KABARBURSA.COM – PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI (BRIS) memulai babak baru dalam kepemimpinannya setelah mencatatkan kinerja keuangan yang solid sepanjang tahun 2024 dan kuartal I 2025.
Laba bersih yang tumbuh dua digit menjadi sinyal positif bagi keberlanjutan bisnis bank syariah terbesar di Indonesia ini. Namun di balik angka-angka yang menjanjikan, terdapat estafet strategis yang kini bergeser ke tangan pemimpin baru, termasuk sosok dari kalangan tokoh nasional dan organisasi besar keislaman Muhammadiyah.
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada Jumat, 16 Mei 2025 di Aryanusa Ballroom, Menara Danareksa, Jakarta Pusat menjadi momen penentu.
Dalam rapat tersebut, pemegang saham resmi menunjuk Muhadjir Effendy sebagai Komisaris Utama menggantikan Muliaman D. Hadad. Muhadjir merupakan mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), serta tokoh senior Muhammadiyah.
Dengan latar belakang panjang di birokrasi dan dunia pendidikan sekaligus organisasi massa (ormas) Islam terbesar di Indonesia, Muhadjir diharapkan mampu menghadirkan pengawasan strategis berbasis visi pembangunan sosial yang kuat.
Sementara itu, posisi Direktur Utama kini diemban oleh Anggoro Eko Cahyo, menggantikan Hery Gunardi yang telah dipercaya menjabat Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI (BBRI). Sebelum masuk ke BSI, Anggoro menjabat sebagai Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan dan memiliki pengalaman panjang di industri perbankan nasional.
Kepala Divisi Komunikasi BSI, Wisnu Sunandar, dalam keterbukaan informasi yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia menjelaskan bahwa RUPST tahun buku 2024 membahas delapan agenda strategis.
“Agenda yang dibahas meliputi delapan poin penting, mulai dari pengesahan laporan keuangan hingga pengangkatan pengurus baru,” jelasnya dalam dokumen resmi perusahaan.
Agenda RUPST tersebut mencakup pengesahan laporan tahunan dan laporan keuangan 2024, penggunaan laba bersih, penunjukan Kantor Akuntan Publik untuk audit tahun buku 2025, penetapan tantiem dan bonus bagi direksi dan dewan pengawas, laporan realisasi dana hasil Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Tahap I 2024, pembaruan Rencana Aksi Pemulihan (Recovery Plan), penetapan plafon hapus buku atas piutang pokok macet, dan terakhir, perubahan susunan pengurus perseroan.
Dari sisi fundamental, kinerja keuangan BSI terbilang impresif. Laba bersih tahun 2024 tercatat Rp7,01 triliun, tumbuh 22,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp5,70 triliun.
Pendapatan dari jual beli mencapai Rp13,4 triliun, sementara pendapatan dari bagi hasil sebesar Rp8 triliun. Pendapatan usaha lainnya, termasuk fee based income, menambah Rp5,56 triliun ke neraca laba, sementara ijarah menyumbang Rp192 miliar.
Meskipun beban usaha naik dari Rp10,25 triliun menjadi Rp11,79 triliun, laba usaha BSI tetap tumbuh menjadi Rp9,28 triliun. Tren ini berlanjut pada kuartal I 2025, di mana laba bersih naik dari Rp1,71 triliun menjadi Rp1,88 triliun.
Total aset BSI pun meningkat dari Rp408,6 triliun menjadi Rp400,8 triliun per akhir Maret 2025, sementara ekuitas tercatat tumbuh dari Rp45,04 triliun menjadi Rp46,92 triliun.
Di pasar modal, saham BRIS ditutup di level Rp2.870 per saham pada Jumat, 16 Mei 2025, turun 1,03 persen dari hari sebelumnya. Saham ini sempat menyentuh level tertinggi harian Rp2.940 dan terendah Rp2.850, dengan total nilai transaksi Rp80,4 miliar dan volume perdagangan 27,92 juta saham. Asing mencatatkan net buy sebesar Rp47,7 miliar, mencerminkan keyakinan investor jangka panjang atas prospek perusahaan pasca pergantian pengurus.
Meski demikian, estafet kepemimpinan ini juga membawa sejumlah pekerjaan rumah penting. Di bawah Muliaman Hadad, BSI sukses melalui fase konsolidasi pasca-merger tiga bank syariah: BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri. Namun tantangan baru kini menanti, terutama terkait penetrasi digital, penguatan segmen mikro, dan optimalisasi fee-based income yang dinilai masih di bawah potensi.
Dengan sosok seperti Muhadjir Effendy di kursi komisaris utama, diharapkan pengawasan strategis terhadap manajemen akan memperhatikan dimensi sosial dan nilai-nilai keumatan yang lebih kuat.
Apalagi, keterkaitannya dengan Muhammadiyah memberi bobot legitimasi yang tidak hanya administratif, tetapi juga moral dan kultural dalam mendorong pertumbuhan bank syariah nasional yang berorientasi pada inklusi.
Sementara itu, Anggoro Eko Cahyo akan menghadapi tantangan operasional dalam menjaga efisiensi dan mempertajam ekspansi pembiayaan produktif. Kombinasi latar belakang asuransi sosial dan industri keuangan formal yang ia miliki bisa menjadi modal untuk memperluas jaringan layanan digital dan memperkuat penetrasi ke masyarakat pekerja.
Dengan jajaran baru ini, PT Bank Syariah Indonesia Tbk. menghadapi 2025 sebagai tahun penentu arah baru. Estafet sudah berpindah.
Sekarang, publik dan pemegang saham menantikan hasil nyata dari manajemen yang baru, yang tidak hanya mampu menjaga momentum, tetapi juga mendorong transformasi BSI ke level yang lebih tinggi sebagai bank syariah nasional unggulan berbasis tata kelola modern dan nilai-nilai Islam yang inklusif. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.