KABARBURSA.COM - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan bahwa penyaluran gas bersubsidi atau elpiji 3 kg sebesar Rp460 triliun sejak 2019 hingga tahun ini tidak tepat sasaran.
Ketua KPPU, M Fanshurullah Asa, mencatat bahwa subsidi gas elpiji rata-rata tumbuh 16 persen pada 2019-2023 menjadi Rp117,8 triliun pada tahun lalu. Namun, harga gas elpiji di pasar selalu lebih tinggi daripada Harga Eceran Tertinggi (HET) gas elpiji 3 kilogram yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Akibatnya, masih banyak masyarakat yang harus membeli gas elpiji di atas HET yang ditetapkan.
“Selama lima tahun terakhir, 2019-2024, total penggunaan APBN untuk elpiji 3 kilogram mencapai sekitar Rp460 triliun, menurut data KPPU. Namun, menurut kami, penetapan HET oleh Gubernur dan Wali Kota di berbagai daerah mayoritas tidak terjadi. Artinya, subsidi tersebut tidak tepat sasaran,” ujar Fanshurullah dalam jumpa pers 100 hari kerja KPPU di Jakarta pada Rabu, 3 Juli 2024.
Lebih lanjut, Fanshurullah menyebutkan bahwa rata-rata pertumbuhan konsumsi gas sebesar 3,3 persen pada 2019-2023 menjadi 8,07 juta ton pada tahun lalu. Kondisi ini diperburuk dengan nilai impor elpiji pada 2019-2023 yang mencapai Rp288 triliun, sementara total subsidi gas pada periode yang sama senilai Rp373 triliun. Dengan kata lain, 77 persen subsidi elpiji digunakan untuk mengimpor elpiji.
Dia juga menyoroti bahwa biaya peluang akibat minimnya implementasi program jaringan gas (Jargas) sangat besar. Menurutnya, separuh dari anggaran subsidi gas tersebut dapat digunakan untuk membangun 23 juta sambungan rumah Jargas pada periode yang sama.
“Jika satu rumah diisi oleh empat orang, hampir 100 juta orang bisa dibantu dengan program ini dan menikmati harga gas yang terjangkau,” katanya.
Fanshurullah berharap bahwa pemerintahan di masa mendatang dapat lebih berhati-hati dalam mengimplementasikan penyaluran subsidi gas.
“Tolong berhati-hati dalam masalah elpiji. Jika dalam lima tahun ini sudah Rp830 triliun, dengan subsidi sebesar Rp51 triliun pada 2019 saja, apa yang akan terjadi dalam lima tahun ke depan? Jadi, perlu ada kebijakan dengan kepemimpinan yang kuat untuk mengalihkan penggunaan subsidi ini ke Jargas," pungkasnya.
Sebelumnya, kelanjutan program transformasi distribusi elpiji 3 kilogram atau elpiji bersubsidi masih bergantung pada revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Elpiji Tabung 3 Kg.
Jika berjalan sesuai rencana, mekanisme distribusi elpiji 3 kilogram akan berbasis orang pada 2027.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyatakan bahwa transformasi subsidi elpiji 3 kg telah dimulai pada 2024. Sejak 1 Januari 2024, pembeli elpiji di subpenyalur atau pangkalan wajib terdata dengan nomor induk kependudukan (NIK) atau kartu tanda penduduk (KTP).
Kementerian ESDM Pelototi Pendistribusian Elpiji 3 Kg
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memperketat pengawasan serta pendistribusian ulang LPG Tabung 3 KG. Langkah ini diambil untuk memastikan agar barang bersubsidi tersebut tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat yang berhak.
LPG Tabung 3 KG merupakan barang penting, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
“Kementerian ESDM, melalui Direktorat Jenderal Migas, berkomitmen mengawasi pendistribusian LPG Tabung 3 Kg agar tepat sasaran dan tepat isi,” ujar Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Mustika Pertiwi di kantor Ditjen Migas, Jakarta, Rabu 26 Juni 2024.
Mustika menjelaskan bahwa pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian isi ulang LPG tabung 3 KG tidak bisa dilakukan sendiri oleh Kementerian ESDM. Hal ini harus dilaksanakan bersama-sama oleh Direktorat Jenderal Migas dengan berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, seperti Direktorat Metrologi, Direktorat Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan, Kepolisian RI, Ombudsman RI, Direktorat Jenderal Anggaran dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta lainnya. Selain itu, pengawasan juga melibatkan Pemerintah Daerah dan PT. Pertamina (Persero) sebagai badan usaha terkait.
Pengawasan pengisian LPG Tabung 3 Kg dilakukan di Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) untuk memastikan berat bersih LPG Tabung 3 Kg sesuai ketentuan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT), sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/10/2011, jelas Mustika.
Lebih lanjut, Mustika menyebut bahwa dalam melaksanakan pengawasan penyediaan dan pendistribusian isi ulang LPG 3 KG, tim pengawasan akan memverifikasi nilai gain pada seluruh SPPBE.
Gain merupakan faktor koreksi (pengurang) pembayaran subsidi LPG Tabung 3 Kg kepada PT Pertamina (Persero) selaku Badan Usaha Penugasan Penyediaan dan Pendistribusian Isi Ulang LPG Tabung 3 Kg. Total nilai gain pada SPPBE untuk periode Januari hingga Mei 2024 mencapai Rp95,4 miliar yang tidak dibayarkan subsidinya,” pungkasnya.
Cara Pembelian
Pembelian gas elpiji 3 kilogram (kg) menggunakan KTP dinilai salah satu cara yang bagus. Namun, hal ini dinilai bakal merepotkan masyarakat dalam bertransaksi.
Peneliti Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnerships (IDP-LP) Riko Noviantoro, mengatakan peraturan pembelian gas elpiji 3 kg menggunakan KTP sudah bagus untuk melihat data masyarakat yang pantas menerima gas tersebut.
“Penggunaan KTP untuk mencari data atau profiling yang tepat, itu memang perlu karena kita juga ingin tahu siapa sih pengguna gas 3 Kg yang sebenarnya,” ujar Riko kepada Kabar Bursa, Senin 3 Juni 2024.
Akan tetapi, Riko memandang penerapan peraturan tersebut bakal merepotkan masyarakat. Dia menyebut, pembeli gas 3 Kg ini mayoritas adalah ibu rumah tangga dan pelaku usaha.
Riko kemudian memberikan contoh penerapan kebijakan ini terhadap UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).
“Merepotkan lho (beli gas 3 Kg) pakai KTP untuk transaksi. Bayangkan kalau UMKM itu dia butuh sehari 3 kali beli (gas), atau seminggu 2 sampai 3 kali beli, mereka harus bawa KTP. Sedangkan nanti yang disuruh itu anaknya yang belum punya KTP,” ungkapnya.
Oleh karenanya, Riko berharap kepada pihak terkait, dalam hal ini Pertamina, kebijakan dalam membeli gas 3Kg dikaji lagi dengan melakukan pendataan di agen-agen, bukan individu masyarakat.
Program Tak Efektif
Menurut dia, setiap agen telah memiliki data masyarakat atau pelanggan. Hal ini dilakukan, kata Riko, agar meminimalisir salah sasaran dalam pembelian gas elpiji 3 Kg.
“Karena agen itu selalu mengukur kebutuhan customernya, makannya setiap agen tuh ada jatahnya jadi mereka bisa tahu berapa kebutuhannya, kapan ada lonjakan pembeli, kapan tidak ada lonjakan, mereka sudah tahu pembelinya satu persatu,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha PT Pertamina (Persero), mengumumkan bahwa mulai 1 Juni 2024, pembelian LPG 3 kilogram (kg) wajib menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Langkah ini dilakukan untuk memastikan penyaluran LPG bersubsidi tepat sasaran.
“Dapat kami laporkan bahwa per 1 Juni nantinya pada saat akan melakukan pembelian LPG 3 Kg, itu nanti dipersyaratkan untuk menggunakan KTP,” kata Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa, 28 Mei 2024.
0Seluruh agen dan pangkalan diharapkan mendata konsumen yang melakukan pembelian dan mencatatkannya dalam aplikasi atau sistem yang disebut Merchant Application (MAP). (*)