KABARBURSA.COM - Konflik antara Iran-Israel dianggap bisa menguntungkan emiten minyak dan gas (migas) dalam negeri yaitu PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Hal ini bisa terjadi lantaran perang di Timur Tengah membuat harga minyak melambung tinggi.
Diketahui, gesekan dua negara tersebut semakin memanas. Terbaru, zionis Israel melancarkan serangan ke Reaktor Nuklir milik Iran pada Kamis, 19 Juni 2025.
Akibatnya, harga minyak dunia melonjak hampir 3 persen di hari yang sama. Seperti diberitakan sebelumnya, kontrak Brent ditutup perkasa di level USD2,15 atau 2,8 persen menjadi USD78,85 per barel, level tertinggi sejak 22 Januari.
Adapun minyak mentah AS jenis WTI mengalami kenaikan sebesar USD2,06 atau 2,7 persen ke USD77,20 per barel pada pukul 13.30 EST.
Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy mengatakan, potensi kenaikan harga minyak global diprediksi masih akan Bullish dan berpotensi naik ke kisaran USD80 per barrel seiring tensi eskalasi yang memanas di Timur Tengah.
Kabar terbaru menyebutkan, Iran tidak ingin bernegosiasi dengan Israel ataupun Amerika Serikat terkait usaha damai dalam waktu dekat.
"Sehingga ada potensi besar peperangan di timur tengah akan berlanjut dan menyebabkan harga minyak global mengalami lonjakan kembali," ujar dia kepada Kabarbursa.com, dikutip pada Jumat, 20 Juni 2025.
Iran sendiri kini masih menjadi salah satu eksportir minyak mentah terbesar di dunia. Di sisi lain, selat hormuz yang berada di perbatasan Iran, menjadi salah satu jalur perdagangan minyak mentah global hingga 20 persen.
Supply Global Bakal Terlambat
Menurut Abdul, jika konflik terus terjadi, supply global akan terhambat dan menyebabkan potensi kelangkaan minyak mentah sehingga dan berpotensi mendongkrak kenaikan harga minyak mentah dalam waktu dekat. Kondisi ini pun bisa menguntungkan Medco yang merupakan emiten migas.
"Jika harga minyak mengalami lonjakan, maka Medco ataupun perusahaan sejenis akan diuntungkan dari sisi margin dan pendapatan yang melonjak pada kuartal kedua dan ketiga 2025," jelasnya.
Abdul menyanpaikan Medco saat ini membangun ketahanan terhadap fluktuasi harga minyak melalui portofolio gas yang dominan. Diketahui, 60 – 70 persen produksi dijual lewat kontrak jangka panjang berharga tetap (take or pay).
Menurut ia, sistem penjualan gas ini memberikan stabilitas pendapatan dan melindungi EBITDA dari pergerakan harga minyak yang tajam akibat konflik geopolitik, seperti ketegangan di Timur Tengah saat ini.
"Namun, kondisi global yang menyebabkan lonjakan harga minyak juga dapat meningkatkan biaya operasional MEDC, terutama jika terjadi kenaikan biaya bahan bakar, pengangkutan, dan logistik FPSO (Floating Production, Storage and Offloading), serta kenaikan biaya energi dan suku cadang," terangnya.
Seiring ekspansi ke proyek Forel, terubuk, dan pengembangan lainnya, lanjut Abdul, Medco diperkirakan bakal menghadapi tekanan cost inflation, terutama jika komponen impor mengalami kenaikan biaya secara global.
Secara keseluruhan, Abdul mengatakan Medco memiliki buffer finansial yang kuat, didukung oleh kontrak gas tetap dan efisiensi biaya produksi (≤ USD 9/boe).
"Namun, perusahaan tetap harus mengelola potensi kenaikan biaya operasional akibat geopolitik, walaupun tidak secara langsung mengganggu pendapatan, biaya seperti logistik dan bahan bakar bisa meningkat secara bertahap" pungkasnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.