KABARBURSA.COM - Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi), Rizal Kasli, memperkirakan bahwa fenomena cuaca La Niña dapat mengurangi produksi tambang di Indonesia antara 10 persen hingga 15 persen secara tahunan. Menurut Rizal, La Niña yang membawa curah hujan tinggi berpotensi menyebabkan banjir, terutama di jalur logistik atau pengiriman produk tambang ke pelabuhan.
Curah hujan yang tinggi juga dapat mengganggu pengangkutan tambang dan bahkan menyebabkan longsor di area tambang.
"Gangguan akibat La Niña diperkirakan akan terjadi dari November 2024 hingga Februari 2025, yang tentunya akan memengaruhi produksi tambang dalam periode tersebut," jelas Rizal, Kamis, 15 Agustus 2024.
Rizal menambahkan, penurunan produksi tambang yang diakibatkan oleh La Niña diperkirakan akan memengaruhi pasokan bahan baku di pasar global, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga. Namun, dia juga mencatat bahwa kenaikan harga ini kemungkinan akan bersifat sementara sampai produksi kembali normal.
Operasi pertambangan di Indonesia dan Australia diperkirakan akan mengalami gangguan terparah jika La Niña disertai dengan banjir dan hujan lebat pada akhir tahun ini. Berdasarkan data terbaru dari Pusat Prediksi Iklim AS (CPC) untuk Juli 2024, La Niña diperkirakan akan berkembang dari Agustus hingga Oktober 2024 dengan probabilitas sebesar 70 persen dan dapat berlanjut hingga akhir 2024 atau awal 2025, dengan peluang kelanjutan mencapai 79 persen hingga November-Januari.
Tim peneliti BMI dari Fitch Solutions juga mencatat bahwa gangguan cuaca terkait La Niña kemungkinan akan menimbulkan risiko penurunan prospek pertambangan regional serta meningkatkan volatilitas di pasar logam. Jika La Niña terjadi pada paruh kedua 2024, perusahaan pertambangan di Asia, terutama di Indonesia dan Australia, dapat menghadapi hujan lebat dan banjir yang mengganggu operasi tambang dan infrastruktur logistik. Sebaliknya, kekeringan dapat membatasi produksi tambang di Amerika Latin, khususnya di Cile.
Sebagai catatan sejarah, pada Februari 2023, PT Freeport Indonesia (PTFI), anak usaha Freeport-McMoRan Inc, terpaksa menghentikan operasi di tambang Grasberg akibat hujan lebat dan kerusakan infrastruktur yang diakibatkan oleh cuaca ekstrem.
Banjir Bandang Hentikan Aktivitas Freeport
Pada 11 Februari 2023, PT Freeport Indonesia (PTFI) terpaksa menghentikan sementara aktivitas pertambangan dan pengolahan di Tembagapura, Mimika, Papua Tengah, setelah banjir bandang melanda area pabrik pengolahan konsentrat. Direktur Utama PTFI, Tony Wenas, menjelaskan bahwa curah hujan yang sangat tinggi di wilayah tambang menyebabkan banjir lumpur yang merusak sebagian fasilitas pabrik dan beberapa ruas jalan tambang.
Kala itu Tony Wenas menceritakan, demi keamanan dan proses pemulihan, aktivitas tambang dan pengolahan dihentikan sementara. Tony menekankan bahwa PTFI telah mengaktifkan Tim Emergency Preparedness and Response (EPR) untuk menangani situasi tersebut.
Situasi di Tembagapura, terutama di area Pabrik Mile 74, terkendali dengan baik. Tony juga memastikan bahwa 14 karyawan yang sebelumnya tertahan di gedung perkantoran, telah dievakuasi dengan selamat dan berada dalam kondisi sehat.
Sementara itu, peristiwa banjir bandang ini mengakibatkan dua korban jiwa. Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Tembagapura, AKP Ahmad Dahlan, mengonfirmasi bahwa dua warga, berinisial JM dan NK, tewas dalam kejadian tersebut. Kedua korban ditemukan di area tambang Mile 70, dengan satu korban ditemukan pada Sabtu malam dan yang lainnya pada Minggu pagi.
Insiden banjir bandang ini menyoroti betapa ekstremnya kondisi cuaca di wilayah tambang, yang sering kali menghadirkan tantangan serius bagi operasi pertambangan. PTFI terus bekerja keras untuk memulihkan kondisi agar kegiatan pertambangan dapat segera beroperasi kembali, sambil tetap memastikan keselamatan dan kesejahteraan para pekerjanya.
PTBA Ikut Terdampak La Nina
PT Bukit Asam Tbk (PTBA), emiten pertambangan batu bara milik negara, terus mempertahankan proyeksi kinerja produksinya sepanjang tahun 2024 meskipun menghadapi tantangan eksternal, termasuk fenomena iklim La Niña. Sekretaris Perusahaan PTBA, Niko Chandra, menyatakan bahwa perusahaan tetap optimis dalam mengelola produksi dengan perencanaan yang matang untuk memitigasi dampak cuaca ekstrem.
La Niña, yang diprediksi terjadi mulai Agustus hingga awal 2025, berpotensi mempengaruhi kegiatan operasional pertambangan di Indonesia, termasuk PTBA. Fenomena ini dapat membawa curah hujan yang tinggi, berisiko menimbulkan banjir dan menghambat logistik. Meski demikian, PTBA telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi dan memiliki stok batu bara yang cukup untuk memastikan pasokan tetap lancar.
PTBA menargetkan produksi batu bara sebesar 41,3 juta ton dan penjualan 43,1 juta ton pada tahun ini. Hingga semester I 2024, produksi telah mencapai 18,76 juta ton, atau 107 persen dari target, dengan kontribusi terbesar berasal dari tambang Tanjung Enim.
Selain cuaca, PTBA juga menghadapi tantangan dari penurunan harga batu bara. Pada semester I 2024, harga jual rata-rata batu bara terkoreksi sekitar 19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dari USD93,49/ton menjadi USD75,89/ton. Meski demikian, PTBA tetap optimis dapat menjaga kinerjanya hingga akhir tahun.
Fenomena La Niña diperkirakan dapat memicu volatilitas di pasar logam dan industri pertambangan global, terutama di wilayah Asia Tenggara dan Australia.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.