KABARBURSA.COM - Konflik geopolitik di Laut Merah masih menghantui, berpotensi memengaruhi kelangsungan bisnis dan kinerja perusahaan pelayaran Indonesia pada tahun 2024.
Menurut Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto, konflik di Laut Merah memaksa kapal harus berlayar lebih jauh melalui Afrika Selatan, memperpanjang waktu pelayaran hingga 10 hingga 14 hari dari biasanya.
Hal ini mengakibatkan lonjakan konsumsi bahan bakar kapal dan meningkatnya premi asuransi karena risiko keamanan global yang lebih tinggi.
INSA memperkirakan bahwa jika konflik berlanjut, tarif angkutan atau freight rate akan terus meningkat, diperkirakan sekitar 56persen hingga 63persen.
Meskipun demikian, permintaan ekspor dan impor menggunakan kapal tidak diharapkan mengalami penurunan signifikan, karena kapal tetap menjadi moda transportasi yang efisien bagi barang-barang tersebut.
INSA memproyeksikan pertumbuhan industri pelayaran sekitar 5persen pada tahun 2024, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, perusahaan pelayaran dihadapkan pada tantangan seperti kenaikan harga solar dan penyesuaian tarif bongkar muat peti kemas di pelabuhan.
Para pelaku usaha pelayaran diharapkan dapat mengelola pos biaya dengan cermat, sambil mengembangkan layanan angkutan di pasar domestik yang kondisinya lebih stabil dibandingkan pasar global.
Meski sejumlah perusahaan pelayaran mengalami penurunan kinerja, beberapa di antaranya seperti PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) berusaha mengoptimalkan pendapatan jasa angkutan dengan mencari peluang baru.
SMDR mengoperasikan layanan angkutan kapal kargo yang menghubungkan Timur Tengah dengan Asia Tenggara tanpa melalui Laut Merah, mengurangi risiko dan menciptakan peluang baru untuk pendapatan yang lebih tinggi.