif saham perbankan diproyeksikan masih akan berlanjut setelah adanya pemotongan suku bunga acuan dari BI dan Federal Reserve (The Fed).
Global Markets Strategist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto, memandang performa saham perbankan masih terpantau sangat baik di tengah suku bunga yang relatif murah.
“Kita harapkan dengan iklim suku bunga yang lebih murah itu, NPL dari perbankan juga akan menurun sehingga risiko berbisnis perbankan juga lebih baik,” kata dia kepada Kabarbursa.com.
Myrdal memandang dorongan atau momentum positif ini masih akan terus berlanjut. Terlebih bagi emiten besar perbankan. “Memang, emiten perbankan ini masih akan sangat menarik apalagi kalau tren penurunan suku bunga terus berlanjut,” ungkapnya.
Adapun, berikut ini adalah kinerja keuangan solid para emiten perbankan besar hingga kuartal III tahun 2024.
Kinerja BRI Didukung oleh PPOP
BBRI mencatatkan laba bersih sebesar Rp15,4 triliun pada kuartal ketiga 2024, meningkat 11,2 persen secara kuartalan (qoq) dan 5,4 persen secara tahunan (yoy) sehingga laba selama sembilan bulan pertama 2024 mencapai Rp45,1 triliun.
Pertumbuhan laba ini didorong oleh peningkatan Pre-Provision Operating Profit (PPOP), yang dipicu oleh pertumbuhan Net Interest Margin (NIM) sebesar 7,8 persen di kuartal ketiga, naik dari 7,7 persen pada sembilan bulan pertama tahun ini, serta lonjakan pendapatan non-bunga yang naik akibat pemulihan aset senilai Rp17,8 triliun.
Namun, peningkatan Cost of Credit (CoC) BBRI, yang mencapai 3,23 persen pada kuartal ini, membuat CoC rata-rata untuk sembilan bulan pertama naik menjadi 3,39 persen, sedikit di atas target manajemen sebesar 3 persen.
Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan CoC anak usaha PT Permodalan Nasional Madani (PNM), yang mencapai 7,6 persen pada sembilan bulan tahun 2024, dibandingkan 3,3 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Manajemen BRI menjelaskan bahwa strategi “front-load” untuk pengakuan provisi lebih awal dilakukan untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas aset di segmen mikro.
Manajemen juga mengisyaratkan kemungkinan peningkatan rasio pembayaran dividen hingga 85 persen dari laba bersih, yang dapat memberikan yield sebesar 7,3 persen jika laba bersih tahun penuh sesuai konsensus mencapai Rp60,7 triliun.
Bank Mandiri Pertahankan Pertumbuhan Kredit
Sementara Bank Mandiri mencatat laba bersih Rp15,5 triliun pada kuartal ketiga 2024, meningkat 12 persen qoq dan yoy. Total laba bersih selama sembilan bulan pertama mencapai Rp42 triliun, naik 7,6 persen yoy, dan melampaui 76 persen dari estimasi laba bersih tahun penuh.
Kualitas aset BMRI tetap terjaga, dengan penurunan CoC menjadi 0,9 persen selama sembilan bulan 2024, jauh di bawah panduan awal yang sebesar 1–1,2 persen.
Pertumbuhan kredit tercatat kuat di angka 20,8 persen yoy hingga sembilan bulan pada 2024, sedikit naik dari 20,5 persen pada paruh pertama 2024.
Adapun BI melaporkan bahwa nilai kredit perbankan pada Agustus 2024 mengalami pertumbuhan sebesar 11,4 persen yoy. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dari pertumbuhan kredit bank pada Juli 2024 yang tercatat sebesar 12,4 persen yoy, pertumbuhan kredit tetap menunjukkan dinamika positif yang penting bagi ekonomi Indonesia.
Segmen korporasi menjadi motor pertumbuhan dengan kenaikan 29 persen yoy. NIM Bank Mandiri stabil di level 5,1 persen, meski terdapat tekanan dari peningkatan Cost of Fund (CoF) sebesar 46 basis poin (bps) yoy.
BNI Tunjukkan Performa Positif
BNI membukukan laba bersih sebesar Rp5,6 triliun pada kuartal ketiga 2024, tumbuh 5 persen qoq dan 3 persen yoy, sehingga total laba bersih hingga September 2024 mencapai Rp16,3 triliun.
NIM BNI tercatat naik ke level 4,4 persen pada kuartal ini, melebihi target manajemen di atas 4 persen. Penurunan cost of fund sebesar 12 bps dan peningkatan loan yield sebesar 26 bps menjadi faktor pendorong utama.
CoC BBNI terjaga di level 1 persen sesuai dengan panduan manajemen, didukung oleh penurunan NPL gross ke level 2 persen dan Loan at Risk (LAR) yang turun menjadi 11,8 persen. Namun, pertumbuhan kredit melambat menjadi 9,5 persen yoy pada kuartal ini, di bawah target yang diproyeksikan, terutama akibat efek translasi mata uang.
Rasio Loan-to-Deposit (LDR) BNI naik ke 95 persen, menunjukkan adanya pengetatan likuiditas, meski diperkirakan akan membaik dengan penurunan outstanding Sertifikat Bank Indonesia (SRBI).
BCA Raih Pertumbuhan Laba dan Kredit Kuat
BBCA mencatat laba bersih Rp14,2 triliun pada kuartal ketiga 2024, tumbuh 1,4 persen qoq dan 16 persen yoy. Total laba bersih sembilan bulan pertama 2024 mencapai Rp41 triliun, atau naik 12,8 persen yoy.
Pertumbuhan kredit BBCA mencapai 14,5 persen yoy hingga September 2024, melampaui panduan awal manajemen, sehingga panduan untuk tahun penuh ditingkatkan menjadi 10–12 persen.
NIM BBCA meningkat ke 5,8 persen selama 9M24, didukung oleh alokasi investasi di obligasi pemerintah dengan yield lebih tinggi, meski terdapat sedikit kenaikan CoC sebesar 0,4 persen pada periode ini.
Kualitas aset tetap terjaga dengan NPL gross di 2,1 persen dan LAR turun ke 6,1 persen, mencerminkan pengelolaan risiko yang baik.
Optimisme Sektor Perbankan
Dalam Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) triwulan III 2024 dengan melibatkan 93 bank responden. Hasilnya, tampak ada optimisme bahwa kinerja perbankan akan semakin baik pada triwulan III 2024.
Berdasarkan data Juni 2024, porsi aset 93 bank tersebut mencapai sebesar 90,78 persen dari total aset bank umum. Optimisme perbankan tercermin dari Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) pada triwulan III 2024 yang tercatat sebesar 68 (zona optimis).
Optimisme tersebut didorong oleh ekspektasi akan membaiknya kondisi makroekonomi, berlanjutnya peningkatan fungsi intermediasi perbankan dibarengi dengan kemampuan perbankan dalam mengelola risiko yang dihadapi meskipun dengan kondisi makroekonomi global yang kurang kondusif.
Keyakinan membaiknya kondisi makroekonomi domestik menyebabkan Indeks Ekspektasi Kondisi Makroekonomi (IKM) pada triwulan III 2024 berada pada level optimis yaitu sebesar 59, terutama disebabkan oleh perkiraan membaiknya ekonomi domestik, menguatnya nilai tukar dan prediksi BI-Rate yang cenderung stabil.
SBPO menghasilkan suatu Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP), yaitu indeks komposit yang menunjukkan persepsi dengan rentang nilai 1 s.d 100, di mana indeks >50 menunjukkan persepsi optimis, indeks =50 menunjukk.an persepsi stabil, dan indeks
Prospek Dividen Menjanjikan?
Dengan capaian positif pada kuartal ketiga ini, perbankan Indonesia optimis bahwa pertumbuhan kredit akan kembali meningkat pada kuartal keempat 2024, sekaligus membuka peluang bagi rasio pembayaran dividen yang lebih besar.
BRI dan Bank Mandiri diproyeksikan dapat membayar dividen dengan yield di atas 7 persen jika laba bersih sesuai ekspektasi. Sementara itu, manajemen BCA dan BNI optimis dapat menjaga kualitas aset dan stabilitas profitabilitas mereka.
Kinerja positif perbankan ini tidak hanya menggambarkan ketahanan sektor perbankan nasional, tetapi juga memberikan prospek yang solid bagi pemegang saham di tengah ketatnya persaingan pasar. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.